oleh Imron Rosidi (Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi)
Sejak Nabi Adam AS, sejarah manusia selalu ditandai dengan keserakahan dan ketamakan. Apa yang diperebutkan oleh Qabil, putra Adam AS adalah simbol keserakahan pertama dalam sejarah manusia. Sejak saat itu, keserakahan Qabil turun-temurun dalam darah manusia berikutnya.
Keserakahan menyebabkan makhluk-makhluk lain punah di tangan manusia. Burung-burung yang dahulu di kampung sering berkicau, sekarang sangat susah ditemui. Gajah telah mulai sirna, bahkan harimau yang dikenal sebagai raja hutan juga pelan-pelan ditelan ketamakan manusia. Dirinya yang dianugerahi oleh Tuhan kemampuan berpikir telah dikotori oleh keserakahan duniawi.
Hasrat yang memenuhi pikiran manusia mencederai peradaban manusia itu sendiri. Perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina dipicu tidak lain dan tidak bukan oleh ketamakan manusia. Ketamakan dan keserakahan akan menenggelamkan pemahaman bahwa dirinya tidak lain adalah ciptaan Tuhan. Manusia yang tamak dan serakah dimungkinkan dirinya tidak memahami tentang kenyataan bahwa dirinya hanyalah ciptaan Tuhan. Pengendalian keserakahan yang mulai senja dalam peradaban manusia berupaya dibangkitkan melalui puasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadan. Dalam hal ini, terdapat tiga hikmah puasa yang terkait dengan pengendalian ketamakan dan keserakahan dalam diri manusia.
Pertama, kewajiban puasa di bulan Ramadan mengajarkan kepada umat Islam tentang pentingnya memahami bahwa manusia adalah lemah ketika ditimpa lapar dan dahaga. Ketika dirinya lemah, pada saat itu individu yang melaksanakan puasa seharusnya menyadari tentang ketidakhebatan seorang manusia. Apa yang terjadi jika seorang manusia tidak makan dan minum selama 10 hari? Bukan lagi lemah fisiknya, mungkin pada saat itu ajal menjemputnya. Lalu, pada titik ini, puasa mengajarkan tentang ketidakberdayaan yang dihadapi manusia ketika tidak makan dan minum. Dengan demikian, muslim yang berpuasa seharusnya menyadari bahwa tidak ada yang hebat dalam dirinya.
Manusia hanya ciptaan Tuhan yang tidak perlu menyombongkan diri di kalangan manusia, apalagi di hadapan Tuhan sang Pencipta. Ketamakan biasanya muncul karena dirinya merasa lebih hebat dibanding yang lainnya. Ketamakan dan keserakahan muncul dari rahim kesombongan dan keangkuhan.
Kedua, puasa mengajarkan bahwa manusia harus membersihkan pikirannya dari ketamakan dan keserakahan yang mungkin berkembang dalam pikirannya yang tak terbatas. Semua bahan makanan yang terlezat dan minuman terenak tersedia namun tak akan dimakan dan diminum jika belum waktunya berbuka. Pada saat berbuka, semua makanan dan minuman segala jenis yang tersedia ternyata tidak semuanya mampu ditampung dalam perut manusia.
Pada saat itu, setiap muslim yang berbuka seharusnya merenung, tidak ada gunanya tamak dan serakah sebab secara fisik tubuh manusia tidak mampu menampung ketamakan dan keserakahan terhadap dunia. Tuhan menciptakan fisik manusia terbatas. Sementara ketamakan dan keserakahan tidak terbatas. Manusia ingin mendapatkan sesuatu, setelah sesuatu itu didapat dia ingin sesuatu lagi yang lebih. Ketika itu diperoleh, sesuatu lagi yang lebih hebat ingin dikejar. Begitu seterusnya, tak terbatas. Ketiga, puasa mengajarkan tentang pentingnya kesejahteraan jiwa. Dewasa ini, sebagian besar orang mengalami kesejahteraan fisik. Tingkat kesejahteraan masyarakat mengalami perbaikan. Banyak orang yang sakit atau meninggal bukan karena kelaparan, namun karena kekenyangan. Sakit diabetes, kolestrol hingga obesitas merupakan tipikal penyakit yang timbul karena kekenyangan. Namun, kesejahteraan fisik tersebut kurang berkorelasi dengan kesejahteraan jiwa. Kesejahteraan fisik yang diperoleh tidak mampu mengendalikan ketamakan dan keserakahan.
Orang yang mengalami stres dan perilaku abnormal justru meningkat akibat dari ketidaksejahteraan jiwa ini. Konsumsi narkoba juga sangat meresahkan akhir-akhir ini. Puasa mengajarkan kepada kita bahwa perilaku dan jiwa harus stabil. Kesejahteraan jiwa yang ditandai oleh pikiran dan jiwa yang bebas dari tamak dan serakah harus dibersihkan. Jika tidak, maka penyakit turunan dari tamak dan serakah akan berkembang biak dalam jiwa dan pikiran manusia. Penyakit turunan dari tamak dan serakah adalah iri, dengki dan hasad. Puasa diwajibkan kepada setiap muslim selama Ramadan agar jiwa dan pikiran berpuasa juga. Hal ini berarti bukan semata-mata kita diminta untuk berpuasa dari makan dan minum, namun juga berpuasa dari ketamakan dan keserakahan.
Dahaga dan lapar terhadap dunia harus dikendalikan. Sumber ketamakan dan keserakahan adalah makan dan minum yang berlebihan terhadap dunia. Dalam puasa, lapar terhadap makanan dan dahaga terhadap minuman harus dikendalikan sebagaimana dahaga dan lapar terhadap dunia harus dikontrol. Jiwa dan pikiran yang sehat atau sejahtera akan melahirkan pribadi muslim yang berakhlak baik, yang pada gilirannya akan tercipta masyarakat yang beradab. Kehadiran Ramadan setiap tahun merupakan ikhtiar membersihkan dan mengendalikan jiwa dan pikiran manusia dari ketamakan dan keserakahan untuk mewujudkan masyarakat madani yang merupakan cita-cita setiap komunitas muslim di dunia.
Telah Terbit di Riau Pos Edisi 16 April 2022