web analytics

Dirjen Pendis Kemenag RI; Tak Bisa Hanya Seolah Disandarkan Pada Rektor

uin-suska.ac.id – Setelah lama direncanakan dan sempat tertunda karena kabut asap, akhirnya Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama RI, Prof Dr Phil H Kamaruddin Amin, MA, berkunjung juga ke kampus UIN Suska Riau. Begitu sampai dikampus kawasan Panam Pekanbaru itu Kamis (4/2/2016) lalu, sang Dirjen didampingi Rektor, Ketua Senat Universitas Prof Dr H M Nazir, sejumlah Wakil Rektor dan Direktur Pasca Sarjana, Prof Dr H Ilyas Husti, M. Ag, langsung berkeliling dan singgah di sejumlah fasilitas kampus. “Saya rasa kampus UIN Suska Riau termasuk kampus terbesar di Indonesia” ujar Dirjen sambil tersenyum.
Kedatangan Dirjen Pendis ini pun dirangkai dalam acara yang bertajuk “Peningkatan Pengembangan Kelembagaan UIN Suska Riau” yang digelar di Gedung Islamic Center UIN Suska Riau. Dalam acara yang dihadiri sejumlah undangan diantaranya dari Kemenag Riau dan seluruh civitas akademika UIN Suska Riau itu, Rektor, Prof Dr H Munzir Hitami, MA dalam sambutannya mengungkapkan, secara fisik perubahan dan perkembangan kampus UIN Suska Riau memang sudah tampak. Namun yang paling penting dan sangat berat penguatan non fisik yang perlu senantiasa kita tingkatkan, Ungkap Munzir Hitami.
Saat ini memang ada beberapa prodi di UIN Suska Riau dengan akreditasi A, namun kebanyakan masih B, bahkan masih ada prodi dengan akreditasi C. Itu yang perlu senantiasa kita tingkatkan. Begitu juga dengan fasilitas-fasilitas pendukung. Fasilitas ruangan dosen, laboratorium-laboratorium riset yang mendukung peningkatan mutu dan standar. Selain itu rencana pembukan prodi kedokteran masih belum terwujud, yang lebih pada kendala-kendala non teknis. “ini perlu terus ditingkatkan”tambah Munzir.
Hal ini memang sudah menjadi “Azam” kita, sesuai dengan moto UIN Suska Riau, “berubah untuk maju”. Maka disini diperlukan keseriusan dan keihklasan bersama untuk berbuat, sesuai moto kementerian agama, “ikhlas beramal”. “walaupun kadang, juga ada pihak lain yang menuding pimpinan “main-main”, padahal kita sudah bekerja melebihi jam kerja yang ditetapkan” tambah Munzir Hitami.
Sementara itu, Dirjen Pendis kementerian Agama RI, Prof Dr Phil H Kamaruddin Amin, MA, menyampaikan, kemajuan perguruan tinggi tak kan bisa jika hanya seolah menyandarkan pada Rektor dan pimpinan saja. “setiap civitas akademika punya tanggung jawab untuk senantiasa memberikan saran dan membangun komunikasi untuk bersinergi” ungkap Kamaruddin.
Seorang dosen dituntut tak hanya sekedar paham dalam kompetensi keilmuan. Namun juga memiliki Attitude yang mempunyai akses terhadap karya ilmiah dari berbagai penjuru dunia. Disinilah kemampuan penguasaan bahasa asing diperlukan. Selain kompetensi IT dan kompetensi leadership. Hal ini sejalan dengan salah satu visi Dirjen Pendis Kemenag RI, yakni centre for Islamic studies and civilization. Dimana Indonesia memiliki potensi itu
Sedangkan tugas perguruan tinggi tak boleh terputus dan terisolasi dengan masyarakat. Matakuliah harus memperhatikan dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Bermanfaat bagi mahasiswa ketika selesai. Sehingga perguruan tinggi menjadi mitra pemerintah dan menjadi instumen Negara dalam kemajuan bangsa. Ketika hal itu berhasil, diharapkan perguruan tinggi Islam menjadi peradaban dunia, world class university.
Perguruan tinggi Islam juga tak boleh alergi dengan pemikiran apa pun, sepanjang dalam bentuk kajian akademis. Mahasiswa dan dosen harus berkolaborasi dalam berbagai kajian. “karena dengan semakin tahu akan semakin mengerti mengapa ada pemikiran yang berbeda” ungkap Kamaruddin Amin.
Selain itu kompetensi yang paling mendesak di perguruan tinggi Islam adalah kompetensi professional. Dimana seperti halnya di negara-negara maju, kompetensi ini sangat elevasi dengan mutu dan kwalitas. Lagi-lagi hal ini harus jadi perhatian bersama civitas kademika.
Indonesia saat ini menghadapi tantangan pendidikan besar. Dimana, akses pendidikan tinggi nasional masih 35 persen dari angka partisipasi penduduk kita. Hal itu disebabkan antara lain faktor kemiskinan dan tempat tinggal. Masih jauh jika dibanding dengan Thailand yang hampir 50 persen partisipasi penduduknya. Juga masih dibawah Philipina, Malaysia dan Singapura. Sementara itu ada korelasi signifikan antara human index of development dengan akses pendidikan tinggi.

Penulis: Suardi

(Tim liputan Suska News: Donny, Azmi, PTIPD)

redaksi@uin-suska.ac.id