web analytics

MERENUNG ULANG KEMERDEKAAN (Prof. Dr. Syamruddin Nasution)

Guru Besar Sejarah Peradaban Islam  UIN Suska Riau

TANPA terasa, kini bangsa kita telah memasuki Hari Ulang Tahun ke-70, suatu umur yang sudah cukup matang, apalagi jika umurnya barkah, dia mesti sudah banyak berbuat kebajikan untuk anak bangsanya. Tetapi kini bagaimana nasibnya sejak dari awal kemerdekaannya sampai usianya yang sudah 70 tahun. Tentu perlu dilakukan kajian, apa yang sudah diperbuatnya pada masa lalu dan apa lagi yang mesti dilakukannya pada masa depan karena dalam perjalanan hidup seseorang, dia mesti merenung ulang dan menghitung pengabdian apa yang telah dia lakukan dalam kehidupan ini serta bekal apa lagi yang akan dipersiapkan untuk hari esok.

Untuk mengukur hal tersebut, kita mesti berpedoman kepada Pembukaan UUD 1945, karena disitulah dijelaskan hasrat dan cita-cita serta tujuan para pendiri bangsa ini dahulu dalam mendirikan bangsa dan negara ini. Dalam Pembukaan (Preambule) UUD 1945 disebutkan bahwa ada empat tujuan Indonesia merdeka; “..Untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia..”.

Dari teks Pembukaan UUD 1945 di atas dapat diketahui bahwa ada empat pokok tujuan Indonesia merdeka; (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, (4) dan ikut melaksanakan ketertiban dunia..”. Dari empat itu, tiga untuk internal bangsa dan satu yang terakhir untuk eksternal bangsa. Yang dibahas dalam artikel ini, tiga yang disebut pertama.

Pertama; mengapa tujuan pertama Indonesia merdeka adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, karena dulu penjajah Belanda menciptakan perpecahan dalam diri bangsa Indonesia, yaitu dengan politik pecah-belah yang  terkenal dengan politik “Devide et Impera” artinya politik pecah bambu karena pada saat membelah bambu satu sisi bambu diangkat ke atas sementara pada sisi lain diinjak ke bawah. Maka setiap ada perjuangan melawan penjajahan Belanda, disitu selalu ada pahlawan, tetapi juga selalu ada pengkhianat bangsa. Itu sebabnya Indonesia lama dijajah Belanda.

Kini ancaman terbesar terhadap anak bangsa ini bukan lagi datang dari penjajah, tetapi  sumber-sumber ancaman berisi; ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) yang bisa datang dari dalam negeri maupun luar negeri, seperti terorisme, separatisme dan kolonialisme. ATHG juga bisa bersifat langsung, seperti narkoba, heroin, ganja dan yang lainnya atau tidak langsung lewat alat-alat tehnologi yang dapat merusak moral bangsa, seperti pornografi.

Oleh sebab, bangsa ini mesti memiliki ketahanan nasional yang mantap berisi keuletan, dan ketangguhan dalam menghadapi dan mengatasi segala macam ancaman yang datang baik dari dalam maupun dari luar negeri, langsung atau tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas dan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia. Maka keuletan dan ketangguhan bangsa (K-2B) harus mampu menghadapi ancaman dan tantangan tersebut. Artinya, kubu pertama; keuletan dan ketangguhan bangsa (K-2 B) berhadapan dengan kubu kedua; ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG). Jika kubu pertama mampu menghadapi kubu kedua, maka identitas, integritas dan kelangsungan kehidupan bangsa akan tetap terpelihara. Sebaliknya, jika tidak mampu maka kelangsungan hidup bangsa akan terancam keberadaannya.

Tentang tumpah darah Indonesia, secara historis wilayah Indonesia adalah wilayah bekas penjajahan Belanda. Menurut mereka, wilayah Indonesia adalah wilayah yang terpisah oleh laut bebas bukan merupakan satu kesatuan, karena laut teritorial Belanda adalah selebar 3 mil, hal itu berdasarkan ordonansi tahun 1939. Maka laut/perairan yang lebih dari 3 mil dari wilayah Indonesia berada di luar wilayah teritorial dan menjadi lautan bebas yang berlaku sebagai perairan Internasional yang bebas dilalui kapal-kapal dagang Internasional.

Upaya menjadikan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang utuh dan tidak terpisah-pisah harus mengganti ordonansi 1939. Untuk itu, Perdana Menteri Djuanda mengeluarkan pernyataan pada tanggal 13 Desember 1957 yang dikenal dengan Deklarasi Juanda 1957 yang menyatakan bahwa “Batas laut teritorial Indonesia adalah 12 mil, tidak lagi 3 mil. Laut tidak lagi sebagai pemisah tetapi sebagai penghubung”. Usaha-usaha tersebut dilakukan bangsa Indonesia dengan suatu harapan akan tercipta  “Persatuan bangsa dan kesatuan wilayah” dan ternyata berhasil, walaupun disana-sini masih terjadi pembodohan anak bangsa, penggundulan hutan, penjarahan tanah oleh tangan-tangan jahil yang bernafsu serakah.

Kedua; mengapa memajukan kesejahteraan umum dijadikan tujuan pokok Indonesia merdeka, karena dari membaca sejarah diketahui bahwa di masa penjajahan, rakyat Indonesia banyak yang menderita, hidup miskin, melarat dan sengsara, maka para pendiri negara ini ingin agar kelak anak bangsa ini hidup sejahtera, sentosa dan bahagia, berkelayakan dan berkepatutan, sehingga mempunyai harga diri dan dihormati, jangan lagi miskin seperti pada masa penjajahan.

Tetapi kini apa yang terjadi, saat ini hanya segelintir anak bangsa yang hidup berkecukupan dengan kekayaan harta yang melimpah, sementara sebagian besar rakyat ini masih hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan yang sangat menyedihkan. Hal ini tidak boleh terjadi lagi, maka tugas kita semua memperbaikinya. Supaya hidup mereka sejahtera, maka sektor ekonomi harus dimajukan, supaya hidup mereka bahagia, maka pendidikanpun harus menjadi perhatian kita semua untuk memperbaiki dan memajukannya.

Ketiga, mengapa mencerdaskan kehidupan bangsa dijadikan tujuan pokok Indonesia merdeka, karena pendiri bangsa ini sadar bahwa dulu di masa penjahan Belanda anak bangsa ini banyak yang bodoh karena dibuat bodoh oleh penjajah dengan tidak memberi kesempatan belajar bagi mereka, sehingga penjajah pergi dari negeri ini, rakyat ditinggalkannya dalam keadaan mayoritas buta hurup,  padahal jumlah penduduk Indonesia termasuk dalam katagori terbanyak ketiga di Dunia. Dapat dibayangkan betapa banyaknya jumlah penduduk  yang buta hurup tersebut dan mereka semua menjadi beban pembangunan di masa kemerdekaan ini, suatu hal yang sangat menyedihkan.

Kini dalam perkembangannya, di usia bangsa ini yang ke-70 sudah banyak anak bangsa yang pintar, ada profesor, doktor, dokter. Insinyur, teknokrat atau kaum cendikiawan dan lain sebagainya, tetapi mereka belum dapat menarik gerbong pembangunan bangsa yang matoritas  pengisinya terdiri dari mereka yang buta hurup dan kurang berpendidikan tersebut.

Usaha untuk mencerdaskan anak bangsa ini mesti dimulai dari pendidikan, tetapi sayangnya sekarang posisi pendidikan nasional kita sangat menyedihkan dan memprihatinkan, sudah berada dalam darurat setadium empat, karena rangking pendidikan nasional kita terjun bebas berapa pada posisi terendah, bahkan berada di bawah Kamboja. Kenapa hal itu terjadi,  karena terus terang perhatian negara dan masyarakat kita terhadap kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan masih sangat rendah, akan berbeda jauh dengan Jerman yang sangat menghargai pendidikan dan ilmu pengetahuan. Padahal kunci kemajuan dan kebangkitan suatu bangsa ada pada pendidikan dan ilmu pengetahuan dan hal itu sudah dibuktikan dalam sejarah Daulah Umaiyah di Cordova, Daulah Abbasiyah di Baghdad dan Daulah Fatimiyah di Mesir.

Maka kini dan ke depan dalam usaha untuk mencerdaskan anak bangsa ini kita mesti memprioritaskan dan lebih memperhatikan kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan, dengan dua cara; pertama, memilih dan mengangkat Pejabat Negara yang betul-betul ada perhatiannya yang serius terhadap kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kedua; dengan cara mengalokasikan anggaran yang cukup lumayan banyak dan memadai bagi memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan melebihi dari sektor lainnya.

Dulu kita pernah mengangkat BJ. Habibi, menjadi Presiden, seorang ilmuan dan pencinta ilmu pengetahuan tingkat dunia, kepadanya kita serahkan sejuta harapan agar dapat mengurus negeri ini menjadi lebih baik dan maju sejajar dengan negara-negara yang sudah maju. Dalam waktu singkat beliau sudah berbuat dengan mengirim putra-putra terbaik bangsa ini kuliah master ke luar negeri yang kelak akan membangun bangsa ini setelah mereka pulang, akan tetapi sebelum beliau berhasil, masa jabatannya habis karena tidak dipilih  kembali menjadi Presiden, ini adalah tragedi hitam dalam sejarah bangsa Indonesia.

Para pejabat kita sering bilang dalam berbagai kesempatan bahwa bangsa ini baru akan maju dan bangkit di tangan anak-anak bangsa yang cerdas dan pintar tetapi mereka sering lupa memperhatikan dan mengalokasikan anggaran biaya yang cukup memadai bagi kemajuan dan pengembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan untuk biaya mendidik anak bangsa ini menjadi anak yang cerdas dan pintar. Semoga ke depan tidak seperti itu lagi. Selamat HUT RI ke-70, semoga engkau semakin jaya dan maju dikelola oleh anak bangsa yang cerdas dan pintar!

 

Diposkan oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)

Dikutip dari Riau Pos Edisi Senin, 17 Agustus 2015

redaksi@uin-suska.ac.id