web analytics

Sejarah, Riau Harus Belajar dari Brunei (Prof. Dr. Syamruddin Nasution)

Guru Besar Sejarah Peradaban Islam UIN Suska Riau

Pada Oktober 2016 yang lalu penulis berkesempatan pergi ke Brunei Darussalam dari UIN Sultan Syarif Kasim Riau untuk melakukan penelitian tentang sejarah kedatangan dan perkembangan Islam di Negara Brunei Darussalam. Dalam benak penulis sebelum melakukan penelitian akan mengalami kesulitan dalam mencari data-data di lapangan dan akan berhadapan dengan buku-buku sejarah yang sudah kumal dan penuh debu serta sangat sulit didapatkan. Tetapi gambaran tersebut menjadi sirna setelah Kementerian Hal Ehwal Ugama Brunei Darussalam mengarahkan penulis pergi mengunjungi Pusat Dakwah Islamiyah, Pusat Kefahaman Ahli Sunnah wal Jama’ah, Pusat Sejarah Brunei Darussalam dan Balai Pameran Islam Sultan Haji Hasanal Bolkiah.

Di dua tempat yang disebutkan terakhir yaitu Pusat Sejarah Brunei Darusalam ternyata ditemukan buku-buku yang sudah ditulis oleh para ahli sejarah Brunei. Mereka telah banyak melakukan pengkajian naskah-naskah dan penelitian-penelitian yang berkenaan dengan sejarah Kerajaan Brunei, sejarah kedatangan Islam ke Brunei. Hasil pengkajian dan penelitian mereka seminarkan seterusnya ditulis dalam bentuk buku-buku sejarah. Banyak buku-buku sejarah Negara Brunei Darussalam yang disediakan di kedai atau toko buku yang ada di Pusat Sejarah Brunei yang boleh dibeli oleh para pengunjung yang datang ke Pusat Sejarah Bunei tersebut sebagai oleh-oleh dari khazanah intelektual Brunei Darussalam.

Dr Abd Qadir Jailani sebagai pemandu di Pusat Sejarah Brunei mengatakan, negara Brunei Darussalam sangat merasa bertanggung jawab dan berkewajiban untuk menulis segala sesuatu yang berkenaan dengan sejarah Brunei, karena kalau tidak mereka lakukan hal tersebut. Mereka takut nanti kelak jika generasi muda Brunei tidak mengatahui sejarah Brunei dengan sempurna.

Di Pusat Sejarah Brunei terdapat ruangan di lantai atas terdiri dari bangunan khusus sebagai tempat memajang sejarah kerajaan Brunei dari dua puluh tujuh Sultan yang pernah berkuasa di Brunei dalam bentuk silsilah beserta penjelasan singkat tentang perjuangan mereka semasa menjadi Sultan, juga terdapat sejarah kedatangan Islam; siapa-siapa saja yang pertama kali datang ke Brunei menyiarkan Islam dahulu dapat dilihat dan diketahui dengan jelas karena kita ditemani oleh seorang pemandu sejarah yang sudah ditunjuk pihak Kerajaan Negara Brunei Darusalam.

Juga terdapat ruangan besar sebagai tempat pertemuan bagi delegasi yang datang ke Brunei yang ingin menyaksikan sejarah Kerajaan Brunei dan sekaligus menyaksikan khazanah intelektual Islam yang dimiliki Kerjaan Brunei Darussalam. Sewaktu penulis berada di Pusat Sejarah Brunei tersebut delegasi rombongan dari negara Cina sedang ada berkunjung ke Pusat Sejarah tersebut karena masih ada hubungan batin yang erat antara cina dan negara Brunei dalam hal awal penyiaran Islam pertama kali ke Brunei, ada yang berpendapat bahwa datangnya Islam pertama kali ke Brunei dari pedagang Cina.

Pusat Sejarah Brunei dikelola oleh seorang sejarawan Brunei yang sangat produktif menulis sehingga mendapat kehormatan dari pihak Kerajaan dengan gelaran yang panjang bernama Pehin Jawatan Dalam Maharaja Dato Seri Utama Dr Haji Awang Mohd Jamil Al-Sufri. Walaupun usia beliau sekarang sudah mencapai delapan puluh lima tahun tetapi tetap dipercaya pihak Kerajaan Brunei sebagai pengelola Pusat Sejarah Brunei di bawah Kementerian Kebudayaan, Belia dan Sukan (Olah Raga) Brunei. Di antara tulisannya yang dapat disebut; Liku-Liku Perjuangan Pencapaian Kemerdekaan Brueni,  Latar Belakang Sejarah Brunei Darussalam, Tarsilah Brunei: Sejarah Awal dan Perkembangan Islam,  Rampai Sejarah I; Meniti Sejarah Islam, Rampai Sejarah II; Melirik Sejarah Islam dan Sejarah Sultan-Sultan Brunei Menaiki Tahta.

Sedangkan di Balai Pameran Islam Sultan Haji Hasanal Bolkiah dijadikan tempat penyimpanan khazanah intelektual ulama-ulama Islam masa silam terutama para ulama-ulama Nusantara yang dikelola oleh Jabatan Mufti Kerajaan.  Sultan Hasanul Bolkiah membangun gedung yang sangat megah yang diberi nama dengan “Balai Pameran Islam Sultan Haji Hasanal Bolkiah” terletak di Darulifta Brunei Darussalam, Simpang 26 Jalan Pangiran Babu Raja, kira-kira 2 Km dari Pusat Bandara Seri Begawan Negara Brunei Darussalam.

Di Balai Pameran Islam Sultan Haji Hasanal Bolkiah tersebut tersimpan dan dipamerkan lebih dari 300 naskhah Alquran dan manuskrip Alquran dalam berbagai bentuk dan ukuran, yang kecil dan besar, di antaranya terdapat sebuah mushaf yang paling tua usianya dipamerkan yaitu berusia lebih dari 1.000 tahun yang ditulis dalam khat kufi, selain itu terdapat mushaf-mushaf tua yang berasal dari berbagai negara seperti negara Timur Tengah, Afrika Utara, Asia Selatan, Asia Utara dan Nusantara.

Juga menyimpan lebih dari 200 batang tongkat dan 60 buah tasbih. Tongkat yang dipamerkan bukan sembarang tongkat tetapi dibuat dari berbagai bahan jenis, seperti dari kayu tolong-tolong, dari tulang ikan, gading gajah, logam, tembaga, perak dan lain-lain. Demikian juga tasbih dibuat dari kayu cendana, biji kurma dan lain-lainnya. Selain dari koleksi-koleksi di atas juga mempamerkan benda-benda bersejarah yang bernilai lainnya, seperti kiswah Kakbah, peralatan astronomi, replika pintu Kakbah dan lain-lainnya yang bernilai sejarah keislaman.

Terdapat juga 708 buah manuskrip yang berada di Balai Pameran Islam Sultan Haji Hasanal Bolkiah tersebut yang terdiri dari 40 buah manuskrip Jawi, selebihnya adalah manuskrip Arab dan Persia. Di antara manuskrip jawi yang terdapat di  Balai Pameran Islam Sultan Haji Hasanal Bolkiah itu adalah kitab Sirathal Mustaqim oleh Nuruddin Ar-Raniri, kitab ‘Umdah al-Muhtajin oleh ‘Abdur Rauf Singkel, dan kitab Bidayah al-Hidayah oleh Abdul Shamad al-Palembani. Ketiga kitab tersebut berasal dari Indonesia dalam kelompok kitab-kitab Nusantara.

Peranan dan fungsi Balai Pameran Islam Sultan Haji Hasanal Bolkiah adalah mengingat banyaknya manuskrip-manuskrip dan buku-buku Islam yang ditulis oleh ulama-ulama masa silam dalam berbagai bahasa yaitu Arab, Persi dan Melayu perlu dibuat era baru di alam Melayu untuk melestarikan tamaddun dan peradaban Islam di alam Melayu dalam bidang keilmuan dan intelektual Islam. Brunei Darussalam dengan misi dan visinya mengambil peranan yang aktif untuk menjaga dan mengawal warisan Islam agar tetap terpelihara dan tidak punah atau pupus dimakan masa dan berusaha menjadikan negara Brunei sebagai pusat kecemerlangan ilmu keislaman dan kelak menjadi tumpuan para ilmuan dari seluruh dunia untuk mendapatkan kajian yang lebih lengkap tentang keislaman di Brunei. Selama ini tumpuan mereka adalah Eropa khususnya di perpustakaan Leiden Belanda karena di situlah terdapat banyak manuskrip Islam yang mereka bawa pada masa penjajahan dulu. Kini tibalah saatnya bagi negara Brunei untuk mengembalikan masa kecemerlangan Islam masa silam itu dengan mengambil peranan menjadi tumpuan para ilmuan dari seluruh dunia untuk mendapatkan kajian keislaman masa silam. Sudah lebih dari 100 ribu orang yang telah datang mengunjungi Balai Pameran Islam, dari berbagai lapisan masyarakat baik secara perorangan maupun rombongan dan dari berbagai negara, di antaranya Syekh Dr Muhammad Tantawi Syekh Al-Azhar, dari Mesir, rombongan dari Darul Ehsan Selangor Malaysia, dari Singapura,  Filipina dan lain-lainnya.

Bagaimana sikap para intelektual kita dalam hal menghargai sejarah dalam pelestarian khazanah intelektual, manuskrip-manuskrip dan peninggalan sejarah di Riau? Penggalian khazanah intelektual dan peninggalan-peninggan sejarah masa lampau di daerah Riau ini masih belum mendapat perhatian serius.

Di Kota Pekanbaru, kalau orang ingin menelusuri sejarah Pekanbaru sudah pasti dimulai dari Pasar Bawah, makam Sultan Siak dan Masjid Raya. Masalahnya sekarang, bagaimana lagi orang bisa menelusuri sejarah Pekanbaru kalau masjid yang bernilai sejarahnya saja sudah berubah. Mana masjid dulu yang pertama kali dibangun di Pekanbaru? Tidak dapat lagi diketahui generasi muda kita sekarang.

Jika belajar dari negara Brunei, masalah kita ke depan, diharapkan di antara para intelektual dan pemuka masyarakat Melayu Riau ini ada yang mempelopori berdirinya Balai Pameran Sejarah Riau yang dibangun megah sebagai tempat menyimpan manuskrip-manuskrip, khazanal intelektual melayu dan peninggalan-peninggalan sejarah Riau masa silam lainnya, syukur kalau dapat dijadikan tempat tumpuan para ilmuan dari gugusan kepulauan Melayu untuk mendapatkan kajian keislaman dan kemelayuan masa silam di tempat tersebut. Semoga menjadi kenyataan.

Dikutip dari Riau Pos Edisi Rabu, 1 Maret 2017