web analytics

MENGAPA HARGA MINYAK TURUN ? (Kunaifi)

Oleh: Kunaifi

Ketua Energy Research Centre (EnReach) FST UIN Suska Riau

Dalam tujuh bulan terakhir, harga minyak dunia turun secara drastis. Pada pertengahan 2014 harga masih bertahan pada angka sekitar $110/barel. Namun kini minyak mentah Brenthanya dihargai $50/barel, nilai paling rendah sejak pertengahan 2009. Sedangkan harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) telah merosok ke angka $48/barel. Artikel ini ditulis khusus untuk anda yang penasaran mengapa harga komoditas paling primadona ini terjun bebas, siapa yang diuntungkan dan dirugikan, berapa lama situasi ini berlangsung,apa solusinya, dan yang paling penting adalah apa sikap kita sebagai konsumen BBM?

Mengapa?

Ini adalah pertanyaan yang tidak gampang dijawab.Bisnis minyak bumi mengandung terlalu banyak parameter yang saling terkait; tidak hanya ekonomi belaka, tetapi juga politik, keamanan, lingkungan hidup, sosial, dan sebagainya. Namun, jika boleh menyederhanakan masalah, kejadian ini dapat dikatakan sebagai refleksi dari ekonomi supply-demand sederhana. Dari sisi suplai, alasan utama adalah jumlah minyak di pasar global kini melimpah ruah. Suplai minyakAS yang selama puluhan tahun belakangan didominasi minyak dari luar negeri, kini diganti dengan produksi domestik sehingga impor minyak ke AS menurun drastis. Walhasil, Arab Saudi, Nigeria dan Algeria yang sebelumnya mengekspor sejumlah besar minyak ke AS terpaksa mencari pasar baru di Asia yang sebenarnya sudah diisi oleh produsen lain. Negara-negara tersebut terpaksa menurunkan harga jual supaya tahan bersaing. Situasi makin memuncak dengan ditingkatkannyaproduksi minyak di Kanada, Irak dan Rusia. Tidak cukup sampai di situ, beberapa pekan belakangan, keadaan semakin menggila karena embargo ekonomi beberapa negara maju pada Iran dicabut, sehingga minyak Iran yang sebelumnya hanya bisa dipakai di dalam negeri, kini juga masuk pasar minyak dunia. Jumlah minyak di pasar global melimpah ruah.

Dari sisi demand, rata-rata kebutuhan minyak bumi secara global sedang turun karena ekonomi di Eropa dan banyak negara berkembang sedang lesu. Selain itu, kendaraan bermotor terknologi terbaru dirancang lebih hemat BBM.

Kedua hal tersebut di atas menyebabkan permintaan minyak menurun pada saat yang sama dengan suplai yang melimpah. Harga terjun bebas.

Koran The New York Times menyebutkan adanya teori konspirasi yang dapat dijadikan alasan. Katanya, ini adalah langkah yang sedang ditempuh Arab Saudi untuk memberi pukulan langsung ke jantung ekonomi Russia, Iran, dan AS. Sebagai pembanding, penurunan harga minyak dunia tahun 1980-an telah menjatuhkan Uni Soviet. Tetapi yang namanya teori konspirasi tentu tidak bisa dibuktikan.

Siapa Untung dan Siapa Rugi?

Pihak yang diuntungkan oleh situasi ini adalah kita, para pengguna minyak. Pada awal pemerintahan Presiden Jokowi, harga premium dinaikkan dari Rp 6.500/liter menjadi Rp 8.500/liter. Pada saat itu sebenarnya harga minyak dunia telah turun dari $ 105/barel (Juli 2014) menjadi $ 75/barel. Publik melihat kontroversi ini dan memicu unjuk rasa di hampir seluruh Indonesia. Namun pada Januari 2015, sering terus menurunnya harga minak dunia ke angka sekitar $ 55/barel, pemerintah Jokowi menurunkan harga premium sebanyak dua kali menjadi Rp 7.600/liter (1 Januari) dan Rp 6.700/liter (15 Januari). Namun kemudian harga premium dinaikkan lagi menjadi Rp 6.800/liter (1 Maret) dan kemudian Rp 7.300/liter (28 Maret) sampai sekarang. Sejak 15 Maret 2015 memang harga minyak dunia naik dari $ 52/barel dan mencapai titik tertinggi $ 62/barel pada 15 Mei 2015. Namun sejak saat itu kembali turun secara mantap ke harga sekarang $ 50/barel. Oleh karena itu, jika penurunan berlanjut, ada kemungkinan pemerintah akan menurunkan lagi harga premium. Kita lihat saja.

Saat kita diuntungkan, negara-negarayang mengandalkan ekonominya dari ekspor minyak dan perusahaan produsen minyak, tentu saja menderita kerugian yang parah. Banyak sumur minyak saat ini dihentikan operasinya. Investasi pada eksplorasi dan produksi juga sedang dipotong besar-besaran. The New York Times melaporkan Lebih 100 ribu pekerja sektor minyak dirumahkan. Penyedia jasa dan peralatan eksplorasi dan produksi kini gigit jari. Venezuela, Iran, Nigeria, Ecuador, Brazil dan Russia bisa saja mengalami guncangan ekonomi bahkan politik. Negara-negara miskin dan berkembang yang selama ini mendapat banyak bantuan dana pembangunan dari negara pengekspor minyak, kini mengalami pemotongan atau penghentian bantuan. Secara global situasi ini membuat ekonomi menjadi pucat pasi.

Sampai Kapan dan Apa Soluisnya?

Mungkin akan perlu waktu bertahun-tahun untuk memulihkan harga minyak ke angka keekonomian $ 90/barel. Waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan tergantung sebesar apa energi para produsen minyak utama seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), AS, dan lainnya, untuk kuat-kuatan. Harapan ditumpukan kepada OPEC, kartel minyak paling berpengaruh di dunia untuk melakukan intervensi. Negara-negara penderita berusaha menekan OPEC untuk memotong produksi guna meredakan banjir suplai minyak. Namun Arab Saudi dan UEA, anggota penting di OPEC,belum bersedia.Bahkan Irak sedang meningkatkan kerja pompanya. Arab Saudi beralasan, jika produksi dipotong, lalu harga naik, maka mereka akan kehilangan sebagian pasar, dan yang diuntungkan adalah pesaingnya. Harapan yang sama juga ditujukan pada AS untuk menurunkan produksi domestiknya. Solusi tercepat mungkin akan tercapai jika Arab Saudi dan AS duduk bersama.Namun perundingan kedua negera ini tidak sering berjalan mulus.

Apa Sikap Kita?

Walaupun saat ini dan beberapa bulan atau tahun ke depan kita mungkin masih akan menikmati minyak murah, adalah sangat tidak bijak jika situasi ini mendorong kita menggunakan BBM secara boros. Aksi kuat-kuatan para raksasa produsen minyak bukan disebabkan jumlah minyak di dalam perut bumi bertambah. Cadangan minyak sudah amat sedikit dan segera akan habis. Mereka juga tidak akan tahan berlama-lama mengorbankan ekonominya. Akan ada masa di mana mereka membahayakan ekonominya jika aksi tersebut dilanjutkan. Pada saat itu harga akan ’dinormalkan’ kembali dan harga BBM dalam negeri akan ikut naik. Ingat, sebagian besar BBM saat ini tidak disubsidi lagi, sehingga kenaikan harga nanti akan mengejutkan kita. Tindakan yang sedang mereka lakukan tersebut hanya mempercepat habisnya minyak. Kita, sebagai pengguna, akan ikut mempercepat habisnya minyak jika menggunakannya secara boros karena harganya murah. Yang namanya boros, tetap saja temannya syaitan, bukan?

Diposkan oleh Tim Liputan Suska News : Suardi, Donny, Azmi, PTIPD

Dimuat di Riau Pos pada hari Kamis 13 Agustus 2015

redaksi@uin-suska.ac.id

Leave a Reply