web analytics

MPR – RI Kembali Gandeng UIN Suska Riau dalam Pengkajian Sistem Ketatanegaraan

Uin-suska.ac.id – Tahun ini MPR-RI kembali bekerjasama dengan UIN Suska Riau dalam melakukan kajian sistem ketatanegaraan. Kali ini kajian dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) mengambil tema “ Reformulasi Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dengan model GBHN”. Acara yang berlangsung di Meeting room Swiss-Belinn SKA Pekanbaru itu, Selasa (8/3/2016) dibuka langsung ketua MPR- RI, Dr (HC) Zulkifli Hasan.

Disamping melibatkan para akademisi senior UIN Suska Riau, seperti Prof Dr H Amir Luthfi, Prof Dr H Alaidin Koto dan para guru besar serta para doktor lainnya, FGD juga diikuti para anggota MPR –RI, Martin Hutabarat, Prof Syamsul Bahri, Dr Ali Taher, SH, MH, Jon Erizal dan Yandi Susanto.

Rektor UIN Suska Riau, Prof Dr H Munzir Hitami, MA dalam sambutannya pada acara pembukaan mengungkapkan, telah menyiapkan para tim terbaik untuk mengikuti FGD ini. “kita berharap diskusi ini akan bermanfaat dalam menghasilkan pemikiran-pemikiran yang bernas terkait masalah-masalah ketatanegaraan kita. Banyak masalah dan isu-isu yang mengemuka akhir-akhir ini. Disinilah diperlukan kontribusi pemikiran sebagai bahan proses perbaikan reformasi kedepan.” Ungkap Munzir Hitami.

Ditambahkan Munzir Hitami, tak bisa dipungkiri, reformasi dan otonomi daerah telah banyak memberikan manfaat ketimbang mudharatnya untuk kemajuan pembangunan daerah Riau saat ini. Namun disisi lain, tentunya masih banyak dampak-dampak lain yang perlu dikaji ulang. Melebarnya kesenjangan, telah mendorong wacana kembali ke UUD 45 atau perlunya GBHN yang sempat hilang dari peredaran. Hal itulah yang perlu kita hidupkan kembali, atau ada alternatif-alternatif pemikiran lain yang muncul dalam diskusi ini nantinya.

Sementara itu ketua MPR-RI, Dr Zulkifli Hasan dalam sambutannya mengungkapkan, diskusi ini merupakan tahapan dalam menyikapi keresahan masyarakat yang disampaikan ke MPR-RI, sebagai lembaga yang bisa merubah konstitusi terkait sistem ketatanegaraan saat ini. Diskusi ini amat penting dilakukan karena menyangkut konstitusi dan masa depan berbangsa dan bernegara kita. Makanya perlu melibatkan semua stake holder yang ada, termasuk para akademisi.

Besarnya ongkos pemilihan kepala daerah dalam sistem bernegara kita saat ini, dikhawatirkan bisa memicu pergeseran kedaulatan ditangan rakyat. Demi ongkos pilkada misalnya, Para kepala daerah bisa saja menyerahkan kedaulatan ditangan sponsor. Indikasi itu bisa terlihat dari kepemilikan lahan di Riau saat ini. “satu orang kota (Sponsor – Red) bisa memiliki lahan untuk seribu lahan perkebunan masyarakat. Inilah salah satu bentuk-bentuk kesenjangan yang terjadi saat ini” ungkap Zulkifli Hasan.

Menyikapi hal ini, di MPR-RI ada dua blok pemikiran. Pertama, kembali ke UUD 45. Hal ini sesuai amanat pendiri bangsa, bahwa Indonesia tak bisa meniru demokrasi ala Barat, karena kita memang berbeda kultur, budaya dibanding Barat. Sedangkan saat ini kebebasan demokrasi kita sudah hampir sama, bahkan bisa melebihi Amerika.

Kedua, pemikiran yang beranggapan kita sudah dijalur yang benar, dan tak boleh berubah lagi. Namun ada kalangan tengah, jika demokrasi bebas, hanya akan menguntungkan elit, bukan rakyat. Untuk itulah diperlukan norma-norma yang kuat, yang dijadikan haluan dalam ber-Negara. Namun untuk hal-hal yang menyangkut konstitusi Negara, tentunya diperlukan kajian mendalam. Melibatkan unsur-unsur Negara, lembaga Negara ormas dan kalangan akademisi. “nah FGD ini merupakan bagian dari tahapan tersebut. Ungkap Zulkifi Hasan. ***

 

Penulis : Suardi

(Tim liputan Suska News: Azmi, Donny, PTIPD)

 

redaksi@ uin-suska.ac.id