web analytics

Godaan Ibadah Kurban (Prof. Dr. Syamruddin Nasution)

Guru Besar Sejarah Peradaban Islam UIN Suska Riau
Ketika kedua anak Nabi Adam ‘Alaihissalam (AS), Qabil dan Habil disuruh Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) berkurban, maka berkurbanlah keduanya dengan niat yang berbeda. Menurut riwayat Ibn Abbas dan Ibn Umar, kedua mereka ini berbeda pekerjaan. Adapun Qabil bekerja sebagai petani sementara Habil sebagai pengembala. Masih dari riwayat Ibn Abbas mengatakan Habil dapat melawan godaan hawa nafsunya, dipilihnya kambingnya yang gemuk, sehat, kekar dan disertai dengan hati senang dan ikhlas mengorbankannya.

Sebaliknya, ketika Qabil berkurban dia tidak dapat melawan godaan hawa nafsunya, maka dipilihnyalah kurbannya dari hasil ladangnya yang tidak berarti dan tidak berguna lagi, ujung-ujung gandum yang dia sendiri pun merasa bahwa gandum itu tidak dapat untuk dimakan dan tidak ada harganya untuk dijual. Itulah yang dikurbankannya. Allah SWTmenjelaskan; “Maka diterimalah dari yang seorang dari mereka berdua dan tidak diterima dari yang seorang lagi” (QS.: 5: 27).

Dari kisah kedua anak Nabi Adam AS tersebut dapat diketahui bahwa ada di antara keduanya yang berhasil melawan godaan hawa nafsunya, kurbannya diterima, tetapi ada pula yang tidak berhasil, kurbannya ditolak. Maka Qabil marah kepada Habil dan mengancam saudara kandungnya itu; “Sungguh engkau akan kubunuh” (QS: 5 : 27). Tetapi saudaranya menjawab; “Yang diterima oleh Allah hanyalah dari orang yang bertaqwa” (QS: 5: 27).

Selanjutnya Habil menasehati saudara kamdungnya itu, janganlah engkau marah kepadaku wahai saudaraku, periksalah dulu kesalahanmu sendiri, mungkin engkau berkurban tidak dari hati yang tulus ikhlas, maka bagaimana Allah menerima kurbanmu. Sekali lagi janganlah engkau marah-marah, luruskan niat, tegakkan takwa dan ketulusan kepada Allah, jika engkau berkurban sekali lagi, niscaya kurbanmu akan diterima Allah.  Jika engkau membunuhku maka engkau memikul dua dosa; dosa tidak ikhlas kepada Allah dan dosa membunuh saudaramu sendiri.

Tetapi nafsu angkara murkanya tidak dapat dikendalikannya maka dibunuhnya jugalah saudaranya tersebut. “Maka jadilah dia dari golongan yang merugi”.

Ketika Nabi Ibrahim AS diperintahkan Allah berkurban untuk menyembelih anak kandungnya sendiri Ismail, maka perintah Allah ditunaikannya. Ketika itu Nabi Ibrahim dihadapkan kepada dua pilihan. Pertama, sebagai ayah dia pasti cinta kepada anaknya tentu tidak tega untuk menyembelih anak sendiri, apalagi sudah sekian lama ditunggu kedatangannya lebih kurang 100 tahun umur Nabi Ibrahim AS, barulah dia mendapatkan anaknya Ismail tersebut. Kedua, sebagai Rasul dia harus patuh kepada perintah Allah tetapi cinta kepada Allah melebihi cintanya kepada anaknya sendiri maka perintah Allah dilaksanakannya.

Ketika Ismail diminta ayahnya Ibrahim bagaimana pendapatnya tentang perintah Allah tersebut untuk menyembelihnya, maka remaja kecil Ismail menyatakan taqwanya kepada Allah dan juga baktinya kepada orang tuanya, dia rela menyorbankan jiwanya jika itu perintah Allah dengan mengucapkan: “Hai bapakku kerjakanlah apa yang telah diperinyahkan Allah kepadamu insya Allah engkau akan mendapatkan aku termasuk orang-orang yang sabar”. (As-Shaffa: 102)

Ketika Ibrahim AS membawa anaknya Ismail  AS untuk dia sembelih dengan tangannya sendiri, terjadi perjuangan yang sangat dahsyat antara Ibrahim, anaknya Ismail dan isterinya Siti Hajar terhadap godaan setan yang hendak menggagalkan pelaksanaan ujian Allah tersebut yang ingin menjerumuskan mereka ke jurang kehancuran.

Setan datang menggoda Siti Hajar dan mengatakan; “Tahukah engkau kenapa Ibrahim membawa puteranya Ismail?”. Hajar menjawab; “Ibrahim pergi membawa puteranya untuk mencari beberapa keperluan”. Setan balik menjawab; “Tidak, Ibrahim tidak membawa puteranya untuk mencari keperluan, tetapi ia membawa hendak menyembelihnya”. Kemudian Hajar mengatakan; “Mengapa dia akan menyembelihnya”. Setan menjawab, “Untuk melaksanakan perintah Tuhannya”. Dengan tegas Siti Hajar mengatakan kepada setan; “Pergilah engkau dari sini selagi itu perintah Allah pasti Ibrahim akan melaksanakannya dengan baik”. Setan gagal menggoda Siti Hajar.

Dasar setan, dia tidak berputus asa, lalu pergi menghadap Ibrahim dengan tujuan yang sama hendak merusak keimanan Ibrahim. Selanjutnya Setan mengatakan “Niat apa yang hendak engkau lakukan kepada putramu, Hai Ibrahim?” Apa artinya engkau menyembelihnya padahal engkau adalah orang tua yang lanjut usia dan engkau sangat memerlukan putramu?” Bagaimana engkau mempercayai mimpi wahai Ibrahim?” Mimpi itu adalah dusta”. Tanpa menjawab Ibrahim melempar syaitan itu berulang kali sebagai protes atas godaan yang dilakukan setan itu terhadapnya. Untuk kali kedua setan gagal menipu Ibrahim AS.

Sebenarnya setan ingin menggoda Ismail  AS lagi tetapi karena sudah dilempari Ibrahim AS berulang kali tidak ada kesempatan lagi baginya mendekati Ismail. Tetapi sekiranyapun dia sempat menggoda Ismail hasilnya pasti gagal seperti gagalnya dia menggoda Ibrahim dan Siti Hajar. Maka Ibrahim berhasil melaksanakan perintah Allah. Setelah Allah mengetahui ketaatan Ibrahim kepada perintahnya dan kepatuhan putranya Ismail, Allah pun meluluskan mereka dalam ujian itu dan menggantinya dengan kibasy.

Kini kita umat Nabi Muhammad SAW diperintahkan berkurban. Maka marilah kita berkurban dengan penuh keikhlasan. Karena yang akan dinilai Allah dari kurban kalian bukan dagingnya, bukan pula darahnya tetapi kerelaan dan keikhlasannya. Jangan sampai berkurban seperti Qabil yang marah-marah. Apalagi menjelang Pilkada sekarang, sudah berkurban di daerah sana, daerah sini, ternyata suaranya kalah di kampung tersebut, lalu marah-marah bilang orang tidak tahu berterima kasih. Kalau seperti itu samalah kurbannya dengan si Qabil berkurban tidak ikhlas. Masa kini mari kita contoh ketabahan hati Habil sebagai tokoh. Dia mempunyai kelembutan hati yang luar biasa, mengalah, tidak mau melawan saudara kandungnya, jika ada duplikat Habil sekarang maka negara ini akan aman, tidak akan ada tindakan radikal dan terhindar dari konflik dan kerusuhan.

Kita contoh Nabi Ibrahim AS sebagai ayah. Bagaimanapun cintanya memenuhi keperluan anaknya tidak membuat dia sampai lupa mendahulukan pengabdian dan pengorbanannya kepada Allah. Ismail sebagai anak. Dia mempunyai kepatuhan yang luar biasa dari seorang remaja yang berjiwa besar. Siti Hajar sebagai ibu, yang tidak dapat digoda setan. Kita pun tidak perlu ragu kalau berkurban menyebabkan miskin. Bahkan jika berkurban dengan niat membantu menegakkan agama Allah pasti akan mendapat pertolongan-Nya. Rasa tauhid seperti inilah yang perlu ditanamkan di tengah-tengah masyarakat saat ini

Diposkan oleh Tim Liputan Suska News

Dikutip dari Riau Pos Edisi Selasa, 29 Agustus 2017