Guru Besar Sejarah Peradaban Islam UIN Suska Riau
Pada suatu ketika dalam sebuah pengajian seorang peserta pengajian bertanya kepada ustaz; “mengapa Pak Ustaz sekarang ini seakan tidak ada lagi nilai persahabatan? Terbukti banyak sekali pembunuhan yang sangat sadis-sadis? Di Rohul Riau terjadi pembunuhan dengan memenggal leher sampai putus hanya karena masalah sepele, tersinggung karena diomeli terus. Demikin juga di Inhil terjadi pembunuhan yang sama dengan memenggal leher hanya karena masalah sepele. Di Kalimantan terjadi pembunuhan sadis oleh anak kandung kepada ibu kandungnya. Pokoknya kalau dibeberkan satu persatu masih banyak lagi kejadian-kejadian yang sadis-sadis, Pak Ustaz. Ditambah lagi para pejabat kita seolah tidak peduli dengan nasib orang miskin buktinya harga keperluan pokok melambung seakan dibiarkan begitu saja oleh mereka. Akibatnya rakyat menjadi menderita. Apa yang menjadi penyebab dari semua masalah itu. Bagaimana semua itu bisa terjadi Pak Ustaz.
Dijawab Pak Ustaz dengan singkat; “Karena suasana kebatinan dari rasa persahabatan dan kasih sayang telah hilang dari hati sanubari manusia”.
Padahal dalam Alquran telah digambarkan Allah tentang aneka ragam persahabatan; ada persahabatan semut yang sangat harmonis dibingkai oleh rasa kasih sayang. Pimpinan sangat perduli terhadap nasib bawahannya. Hal itu tergambar ketika kepala rombongan dari semut menyerukan kepada semua anggota rombongannya dari semut; “Wahai para semut masuklah kalian ke tempat kalian masing-masing agar jangan terinjak-injak oleh Nabi Sulaiman dan bala tentaranya”. Begitulah pedulinya pimpinan semut kepada bawahannya agar mereka jangan sampai terinjak mati sia-sia terinjak-injak oleh Nabi Sulaiman dan tentaranya. Demi mendengar seruan semut itu membuat Nabi Sulaiman tersenyum simpul sambil merasa syukur kepada Allah telah diberikan nikmat dapat mengetahui bahasa pimpinan semut kepada para anggotanya.
Selain itu, semut setiap bertemu dengan kawannya akan salaman sesama mereka dengan cara saling mencium sebagai tanda akrabnya persahabatan. Kemudian jika ketemu makanan bukan dimakannya sendiri tetapi dia akan panggil kawannya yang lain untuk bersama-sama membawa makanan tersebut ke tempat mereka tinggal untuk dimakan sebagian dan untuk disimpan pula sebagian yang lain untuk bekal nanti jika tiba waktu penghujan tidak dapat lagi mencari makanan. Jadi mereka perduli kepada nasib kawannya dan tidak menang sendiri.
Mereka hidup damai bahagia, penuh persahabatan, memikirkan hari sekarang dan hari depan sewaktu penghujan datang. Demikianlah persahabat harmonis yang terjadi di kalangan semut.
Berbeda dengan persahabatan semut adalah persahabatan kera; Allah menyamakan orang-orang Bani Israil yang bandel, jahat, dan pembangkang, dengan kera yang hina.
Manusia pun ada yang sama dengan kera. Mereka pergi ke mana-mana secara bersama-sama dari luar kelihatan mereka akrab, tetapi dari dalam, hati mereka terbelah. Pimpinan kera tidak begitu perduli kepada bawahan. Hal itu dapat terbukti kalau sudah ketemu makanan; masing-masing mereka berebut dan tidak memberi kesempatan kepada yang lainnya untuk menikmati makanan itu kecuali dengan merampasnya secara kasar dan bila perlu harus didahului oleh perkelahian. Bahkan berapa saja pun makanan yang mereka dapatkan harus dihabiskan saat itu juga tanpa memikirkannya untuk disimpan belanja besok di saat sulit mendapatkan makanan. Suatu persahabatan yang hambar, pola hidup yang boros dan tidak memikirkan hari esok. Demikian gambaran pola persahabatan kera, semoga kita terbebas dari tipe persahabatan kera ini.
Kembali ke persahabatan semut. Rasa persahabatan yang dibingkai rasa kasih sayang juga telah dicontohkan Nabi Muhammad saw. Beliau memperhatikan sahabatnya bukan saja waktu salat tetapi juga memperhatikan urusan pribadi, jika ada persoalan akan dicarikan jalan keluar. Di antara sahabat Nabi yang diperhatikan beliau adalah seorang negro berkulit hitam, pendek dan kecil sehingga tidak ada wanita yang mau menikah dengannya. Pada suatu hari dia dipanggil Nabi “Wahai pemuda mengapa saja engkau belum menikah lagi padahal umurmu sudah sangat sepatutnya menikah”. Jawab pemuda itu “Siapakah wanita yang mau menikah denganku Ya Rasulullah”.
Mendengar jawaban tersebut maka Nabi pergi melamar menemui ayah dari seorang wanita cantik dari kalangan Anshar untuk dinikahkan kepada pemuda tersebut. Karena Nabi yang melamar ayah wanita itu tidak dapat menolak, Cuma dia berpikir kalau maharnya banyak tentu Nabi tidak dapat mencarikannya. Ayah wanita itu bilang boleh ya Rasulullah tetapi maharnya mahal, seratus dirham. (saat itu sudah dipandang mahal)
Hari berikutnya sehabis Salat Ashar Nabi memberi tahu kepada para sahabat; “Di antara sahabat kita ada yang mau menikah tetapi dia tidak mempunyai uang untuk biaya pernikahannya termasuk mahar sebanyak seratus dirham”. “Siapakah di antara kalian yang dapat mengurangi beban penderitaannya agar dapat segera menikah”. Usman angkat tangan menjawab permintaan Nabi tersebut; dari saya Ya Rasulullah. Selanjutnya Abu Bakar juga mengatakan dari saya Ya Rasulullah, terus Umar melanjutkan dari saya, Ali juga tidak ketinggalan dari saya dan demikian seterusnya sampai terkumpul uang sebanyak tiga ratus dirham.
Selanjutnya Nabi pergi ke rumah ayah anak gadis itu dan menikahkan pemuda itu dengan anak gadisnya dengan mahar seratus dirham. Seratus dirham lagi diberikan Nabi kepada pemuda itu untuk sewa rumah dan seratus dirham terakhir diberikan Nabi untuk modal usahanya sambil mengatakan; pergilah ke pasar ini modalmu berdagang! Pemuda itu sangat berbahagia dan mengatakan “Alangkah bahagianya aku hari ini. Aku dinikahkan Nabi dengan seorang anak gadis, aku dapat rumah sewaan dan dapat modal untuk berdagang. Saya benar-benar sangat berterima kasih kepada Rasulullah. Begitulah nilai persahabatan yang dibangun Nabi, peduli dengan penderitaan orang lain.
Contoh lain dari persahabatan semut telah dipraktikkan oleh mantan Rektor IAIN Sultan Syarif Kasim Riau (1987-1996) Yusuf Rahman. Penulis menjadi saksi di hadapan Allah kelak tentang kebaikan beliau memimpin IAIN Sultan Syarif Kasim Riau. Beliau sangat perduli dengan nasib bawahannya. Sangat perduli dengan nasib dosen. Pernah suatu ketika penulis sedang ada urusan di kantor kepegawaian, beliau datang dan menanyakan kepada kepala biro tentang SK. Beban akademik dosen agar dipercepat dibuat supaya jangan terlambat mereka menerima tunjangan. Alangkah perdulinya beliau kepada nasib dosen agar jangan terlambat uang tunjangannya.
Peduli kepada kenaikan pangkat dosen. Penulis sebagai asisten beliau sekaligus yang menilai karya ilmiah kalau naik pangkat, beliau sangat cepat menilai. Karya ilmiah diantar hari Senin sudah siap dijemput pada hari Senin berikutnya. Sehingga naik pangkat penulis selalu tepat waktu, setiap jenjangnya masing-masing dua tahun. Peduli dengan orang yang sedang kuliah pascasarjana, tunjangan rektornya beliau potong untuk membantu membelikan buku bagi mereka yang kuliah. Demikian seterusnya kepemimpinan yang dibingkai oleh rasa persahabatan dari hati sanubari yang tulus dan ikhlas dari seorang bapak idola penulis yang bernama Yusuf Rahman.
Sebenarnya manusia dituntut pandai menjalin persahabatan yang tulus karena sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas antara satu sama lainya. Antara mereka terjalin hubungan timbal balik yang tidak dapat dipisahkan dan saling memerlukan. Si kaya perlu orang miskin karena harta kekayaanya tidak akan terurus tanpa tenaga dari orang miskin. Si miskin memerlukan orang kaya karena dari si kaya tempat dia bekerja, dia mendapatkan upah kerja yang kelak dapat dipergunakan untuk memenuhi keperluan hidupnya dan keluarga sehingga keluarganya tidak terlantar menjadi urusan orang lain.
Betapa perlunya nilai persahabatan itu diwujudkan dalam diri pribadi tiap-tiap muslim maka Rasulullah memotivasi umat-Nya agar gemar menjalin persahabatan yang tulus ikhlas yang didasari oleh rasa senasib sepenanggungan, susah sama dirasa bahagia sama dinikmati.
Bumbu dari terjalinnya persahabatan adalah saling kunjung mengunjungi, untuk mencairkan kebekuan dan kerenggangan sehingga jika dilakukan kunjungan akan mencair kebekuan dan akan rekat kerenggangan. Sebagaimana perkataan ulama; artinya, “Berkunjunglah kamu sesekali niscaya akan menambah kasih sayang”.
Jika makna berkunjung di atas dikontekstualkan maka dapatlah dipahami dengan arti blusukan mengunjungi rumah orang atau silaturahmi lewat handphone atau alat-alat komunikasi lainnya atau menghadiri undangan pesta, undangan HUT RI dalam kaitan kenegaraan. Sayangnya, terkadang pada kondisi seperti ini terjadi kebekuan, seperti yang terjadi pada dua mantan Presiden Indonesia Megawati dan SBY. Semasa SBY berkuasa selama sepuluh tahun tidak pernah sekali pun Megawati datang ke Istana memperingati HUT RI. Demikian juga sebaliknya, sekarang di masa Megawati berkuasa tidak pernah pula SBY datang ke Istana memperingati HUT RI. Ke depan diharapkan semoga kebekuan ini dapat dicairkan.
Makna lain dari kunjung mengujungi adalah silaturahmi. Jika dikontekstualkan pula makna silaturahmi adalah relasi atau jaringan perkawanan. Dari jaringan perkawanan ini akan banyak keberuntungan yang akan diperoleh. Di antaranya ada dua keberuntungan yang disebut Nabi, artinya; “Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya, diluaskan rizkinya hendaklah dia menghubungkan silaturahmi”. (HR Bukhari Muslim)
Jika diperpanjang umurnya dipahami secara teks maka orang yang sering bersilaturahmi akan panjang umurnya. Tetapi jika dipahami secara kontektual; orang yang bersilaturahmi akan banyak kawan berarti banyak yang akan menyebut namanya walaupun dia sudah meninggal. Orang yang bersilaturahmi akan diluaskan rizkinya berarti membuka pintu bagi terbukanya lapangan kerja.
Motivasi lain yang yang dinyatakan Rasulullah bagi yang menjalin persahabatan adalah mendapat perlindungan kelak di akhirat yang kedudukannya sama dengan enam golongan lainnya.
Rasulullah bersabda; “Ada tujuh golongan yang mendapat perlindungan Allah pada hari kiamat pada hari tidak ada perlindungan kecuali perlindungannya. Yaitu, artinya; Pemimpin yang adil, pemuda yang dibesarkan dalam beribada kepada Allah, seseorang yang hatinya terpaut pada masjid, dua orang yang menjalin perhahabatan; mereka bersahabat karena Allah dan berpisah karena Allah. Laki-laki yang diajak perempuan cantik dan kaya berbuat serong, dia mengucapkan aku takut kepada Allah. Seseorang yang bersedekah dengan tangan kanan sehingga tidak diketahui tangan kirinya dan seseorang yang zikir kepada Allah di tempat yang sunyi sampai menetes air matanya”. (HR Bukhari Muslim)
Dari kajian di atas dapat dipahami bahwa rasa persahabatan dari hati sanubari yang tulus ikhlas, penuh keperdulian terhadap nasib orang lain, mesti dilakukan dan suatu keniscayaan bagi setiap pribadi umat manusia agar kehidupan ini menjadi damai dan bahagia terbebas dari keberingasan dan kekejaman! Semoga. Wa Allah a’lam bi al-shawab.
Diposkan oleh Tim LIputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)
Dikutip dari Riau Pos Edisi Jumat (11 November 2016)
redaksi@uin-suska.ac.id