web analytics

Riau Merdeka (Asap) (Dr. Elviriadi)

Dosen Fakultas Pertanian dan Peternakan

SEDANG duduk di pelataran kampus, saya didatangi seorang mahasiswa. Dia bertanya, gambut kalau tidak digunakan lalu untuk apa? Apakah rugi Riau jika dibiarkan? Sang mahasiswa yang belakangan saya ketahui sudah mulai “main mata” dengan “lembaga hitam” penimbul asap, ingin juga meluruskan pengertiannya tentang seluk beluk gambut. Saya jelaskan bahwa gambut merupakan “markas” keanekaragaman hayati, tempat berkumpul ribuan makhluk hidup non manusia di muka bumi. Penelitian kolega saya Jatna Supriatna, seorang pakar konservasi, terdapat 515 jenis mamalia di hutan rawa gambut se-rata Riau. Selain itu, terdapat 223 jenis reptil, 879 jenis burung, 125 amfibi dan 28 jenis primata. Untuk flora, terdapat tumbuhan palmae 477 jenis dan memiliki 230 spesies dipterocarpaceae yang  bernilai tinggi, ikan air tawar 759 jenis dan belum terhitung hewan bawah air seperti  molusca dan avertebrata air.

Dengan keanekaragaman hayati yang dimiliki, gambut sepatutnya dipertahankan keasliannya. Jasa lingkungan gambut terutama sebagai emisi (penangkap) karbon yang memitigasi efek rumah kaca, menabung air ketika musim penghujan dalam busanya yang fleksibel dan melepaskannya ketika kemarau. Berbagai jenis tanaman  (sayuran, buah-buahan) langka dan endemik  yang belum  pernah terdengar, jika diuangkan, maka tidak ternilai harganya.  Impor pangan yang menelan miliaran hingga triliunan APBN pertahun tidak diperlukan lagi. Belum lagi bila diteliti jenis hewan tertentu yang bila dipatenkan bisa menginspirasikan pembuatan teknologi tertentu. Seperti pada tahun 2014 lalu, seorang peneliti Jerman menemukan jenis laba-laba di hutan gambut Kalimantan Barat yang unik. Berkat kajian terhadap bentuk jaring laba-laba itu, Jerman berhasil membuat baju kalis peluru  yang kini diburu negara adikuasa dunia. Bahkan di tahun 2013, ditemukan cicak hutan yang memiliki morfologi yang unik di hutan Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Segera peneliti Inggris mematenkannya. Dari struktur morfologis dan kemampuan melayang di udara cicak ajaib itu, dapatlah Harvard University menciptakan pesawat tanpa awak yang tak mampu dideteksi radar. Harga cicak itu bila ditaksir setelah dielaborasi ilmiah mencapai 2,3 miliar per ekor. Sedangkan pemerintah Riau tak tahu menahu, cicak hanya menjadi mainan anak-anak di malam hari yang diketapel dengan karet.

Pepesan Kosong

Malangnya, bangsa Indonesia yang besar ini tidak melihat potensi sumberdaya alam sebagai aset masa depan. Pengelolaan negara yang tidak berbasis ilmu pengetahuan membuat khazanah sumberdaya alam dipandang sebagai alat pemuas keperluan materialistis. Yang dianggap aset dan potensi anggaran negara hanya uang tunai yang dibayarkan melalui pajak menunggak atau transaksi moneter. Dari sinilah para cukong atau pemain kayu masuk meminta izin konsesi di wilayah gambut ke pemerintah pusat. Gambut mengalami “pemerkosaan” siang malam, diiris-iris, seluruh makhluk hidup diatasnya dibakar hidup-hidup, dan untuk menghidupkan tanaman sakit bernama akasia, seluruh hutan rimba belantara rata dengan tanah.

Tanah Melayu yang cinta ketentraman, tiba-tiba haru biru tersebab serbuan asap yang menderu-deru. Beratus warga yang terserang ISPA, sekolah libur dan gangguan pernafasan akut. Tokoh-tokoh lokal mulai angkat bicara, ramai-ramai menyalahkan pemerintah pusat. Tersebab pemerintah pusat dipandang memberi pepesan kosong pada pemain sumberdaya alam yang serakah.

Riau Merdeka dari Asap

Tuntutan Riau Merdeka asapa bergulir ketika Blue Green menggelar seminar dan deklarasi Riau Merdeka Asap pada 8 September lalu  di aula Perpustakaan Wilayah Soeman Hs. Saya dan beberapa narasumber lain diminta membahas isu asap yang melanda Riau. Berbagai ide dimunculkan, dan fakta-fakta penyebab, akibat-akibat masif yang ditimbulkan diungkapkan di permukaan. Peserta yang sebagian besar mahasiswa dan para aktivis lingkungan mengambil kesimpulan dalam dua kutub  : bebaskan Riau dari asap, atau Riau melepaskan diri alias merdeka! Kehendak merdeka dari pemerintaha pusat sesungguhnya sudah menguat ketika tahun 1999 seorang tokoh Riau Prof Tbarani mendeklarasikan Riau Merdeka yang langsung berganti Riau Berdaulat karena tekanan militer pusat. Isu ketidakadilan terhadap eksploitasi minyak bumi Riau yang dibalas limbah dan penggusuran Sakai dan hak ulayat anak kemenakan oleh BUMN dan hak penguasaan hutan (HPH) perusahaan penjarah SDA menjadi isu sentral di tahun-tahun inkubasi Riau Merdeka bin Tabrani waktu itu.

Apa yang terjadi ke depan tak bisa diprediksi, yang pasti bila pemerintah pusat yang sudah terkooptasi menganggap suara Riau suara ta berarti, niscaya tuntutan Riau Merdeka bergema kembali.

 

Diposkan oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)

Dikutip dari Riau POs Edisi Senin, 21 September 2015

redaksi@uin-suska.ac.id