Post Views: 133
Integrasi Ilmu: “Aqidah Akademis” Keilmuan di UIN
Oleh Prof. Dr. Amril M., MA
A. Sebuah Rasionalitas
Integrasi ilmu di UIN dalam beberapa dekade belakangan ini telah didedikasikan menjadi bagian terdalam dalam aktivitas akademis di lembaga pendidikan tinggi ini, bahkan menjadi dasar pijakan dan orientasi kelangsungan aktivitas akademis di setiap lembaga pendidikan ini. Begitu mendasar dan mendalamnya paradigma Integrasi Ilmu di perguruan tinggi di bawah nama PTKI ini setidaknya termaktub secara jelas dan tegas pada visi dan misi di sebagian besar di Peguruan Tinggi di bawah naungan PTKI ini khususnya UIN, juga Integrsi Ilmu telah pula dijadikan sebagai ciri pembeda senyatanya dalam perjalanan keberadaan UIN dalam dua dekade terakhir ini yang dimulai dengan lahirnya reposisi IAIN ke wider mandate, kemudian puncaknya membuahkan Universitas Islam Negeri (UIN) pada beberapa IAIN seperti UIN Syahid Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, UIN Maliki Malang, UIN Sulthan Syarif Kasim Riau dan UIN Awaluddin Makasar, kemudian pada masa berikutnya memunculkan UIN Sunan Gunung Jati Bandung, UIN Ar-Raniri Banda Aceh, UIN Raden Patah Palembang, UIN Walisongo Semarang dan UIN Sunan Ampel Surabaya dan masih sangat terbuka beberapa UIN akan lahir lagi dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Adalah sesuatu yang menarik untuk dicermati akan posisi Integrasi Ilmu ini sebagai paradigma keilmuan di UIN. UIN sebagai puncak akumulasi perkembangan PTKI setidaknya dalam dua dekade terakhir ini, telah menunjukkan senyatanya sebuah komitmen kuat untuk melaksakan Integrasi Ilmu di Pendidikan Tinggi mereka masing-masing. Pertanyaan yang dapat dimunculkan adalah apakah Integrasi Ilmu ini telah ditempatkan pada posisi “jantung” yang siap mengalirkan darah aktivitas akademis di UIN ini, atau sebaliknya hanya sebagai “organ” yang memiliki posisi kesejajaran dengan organ aktivitas akademik lainnya, atau bahkan Integrasi Ilmu ini tersubordinasikan oleh “organ” aktivitas akademik lainnya. Atau dalam bentuk pertanyaan lain bahwa sudahkah Integrasi Ilmu ini telah menjadi keyakinan akademis yang mendasari bagi setiap aktivitas dosen, karyawan dan mahasiswa dalam segala kegiatan akademis mereka. Atau hanya sebatas “kerinduan” yang sangat tegantung pada suasana hati dan “mode” seseorang yang justru tidak akan pernah sama orang yang satu dengan lainnya.
Dalam tulisan ini pertanyaan di atas tidak dimaksudkan untuk mencari tahu tingkat penerimaan dosen dan mahasiswa terhadap Integrasi Ilmu ini dalam konteks pemaknaannya sebagai “aqidah akademik” di UIN, akan tetapi lebih ditujukan untuk memperkuat bahwa Integrasi Ilmu ini di UIN merupakan sesuatu yang tidak lagi perlu diperdebatkan apalagi ditolak di sebahagian kalangan dosen dan mahasiswa. Sebaliknya justru kata “aqidah akademik” ini untuk “mengikat atau membuhul erat” –sebagai bagian dari arti ”aqidah”- dalam semua aktivitas akademis mereka.
B. Makna “Aqidah Akademis” Keilmuan ?
Tidak diragukan bahwa kata “aqidah” merupakan teminologi yang ditemukan dalam bahasa agama, khususnya Islam. Menelisik makna dari akar katanya “al-‘aqdu” yang berarti ikatan, buhul, pengesahan, penguatan, kokoh, keyakinan dan penetapan dan seterusnya, mengimplisitkan bahwa secara praktis kata ini mengandung makna sebuah sikap yang kuat, kokoh, diikat dan dibuhul erat sehingga menjelma menjadi sebuah keyakinan tanpa sedikit pun keraguan terhadap sesuatu yang mesti diyakini. Dalam wacana agama tentunya mengimani sekuat-kuatnya terhadap Allah swt sebagai zat satu-satunya yang berhak diyakini beserta derivasinya.
Penempatan Integrasi Ilmu sebagai “aqidah akademik “ keilmuan di UIN seperti ditampilkan pada judul di atas sesungguhnya dimaksudkan bahwa Integrasi Ilmu di UIN dalam perspektif makna “aqidah” seperti diuraikan di atas bertujuan untuk menunjukkan bahwa Integrasi Ilmu ini sudah sejatinya dijadikan keyakinan dan sikap serta perilaku akademis bagi seluruh civitas akademika di UIN. Selain alasan konseptual Integrasi Ilmu itu sendiri yang memang bagian utama dari fungsi UIN yang dapat disimpulkan mencakup fungsi dakwah dan pengembangan ilmu keislaman (Muhmidayeli, 2013: 48) yang semakin kompleks dan penuh tantangan dari kemajuan sains dan teknologi, juga Integrasi Ilmu itu sendiri dalam sejarah pejalanan UIN telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kemunculan UIN itu sendiri sampai saat ini.
Integrasi Ilmu sebagai paradigma keilmuan di UIN secara eksplisit dituangkan dalam dokumen yuridis-formal pada setiap UIN. Misalnya di dalam dokumen rencana strategis UIN misalnya pada visi yang secara eksplisit menegaskan bahwa Integrasi Ilmu merupakan paradigma keilmuan di UIN. Sebagai sampel misalnya UIN Syahid Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan UIN Maliki Malang. Ketiga UIN ini secara eksplisit menampilkan Integrasi Ilmu secara eksplisit pada visinya sebagai epistemologi keilmuan mereka meskipun diungkap dengan rumusan kalimat yang sedikit berbeda satu dengan lainnya. (Amril M, et all, 2014: 63-87). Hal yang sama juga ditemukan pada UIN Sulthan Syarif Kasim Riau mengeksplisit visinya sebagai beikut:
Visi UIN Suska Riau tahun 2033 :” Terwujudnya UIN Sulthan Syarif Kasim Riau sebagai perguruan tinggi model dalam bidang penelitian integrasi keilmuan di dunia tahun 2033”. Visi ini dijabarkan lagi menjadi visi-visi antara sebagai berikut:
Visi 2024-2028; “ Terwujudnya UIN Sulthan Syarif Kasim Riau sebagai perguruan tinggi model dalam bidang pendidikan dan pengajaran integrasi keilmuan di dunia tahun 2028”, selanjutnya visi 2019-2023: “Terwujudnya UIN Sulthan Syarif Kasim Riau sebagai peguruan tinggi yang unggul dalam mengintegrasikan sains dan teknologi serta seni dengan nilai-nilai keislaman di dunia pada tahun 2023”. Untuk visi jangka menengah 201-2018 dirumuskan sebagai berikut: “Terwujudnya UIN Sulthan Syarif Kasim Riau sebagai perguruan tinggi yang unggul dalam mengintegrasikan sains dan teknologi serta seni dengan nilai-nilai keislaman di Asia pada tahun 2018” (Senat UIN Suska Riau 2014: 21-22)
Khusus untuk UIN Sulthan Syarif Kasim Riau tentunya Integrasi Ilmu telah menjadi jati diri lembaga pendidikan tinggi ini sejak bedirinya setidaknyua hingga 2033. Sedemikianrupa menempatkan Integrasi Ilmu sebagai “aqidah akademik” keilmuan di UIN Suska Riau ini merupakan sebuah keniscayaan sebagaimana pada UIN lain seperti diuraikan di atas. Integrasi sebagai “aqidah akademik” terimplementasikan dalam setiap tarikan napas kegiatan apa pun di kampus perguruan tinggi Islam yang berlogo “ Spiral Andromeda” ini.
Menimbang Integrasi Ilmu yang ditempatkan pada visi di UIN seperti yang ditemui pada lembaga pendidikan tinggi Islam ini mengeksplisitkan makna bahwa pendidikan tinggi UIN ini identik dengan Integrasi Ilmu itu sendiri. Tegasnya ketika membincangkan UIN sebagai lembaga yang mewadahi kegiatan akademis sekaligus juga membincangkan Integrasi Ilmu sebagai muatan kinerja akademis lembaga itu.
Pemahaman akan keterkaitan interdependensi antara UIN sebagai lembaga yang mewadahi kegiatan akademiknya dengan Integrasi Ilmu sebagai visi akademik dari lembaga pendidikan tinggi ini sesungguhnya didukug oleh makna substatif dari kata visi itu sendiri yakni “what be believe we can be” Hal ini menunjukkan bahwa apa yang menjadi keyakinan, semestinya, kita dilaksanakan, memberi makna bahwa tidak diinginkan “adanya relasi kontra produktif antara keyakinan dan aktivitas, sebaliknya tentu “ada keterkaitan produktif antara keduanya”, atau dalam bahasa teknis pembelajaran “ada keterpaduan implementatif antara intended curriculum dan actuated curriculum” dalam aktivitas akademik serta turunannya. Mempertegas makna seperti ini setidaknya dapat pula ditelaah dari maksud visi itu sendiri di saat dirumuskan yang diantaranya 1. Mengekspresikan kreatifitas, 2. Berdasarkan pada prinsip-prinsip nilai yang diakui bagi masyarakat, 3. Memberikan klarifikasi bagi tujuan-tujuan organisasi serta manfaat organisasi dan 4. Memberikan semangat dan mendorong timbulnya dedikasi pada organisasi. (Http://www.apapengertianahli.com/2014/10). Keempat prasyarat visi tersebut diatas seyogyanya terimplementasikan dalam seluruh aspek kegiatan akademis dan seluruh turunannya pada sebuah lembaga dimana suatu visi dirumuskan umumnya dan PTKI khususnya. Sedemikian rupa visi dan misi universitas dan fakultas tidak lagi dibiarkan menjadi normativitas dan legalitas akademis ditempel atau disematkan di dinding universitas dan fakultas yang ditenggarai hanya sebagai penghias dan ranah debat rasionalitas tanpa batas.
Pemaknaan visi di atas meniscayakan bahwa visi memiliki makna intrinsik yang melebihi dari makna ekstrinsik yang dimilikinya. Ini berarti bahwa visi menjadi acuan terdalam dan mendasar untuk terarahnya suatu aktivitas demi tujuan idealitas sebuah lembaga. Pemaknaan visi seperti ini, setidaknya, mengimplisitkan makna fungsional dari “aqidah” itu sendiri disamping makna lainnya se[erti diungkap di atas. Karenanya, bukankah diantara makna fungsional “aqidah” selain sebagai dasariah terdalam dari sebuah aktivitas keagamaan, juga sekaligus menjadi cerminan orientasi dan ukuran dari aktivitas keagamaan itu sendiri. Dalam pemaknaan fungsional “aqidah” seperti ini lah makna visi dapat menempati sebagian makna “aqidah” itu di luar terminologi keagamaan yang telah umum dipahami. Singkatnya dapat dikatakan bahwa penempatan Integrasi Ilmu sebagai “aqidah akademik” keilmuan di UIN sebagaimana diuraikan di atas merupakan sebuah keniscayaan.
C. Simpulan
Elaborasi singkat dari pendekatan hermeneutik-filosofis terhadap kandungan kata “aqidah” dalam upaya pencarian fungsionalitas maknanya dalam konteks aktivitas akademik di UIN satu sisi dan kandungan maksud kata di dalam visi seperti dipaparkan di atas pada sisi lain, mempertegas Integrasi Ilmu merupakan “aqidah akademik” keilmuan di UIN. Sebagai “aqidah akademik” tentunya Integrasi Ilmu ini selain menjadi paradigma keilmuan bagi dosen dan mahasiswa; perkuliahan, penelitian, karya ilmiah dan turunannya yang tertampilkan pada setiap tarikan nafas akademik di lembaga pendidikan tinggi ini, sekaligus juga sebagai jati diri keilmuan di UIN. Semoga !!!
Pekanbaru, 8 Desember 2024
Kepustakaan
Prof. Dr. Amril M., MA, et all, (2014) “Epistemologi Integratif Keilmuan di Perguruan Tinggi Agama Islam (Sebuah Konsep dan Implementasi di Universitas Islam Negeri), Laporan Penelitian, LPPM UIN Suska Riau.
Prof. Dr. Muhmidayeli, M.Ag, (2013), “Kurikulum Terintegral Untuk Pembelajaran di Perguruan Tinggi Agama Islam: Telaah UU Perguruan Tinggi No.12 tahun 2012 dalam Kaitannya dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)” Laporan Penelitian, LPPM UIN Suska Riau.
Senat Universitas Islam Negeri Sulthan Syarif Kasim Riau,(2014) Renstra UIN Suska Riau 2014-2018.
Http://www.apapengertianahli.com/2014/10 download 4 Desember 2014