web analytics

Penyesalan Sering Terlambat (Prof. Dr. Syamruddin Nasution)

Guru Besar Sejarah Peradaban Islam UIN Suska Riau

Biasanya penyesalan muncul dari orang-orang yang kurang mempunyai kesadaran dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya atau kurang ada perhatian dalam mempersiapkan bekal yang diperlukan dalam kehidupan hari esok; baik pada masa tua maupun masa kematian, maka muncullah penyesalan tetapi sayang sering terlambat.

Ketika Ramadan telah berlalu, berganti dengan Syawal, di dalamnya banyak umat Islam yang telah kembali ke fitrah karena telah berhasil berjuang mengendalikan hawa nafsu selama Ramadan, mereka termasuk orang beruntung. Tetapi masih ada di antara umat Islam yang masih lalai melaksanakan puasa, setelah muncul kesadaran atas kelalaian selama ini timbul penyesalan, syukur kalau masih ada umur lagi Ramadan tahun depan, kalau tidak penyesalannya telah terlambat.

Ketika suatu hari dua orang sahabat karib bertemu yang dulu mereka sama-sama nyantri di pondok pesantren, karena sudah lama berpisah mereka sibuk cerita ke sana ke mari bernostalgia di masa lampau, akhirnya muncul pembicaraan di bawah sadar, itulah dulu setelah tamat sekolah saya tidak kuliah, tetapi merantau, tidak tentu arah, sekarang tiada penghidupan yang memadai tidak pula pekerjaan yang menjanjikan. Sementara kamu sudah menjadi orang terkenal dan berguna. Saya menyesal dulu tidak kuliah, tapi semua sudah berlalu dan penyesalanku pun sudah terlambat dan tidak berguna lagi.

Ketika suatu saat seorang bapak yang merantau ke Pekanbaru tahun tujuh puluhan dengan penuh semangat bercerita tentang murahnya tanah di Pekanbaru, boleh dibilang tidak beli, modalnya cukup mengurus surat tanah, selesai dan saat itu saya tidak tertarik karena akan ke mana tanah bancah seperti itu, sementara ada kawan yang mau, sekarang dia telah menjadi tuan tanah, saya tetap miskin. Saya menyesal kenapa dulu tidak ikut mengambil tanah seperti kawan itu, tetapi apa boleh buat penyesalanku sudah terlambat, semuanya sudah berlalu.

Ketika dua orang dosen yang satu almamater bertemu kangen dan bercerita tentang  sulitnya pensyaratan naik pangkat, selain harus ada jurnal nasional, ada lagi jurnal terakreditasi, juga jurnal internasional bereputasi. Pening rasanya mengurus naik pangkat sekarang, kata kawan ini. Jawab kawannya, itu memang benar, tetapi saya bersyukur karena dulu rajin mengurus naik pangkat, sehingga setiap dua tahun saya naik pangkat, maka saya sudah duluan naik pangkat sebelum pensyaratan itu datang. Dijawab kawannya, itulah pak selama ini saya sibuk mencari perak, lupa memungut emas tidak cukup waktu mengurus pangkat sehingga sudah puluhan tahun saya tidak naik pangkat, saya menyesal tetapi sayang sudah terlambat.

Dari kisah-kisah yang disebutkan di atas dapat diketahui bahwa penyesalan manusia sering terlambat, disebabkan tidak adanya kesadaran untuk mempergunakan kesempatan sebaik mungkin, padahal kesempatan itu tidak terulang dan hanya sekali datang, mereka lalai dalam melaksanakan tugasnya dengan baik; sebagai pelajar, guru atau dosen, perantau maupun yang lainnya. Oleh sebab itu, muncullah penyesalan di dalam hati sanubari mereka sambil meratap dan merenung mereka berucap; mengapalah saya dahulu lalai dalam melaksanakan tugasku, sampai aku sengsara seperti sekarang, kalaulah tidak, tentulah saya akan berbahagia, tetapi sudahlah penyesalanku telah terlambat, ibarat nasi telah menjadi bubur.

Lebih daripada itu, ketika seseorang didatangi malaikat Izra’il yang akan mencabut nyawanya, saat itu muncul penyesalan karena belum mempersiapkan perbekalan menghadap Allah dan dia bermohon kepada Allah swt agar umurnya ditangguhkan; “Ya Tuhanku! Mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematianku) sampai waktu yang dekat yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk hamba yang saleh?”. Jelasnya aku menyesal sekarang Tuhan, tolonglah tangguhkan umurku agak sejenak biar aku dapat bersedekah agar aku termasuk di antara hamba-hambamu yang saleh. Jawab Allah, “Sekali-kali Allah tidak akan menangguhkan umur seseorang apabila sudah tiba waktu kematiannya”. Jelasnya Allah tidak menerima lagi penyesalan hamba yang terlambat.

Perjalanan dilanjutkan, ketika manusia menghadap Allah swt di akhirat, mereka datang sesuai dengan amal masing-masing, bagi mereka yang tidak melaksanakan tugas kehambaannya di dunia, diperlihatkan Allah swt kepada mereka nyala api neraka, mereka mengatakan; “Ya Allah, kami telah melihat api neraka itu dan mendengar suaru gemuruhnya, tolonglah kami dikembalikan ke dunia, sungguh kami telah yakin adanya hari pembalasan”.

Setelah melihat dahsyatnya api neraka dan mendengar suaranya, baru mereka kemudian yakin adanya hari pembalasan, di saat itu timbullah rasa penyesalan karena tidak ada persiapan bekal yang dibawa menghadap Allah swt, tetapi hal itu adalah  penyesalan yang sudah terlambat, tidak berguna lagi.

Selanjutnya, ketika dialog antara penduduk surga yang mendapat nikmat dan penduduk neraka yang mendapat siksa, dibukakan Allah maka salah satu dari penduduk neraka yang melihat isterinya ada di dalam surga memohon setetes air agar diberikan kepadanya, tetapi tidak dapat diberikan isterinya karena nikmat surga tidak boleh diberikan kepada penduduk neraka. Dengan penuh penyesalan suaminya mengatakan; “Ya lah adik; dahulu engkau rajin mengerjakan salat, puasa dan kewajiban-kewajibanmu lainnya, sementara aku sibuk main kartu di kedai sampai larut malam bahkan pulang subuh”, tidak perduli salat, puasa dan lain-lainnya, sekarang aku tersiksa dan menyesal tetapi semuanya telah terlambat.

Dari tiga kisah yang disebut terakhir, dapat diketahui bahwa penyesalanpun bisa muncul di saat orang akan meninggal dan dalam kehidupan akhirat, sekali lagi karena tidak sadar mempersiapkan bekal menghadap Allah swt. Maka penyesalan hampir mengenai semua lini kehidupan baik di dunia maupun di akhirat dan hal itu pasti sangat merugikan.

Maka agar tidak terjadi penyesalan sangat perlu ada kesadaran dalam melaksanakan tugas keduniaan dan kehambaan, karena dari kurang kesadaranlah yang menyebabkan terjadinya kelalaian, sementara kesadaran muncul kalau ada pencerahan. Maka kesadaran adalah sumber keberuntungan hidup. Kelalaian adalah sumber kehancuran hidup. Pepatah mengatakan; “sebesar kesadaranmu, sebesar itulah keberuntungan hidupmu, sebaliknya, sebesar kelalaianmu, sebesar itu pulalah kehancuran hidupmu”.

Pelajar yang sadar akan belajar dengan baik, guru/dosen yang sadar akan bertugas dengan baik, hamba Allah swt, yang sadar akan melaksanakan tugas-tugas kehambaan dengan baik, demikian seterusnya sehingga berkehidupan menjadi baik dan membahagiakan tanpa ada rasa penyesalan. Jika berbuat baik maka kebaikan itu untukmu juga, jika berbuat jahat maka kejahatan itu untukmu juga. Sadarlah dalam melaksanakan tugas kehidupan agar tidak terjadi penyesalan! Wa Allahu a’lam bi ash-Shawab.

Diposkan oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)

Dikutip dari Riau Pos Edisi Jumat (22/07/2016)

redaksi@uin-suska.ac.id