Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Suska Riau
PEMILIHAN kepala daerah secara serentak pada 9 Desember, tidak lama lagi. Masing-masing pasangan calon kepala daerah sudah ditetapkan komisi pemilihan umum (KPU). Setelah ditetapkan pasangan calon oleh KPU, tahap selanjutnya adalah masa kampanye oleh masing-masing calon kepala daerah. Di sinilah momen yang tepat bagi pasangan calon menunjukkan kelebihan serta program yang akan dijalankan jika terpilih nanti.
Bermacam cara dilakukan oleh bakal calon kepala daerah untuk menarik hati para pemilih. Mulai dari hiburan rakyat, pertandingan rakyat, blusukan atas nama rakyat, menggunakan slogan khusus untuk pasangan calon, pakaian dengan ciri khas agar mudah diingat. Bahkan ada oknum-oknum tertentu yang menjatuhkan dan saling membuka kejelekan masing-masing pasangan calon. Di sinilah nilai-nilai kesantunan dalam berpolitik sudah tidak ada lagi pada diri mereka.
Sehingga demi untuk kelancaran perpolitikan, pemerintah membuat suatu regulasi/aturan dalam hal ini adalah undang-undang yang mengatur tentang larangan-larangan dalam tahapan kampanye. Larangan-larangan tersebut sebagaimana tercantum dalam pasal 86 Undang-undang 8 tahun 2012 pasal 86 tentang Larangan Kampanye, diatur tegas hal-hal yang dilarang. Yaitu mempersoalkan dasar negara Pancasila, UUD dan bentuk NKRI, melakukan kegiatan yang membahayak keutuhan NKRI, menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan atau peserta pemilu lain. Selain itu, menghasut dan mengadu domba perseorangan atau masyarakat , menganggau ketertiban umum, mengancam melakukan kekerasan atau menganjurkan kekerasan kepada seseorang/sekelompok masyarakat dan atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu lain, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, tempat pendidikan, membawa atau menggunakan tanda gambar dan /atribut selain dari peserta pemilu bersangkutan dan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lain kepada peserta kampanye.
Meskipun sudah dibuat suatu larangan dan sanksi masih banyak para bakal calon yang melakukan pelanggaran politik seperti memberikan sesuatu dalam bentuk uang atau materi seperti seragam olahraga, bola, alat musik rebana, seragam organisasi, fasilitas tempat ibadah dan lain-lainnya. Tercatat berdasarkan laporan komite independen pemantau pemilu (KIPP) dipaparkan sejumlah temuan pelanggaran pemilu lalu. Wakil sekjend KIPP Indonesia Girindra Sandino menjelaskan, 420 pelanggaran yang tergolong kedalam tujuh jenis pelanggaran antara lain manipulasi (5 persen), politik uang (13 persen), netralitas penyelengara (7 persen), hak pilih (13 persen), kampanye (31 persen), profesionalitas (22 persen) dan logistik (9 persen).
Ambil Barangnya Jangan Pilih Orangnya
Sebagai pemilih yang cerdas, “ambil barangnya, jangan pilih orangnya”. Sekilas slogan ini kesannya melawan “money politic” atau serangan fajar bagi-bagi duit pada hari-hari menjelang hari pemilu atau saat kampanye yang marak terjadi belakangan ini. Prabowo pun ikutan latah mengatakan dengan cara lain, “Ambil uangnya, tapi pilih sesuai nurani.” Maksudnya adalah apabila adalah pasangan calon yang memberikan sesuatu dalam bentuk materi dengan tujuan agar memilih mereka, tetapi pasangan calon tersebut tidak sesuai dengan pilihan hati nurani kita, maka lakukan sikap dengan cara mengambil materi/barang tersebut dan jangan dipilih orangnya. Cara ini bisa membuat para politikus yang suka membeli suara rakyat dibuat jera dan bertobat untuk melakukan praktik politik uang. Saat ini rakyat sudah cerdas dan tidak bisa dibodoh-bodohi lagi.
Disinilah salah satu penyebab para calon legislatif yang tidak naik pada pemilu yang lalu mengalami stres atau dpresi. Ketika sudah banyak uang/materi yang dikeluarkan, tetapi jabatan yang diinginkan tidak kunjung didapatinya. Sudah banyak barang-barang pribadi seperti rumah, tanah, mobil maupun yang lainnya habis terjual serta hutang di sana-sini untuk membeli suara rakyat, namun apa hendak dikata, suara yang dibeli barangnya tidak tampak. Hal ini juga bisa terjadi terhadap para calon kepala daerah, dalam ajang pemilihan kepala daerah secara serentak yang pertama kali akan dilaksanakan Indonesia pada 9 Desember nantinya.
Laporkan Kepada Yang Berwenang
Sebagai pemilih yang cerdas, jika terjadi pelanggaran pemilihan kepala daerah laporkan kepada pihak yang berwenang dalam hal ini adalah pengawas pemilu lapangan di masing-masing desa/kelurahan, panwaslu kecamatan, panwaslu kabupaten/kota dan panwaslu provinsi. Kemudian yang boleh melaporkan dalam pelanggaran pemilihan kepala daerah adalah seluruh warga negara yang mempunyai hak pilih, pemantau pemilu atau peserta pemilu sendiri. Dengan catatan laporan pelanggaran memuat beberapa hal yaitu nama dan alamat pelapor, waktu dan tempat kejadian perkara, nama dan alamat pelanggar, nama dan alamat saksi-saksi serta uraian kejadian. Laporan itu boleh disampaikan secara lisan maupun tulisan kepada pihak yang berwenang.
Pemilih yang cerdas tidak perlu takut untuk melaporkan terhadap pelanggaran pemilu, karena hal ini menyangkut masa depan suatu daerah lima tahun mendatang. Jangan hanya karena takut untuk melaporkan terhadap pelanggaran pemilu, masa depan rakyat akan tergadaikan, penuh dengan kesengsaraan dan hak-hak rakyat akan terus digrogoti dan dirampas. Karena disebabkan oleh kepemimpinan para pemimpin yang hanya mencari keuntungan pribadi semata. Perlu diingat bahwa pemimpin yang baik, mereka tidak akan menghalalkan bermacam cara untuk menduduki suatu jabatan atau posisi. Jika ada calon pemimpin yang menghalalkan bermacam cara untuk menduduki suatu jabatan, saksikanlah bahwa mereka bukanlah pemimpin yang baik.
Mudah-mudahan dengan adanya pemilih yang cerdas, akan mampu melahirkan pemimpin-pemimpin daerah yang benar-benar memperjuangkan serta menyejahterahkan rakyat dan daerahnya.
Diposkan Oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)
Dikutip dari Riau Pos Edisi Kamis, 1 Oktober 2015
redaksi@uin-suska.ac.id