Oleh Dr. Hidayatullah Ismail, Lc, MA
(Dosen Pascasarjana UIN Suska Riau, Prodi Hukum Keluarga S3)
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma menceritakan, “Setelah Ibrahim selesai membangun Ka’bah, dikatakan kepadanya: Serulah manusia melaksanakan Haji! Ibrahim menjawab: Wahai Tuhanku, apakah suaraku sampai ke mereka? Allah swt berfirman: Serulah, dan kami menyampaikan –seruan itu-. Kemudian Ibrahim berseru: “Wahai manusia, telah diwajibkan haji ke Baitul ‘Atiq (baitullah) atas kalian, maka berhajilah kalian.” Ibnu Abbas melanjutkan, “Apa saja yang ada di antara langit dan bumi mendengar seruan itu, tidaklah engkau lihat manusia dari penjuru bumi datang bertalbiyah?!” Dalam lafadz lain dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata: Ibrahim berdiri di atas batu lalu menyeru, “Wahai manusia, diwajibkan haji atas kalian. Orang-orang yang masih di sulbi para laki-laki dan di rahim para wanita mendengarnya. Lalu orang-orang beriman menjawabnya dan orang-orang yang telah Allah catat akan berhaji sampai hari kiamat “Labbaika Allahuma Labbaika (Kami penuhi seruan-Mu, ya Allah. Kami penuhi seruan-Mu, Ya Allah).” (Diriwayatkan Al-Faqihi dengan isnad shahih)
Dari paparan hadits di atas, maka jelas alasan mengapa kerinduan di hati orang beriman untuk melaksanakan ibadah haji tak pernah padam, tak perduli seberapa lama antrian yang harus ditunggu, tetap diupayakan meskipun biayanya terus merangkak naik. Ternyata alasannya adalah seruan Ibrahim sang pemimpin orang bertauhid yang Allah sampaikan kepada setiap hati yang juga bertauhid. Demikian Allah menjadikan ibadah haji syiar kemurnian tauhid. Dimana Jamaah haji dari seluruh dunia berkumpul di satu waktu, di satu tempat, dan dalam satu rangkaian ibadah yang sudah dicontohkan oleh rasulullah saw, mempersembahkan seluruh ibadah untuk zat yang maha esa, rab semesta alam.
Syiar tauhid pada Waktu pelaksanaan ibadah haji.
Waktu pelaksanaan ibadah haji adalah waktu yang telah tentukan Allah swt, sebagaimana firmannya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi (QS.Al-baqoroh: 197) Yaitu bulan syawwal, dzulqa’dah, dan sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Ayat ini merupakan dalil tidak dibolehkannya berihram haji sebelum bulan-bulan ini, dan barangsiapa yang berihram sebelum ini maka hendaklah ia memulainya dengan ibadah umrah.
Syiar tauhid pada tempat pelaksanaan ibadah haji.
Allah swt berfirman: Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang ruku’ dan sujud (QS. Al-haj. 26)
Wahbah zuhaili menjelaskan ayat diatas: Ingatlah wahai Rasul, ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim tempat Baitullah untuk membangunnya, supaya menjadi pusat pengesaan Allah, dan Kami wasiatkan kepadanya untuk tidak menyekutukan Allah dengan apapun. Juga untuk membersihkan berhala di sekitar Ka’bah agar digunakan untuk thawaf, shalat, berdoa, rukuk dan sujud. Ruku’ dan sujud adalah kinayah untuk shalat secara keseluruhan karena keduanya adalah rukun yang paling utama.
Setelah melewati ujian berat Allahswt muliakan keluarga ini dengan menyerukan manusia untuk melaksanakan ibadah haji, mengibarkan bendera tauhid, melawan kesyirikan, menghancurkan berhala dengan tangan sendiri. Sebagaiaman firmannya: Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. (QS. Al-anbiya: 58)
Syiar tauhid pada rangkaian ibadah haji
Bacaan talbiyah merupakan syiar tauhid, Ketika jamaah haji atau umroh mengumandangkan talbiyah sejatinya dia sedang mengibarkan bendera tauhid kepada Allah swt.
Seorang sahabat Nabi yang mulia, bernama Jabir bin Abdillah ra, ketika menjelaskan sifat haji Rasulullah saw mengatakan: Maka Nabi bertalbiyah dengan tauhid, yaitu:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ. رواه مسلم
Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, tiada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kerajaan hanyalah kepunyaan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu. (HR. Muslim)
Jabir bin Abdillah ra menyebutkan talbiyah Nabi saw di atas sebagai talbiyah dengan tauhid. Sebab di dalamnya berisi pemurnian ibadah hanya kepada Allah semata dan membuang kesyirikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa kalimat-kalimat talbiyah itu bukan semata lafaz yang sia-sia, tetapi mengandung makna agung yang merupakan ruh dan asas agama, yaitu tauhidullah.
Demikian juga dengan thawaf, mengelilingi ka’bah tujuh putaran, membaca zikir dan doa serta permohonan ampunan kepada Allah swt, memulai tawaf dengan membaca: Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah (aku mulai thawaf) dengan keimanan kepada-Mu, membenarkan kitab-Mu (Al-Qur`an), dan setia menunaikan perjanjian kepada-Mu dan serta mengikuti petunjuk Nabi-Mu Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sholat dua rakaat di belakang makom ibrohim dengan membaca surat Al-kafirun dan Al-ikhlas yang merupakan dua surat paling agung menggambarkan tauhid, wala’ dan baro’, mencintai dan membenci karena Allah swt.
Usai tawaf, menuju melaksanakan sai lalu membaca: Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. (QS. al-Baqarah/2:158), Menaiki bukit Shafa, lalu menghadap ke arah Ka’bah hingga melihatnya kemudian membaca:
Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar.
Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah segala kerajaan dan segala pujian untuk-Nya. Dia yang menghidupkan dan yang mematikan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata. Dialah yang telah melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan tentara sekutu dengan sendirian.”
Semua bacaan dan zikirnya merupakan syiar pemurnian tauhid.
Wukuf di arofah merupakan rukun haji yang paling pokok, hari ini paling banyak Allah swt membebaskan manusia dari neraka, puasa hari arofah bagi yang tidak haji memiliki keutamaan yang agung, doa di hari arofah adalah doa terbaik, nabi bersabda: Sebaik-baik doa adalah doa hari Arafah, dan sebaik-baik ucapan yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah La ilaha illallah wahdahu la syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syaiin qadir.” (HR. at-Tirmidzi no. 3585). Dalam do’a tersebut mengandung syiar tauhid yang agung.
Di antara wajib haji adalah mabit malam hari nahar di muzdalifah pada sebagain besar malam yang ada, Allah swt memerintahkan untuk berzikir di masyarail haram, sebagaimana firmanNya: Maka apabila kamu telah bertolak dari arofah, berzikirlah kepada Allah di masyaril haram (muzdalifah). (QS. Al-baqoroh: 198), semua aktifitasnya dalam rangka zikir dan mentauhidkan Allah swt.
Di mina melontar jumrah aqobah pada tanggal 10 zulhijjah, dan melontar tiga jumroh lainnya pada hari tasyriq, yaitu 11, 12 dan 13 bagi yang masih ingin tetap dimina. Hari-hari tsyariq merupakan hari makan, minum dan zikrullah, semua ini dilakukan dalam rangka ibadah dan mensyiarkan tauhid kepada Allah swt. Sebagaimana sabda nabi saw: Sesungguhnya tawaf di ka’bah, melakukan sai antara shofa dan marwa dan melempar jumroh adalah bagian dari zikir kepada Allah swt. (HR. Abu Daud)
Allah swt berfirman: dan berzikirlah dengan menyebut nama Allah dalam beberapa hari yang berbilang (hari tasyriq) (QS. Al-baqoroh: 203). Yang dimaksud berzikir disini adalah dengan bertakbir Ketika melontar jumroh. Ini bukti kuat bahwa hikmah disyariatkannya melontar jumroh adalah mengingat Allah swt.
Menyembelih hewan kurban pada taggla 10 atau pada harai-hari tasyriq, yang sangat erat kaitannya dengan nilai tauhid seorang hamba kepada Allah swt, mengajarkan keikhlasan berkorban karena Allah swt. Merayakan hari kurban sejatinya merayakan kemenangan tauhid atas kesyirikan, mengorbankan segala kepentingan dunia demi kepentingan Allah swt, dengan berkorban kita meraih kedekatan dengan Allah swt, sebagaimana firmanNya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. (QS. Al-haj. 37)
Mencukur dan memendekkan rambut merupakan ibadah wajib dan membuat orang yang telah berhaji dianggap telah halal dari larangan ihrom. Mencukur rambut sebagai bentuk merendahkan diri kepada Allah swt, karena telah menghilangkan rambut yang merupakan perhiasan dirinyan. Dari penjelasan di atas seluruh rangkaian ibadah haji dalam rangka syiar kemurnian tauhid. Walillahil hamd