web analytics

Masyarakat Madani (Prof. Dr. Ilyas Husti)

Direktur Program Pascasarjana UIN Suska Riau

Puasa yang kita lakukan sampai penghujungkan bulan ini, ternyata dapat membentuk masyarakat madani melalui pembibitan mental-mental “madaniyah” dalam diri orang yang berpuasa. Prosesnya sangat sederhana. Individu masyarakat diwajibkan berpuasa sekitar empat belas jam setiap hari dalam satu bulan yang dimulai dari Subuh sampai Maghrib. Tidak ada pengawal, pengawas dan lain sebagainya yang diberikan wewenang memonitoring siapa yang berpuasa dan siapa pula yang tidak. Bahkan tidak ada hukuman penjara
bagi orang yang tidak berpuasa. Semuanya diserahkan kepada kesadaran masing-masing. Tetapi proses sederhana ini mampu memberikan hasil yang luar biasa berupa tumbuhnya dan berkembangnya mental-mental madaniyah dalam masyarakat.

Mental madaniyah yang dimaksud adalah mandiri, cerdas, penuh perhitungan, toleransi, taat aturan, saling menghargai dan berpikiran positif. Berdasarkan pengamatan penulis, ternyata terdapat perbedaan yang signifikan antara anak yang berpuasa dengan anak yang tidak berpuasa. Anak yang berpuasa menunjukkan kecerdasan emosi dan kemadirian lebih dibandingkan dengan anak yang tidak berpuasa. Ini terjadi karena puasa memang bertujuan menumbuhkan mental positif.

Pada bidang lain, puasa dapat memodali kita untuk membentuk masyarakat madani. Sejarah mencatat, perintah puasa turun sebelum Rasulullah menetapkan Piagam Madinah. Piagam Madinah ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya masyarakat Kota Madinah, yang kemudian disebut dengan masyarakat madani. Ini berarti puasa merupakan modal awal bagi Nabi Muhammad dan sahabatnya membentuk peradaban yang disebut dengan masyarakat madani.  Tindakan Nabi mengubah nama Yastrib menjadi Madinah, pada hakikatnya adalah sebuah pernyataan niat, atau proklamasi, bahwa beliau bersama para pendukungnya yang terdiri dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar hendak mendirikan dan membangun masyarakat beradab. Dan modal awalnya adalah puasa.

Tidaklah susah mencari dan menemukan kaitan antara puasa dengan masyarakat madani. Karakteristik puasa sesungguhnya sama dengan  karakteristik masyarakat madani. Apa yang kita rasakan menjelang penghujung Ramadan ini adalah sebuah kondisi di mana masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik. Salah satu contohnya adalah di masjid. Mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik dengan penuh tanggung jawab dan solidaritas. Ini salah satu contoh di mana puasa sesungguhnya juga membentuk masyarakat madani.

Diposkan oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)

Dikutip dari Riau Pos Edisi Kamis (23/06/2016)

redaksi@uin-suska.ac.id