Guru Besar Psikologi Agama UIN Suska Riau
Perbuatan, tindakan, dan perilaku baik mestilah dilakukan dengan niat yang tulus dan ikhlas, sehingga melahirkan pahala dan kebaikan bagi siapapun. Setiap perbuatan, tindakan, dan perilaku baik yang ditunaikan dengan niat yang ikhlas, seyogyanya bermanifestasi positif dan bermanfaat bagi kehidupan kemanusiaan. Perbuatan, tindakan, dan perilaku baik yang didasari niat lillahi Taala, sering disebut dengan kata ihsan yang bermakna baik; kebaikan.
Ihsan merupakan model kesadaran yang dimiliki individu untuk selalu berada dalam kebaikan dan maslahat yang bermanfaat bagi diri, individu, dan masyarakat lainnya. Ihsan; dengan selalu wujud dalam koridor syariat dapat mempertautkan sisi terang kemanusiaan menjadi elemen-elemen berharga bagi kodrat insaniyah ruhaniyah rabbaniyah. Individu yang berbuat, bertindak, dan berperilaku insaniyah ruhaniyah rabbaniyah menghimpun sisi ketuhanan dan kemanusiaan dalam diri individu yang senantiasa dalam martabat dan marwah yang dirindukan siapapun. Kerinduan pada ihsan-ihsan diharapkan adalah ihsan yang merangkumi ihsan iman, ihsan Islam, ihsan takwa, ihsan taubat, ihsan syukur, ihsan tawakal, ihsan tawadhu’, dan ihsan ikhlas.
Ihsan iman dimaksudkan sebagai kebaikan yang terpelihara di bawah pengawalan, monitoring, dan pengawasan Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi. Pengawalan, monitoring, dan kontrol Allah SWT bagi seorang hamba dapat menghantarkan pada kebaikan-kebaikan yang terus menerus dalam maslahat-maslahat pribadi dan orang banyak.
Islam bermakna selamat, sejahtera, dan damai. Etimologi Islam menyiratkan maksud yang komprehensif, di mana penganutnya ditunjuki agar selamat, hidup dalam kesejahteraan, dan damai. Orang yang selamat hanyalah individu yang sejahtera dan selalu dalam kedamaian. Orang yang sejahtera terekspresi pada raut wajah yang ceria, di mana tidak terlihat kusam, cemberut, dan cemas pada pancaran mukanya. Islam atau ber-Islam berarti syariat yang teratur, sistematik, dan logis. Islam adalah Al-Din Allah yang penganutnya harus tunduk dan patuh kepada aturan yang termaktub di Kitabullah dan al-Sunnah. Orang yang tunduk dan patuh kepada syariat Islam hanyalah orang-orang yang berkomitmen pada ihsan, kebaikan, dan maslahat diri, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya.
Ihsan Islam menuntun individu bermanifestasi kesadaran beragama yang benar, utuh, komprehensif, dan kaffah. Individu yang berihsan dan ber-Islam hanya orang yang mampu mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan secara konfrehensif. Individu yang mengaplikasikan maslahat dan mentransfer kebaikan bagi dirinya dan orang lain adalah model maslahat yang berguna, baik bagi personal maupun masyarakat sekitar. Ihsan Islam adalah wadah yang meliputi kebaikan dan maslahat yang mendapat legitimasi syariah, sehingga efeknya dapat mendatangkan pahala yang besar dan menguntungkan bagi personal dan lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya ihsan Islam dapat dipandang sebagai model religio terapi yang bermanfaat bagi penguatan psikologis, menumbuhkembangkan kepribadian, dan kesehatan mental.
Takwa, bertakwa, dan ketakwaan adalah terminologi yang sangat familier dengan masyarakat Islam. Takwa seringkali dimaknai dengan takut; yaitu takut kepada Tuhan yang berhak disembah dan ditaati. Takwa juga dapat diartikan sebagai upaya pemeliharaan diri untuk senantiasa dalam kebaikan, beramalan saleh, ber-taqarrub, ber-muhasabah, dan ber-muraqabatullah. Takwa adalah upaya penghindaran diri dari angkara murka, dosa, dan maksiat. Untuk menjadi orang bertakwa diperlukan ilmu pengetahuan, sehingga setiap perbuatan, tindakan, dan perilaku baik dipastikan sesuai dengan aturan syariat, berdasarkan Alquran dan Sunnah Muhammad SAW. Orang yang bertakwa adalah individu yang taat, saleh, dan berilmu pengetahuan. Orang yang bertakwa adalah individu berada dalam kedamaian, ketenteraman, ketenangan, dan memiliki kesehatan mental, serta berkepribadian Islami.
Ihsan takwa adalah kebaikan yang menghantarkan pemiliknya dalam koridor-koridor ketaatan, kesalehan, dan pengetahuan, untuk kemudian dapat memancarkan kebaikan-kebaikan kepada semua makhluk Tuhan, tidak terkecuali manusia yang diciptakan dengan kemulian dan sebaik-baik bentuk. Dengan demikian psikoterapi ihsan takwa adalah upaya penyehatan keumatan agar selalu wujud dalam realitas yang terpelihara dari maksiat dan angkara murka, untuk seterusnya mempermudah perolehan kesehatan mental dan kepribadian Islami.
Taubat dan atau bertaubat adalah perbuatan, tindakan, perilaku, kesadaran, dan penyesalan terhadap keangkaramurkaan, dosa, dan maksiat. Perbuatan penyesalan adalah perilaku yang lumrah berlaku di tengah masyarakat; muslim sekalipun. Banyak individu yang menunjukkan penyesalan dengan kata-kata; seolah ia telah bertaubat. Tetapi kemudian setelah rasa berdosa dan bermaksiat tidak merugikan diri, ia bahkan berulang-ulang bertindak perbuatan yang tadinya menjadikannya menyesal. Oleh karenanya, taubat perlu penyadaran, di mana individu sadar bahwa perbuatannya dapat merugikan dirinya dan orang lain.
Kesadaran orang yang bertaubat adalah kemestian dan keharusan; tanpa kesadaran taubat tidak berarti apapun. Bertaubat adalah upaya menyesali perbuatan nista, noda, dan dosa sebagai sesuatu yang dapat merugikan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar. Berdosa adalah efek yang dapat merugikan fisikal maupun psikologikal. Orang yang berdosa, kemudian bertaubat, menyesali perbuatannya yang salah atau tersalah, untuk seterusnya berikrar tidak mengulangi tindakan dan perilaku yang mendatangkan maksiat dimaksud dengan perimbangan beramal shaleh dan ketaatan, menebus kekeliruan masa lalu dengan pahala, itulah yang dimaksudkan dengan taubat.
Dosa, maksiat, salah, keliru, dan nista adalah penyebab yang menimbulkan perasaan galau, cemas, dan anxietas. Apabila perasaan berdosa dan bersalah terus menerus menghantui, maka dapat dipastikan individu berada dalam gangguan mental, stres, dan galau berkepanjangan. Bahkan dosa ataupun memikirkan tentang dosa adalah elemen yang dapat mendatangkan ketidaksehatan mental dan kegalauan. Oleh karena itu individu semestinya meninggalkan dosa, untuk tidak memikirkannya sebagai dosa yang merugikan diri dan siapapun tersebut. Ihsan taubat merupakan perbuatan perimbangan yang membebaskan individu dari belenggu keangkaramurkaan dan dosa. Ihsan taubat merupakan model psikoterapi mental yang berdaya guna bagi individu dan masyarakat luas dalam upaya preventif, kuratif, dan rekonstruktif.
Syukur, bersyukur, dan syukuran adalah kata yang selalu didengar dan sangat familiar di telinga kaum muslimi. Kalimat syukur dengan lafaz alhamdulillah merupakan kata yang lazim diucapkan oleh siapa pun. Namun syukur yang dimaksudkan adalah syukur yang bukan sekadar lafaz lisan, melainkan sinergi dengan hati dan perbuatan, tindakan, dan perilaku. Individu yang bersyukur adalah orang yang melafazkan perasaan syukur dengan membaca alhamdulillah, membenarkan dengan qalbu, dan kemudian merealisasikan dalam bentuk perbuatan, tindakan, dan perilaku nyata. Individu yang bersyukur dengan cara demikian, menjadikan perbuatan, tindakan, dan perilakunya lurus, ikhlas, dan tulus lillahita’ala, di mana ia menunaikan ketaatan, keshalehan, dan ibadah-ibadah sebagai manifestasi dari rasa syukur yang sebenar-benar berterima kasih kepada pemilik pujian yaitu Allah SWT. Individu yang memiliki ihsan syukur selalu membaikkan perbuatan, tindakan, dan perilaku sesuai syariat; Alquran dan Sunnah.
Melalui ihsan syukur individu telah mewujudkan kemaslahatan-kemaslahatan dan kebaikan-kebaikan menuju kesadaran paripurna dengan melestarikan nilai syukur secara konkrit. Ihsan syukur adalah realitas yang menyinergikan perbuatan, tindakan, dan perilaku dengan niat di dalam hati. Apabila ihsan syukur dapat diaplikasikan dengan baik dan efisien, maka ihsan syukur adalah bagian dari metodologi psikoterapi Islam yang berorientasi pada rekonstruksi kepribadian Islami dan menumbuhkembangkan kesehatan mental.
Tawakal, bertawakal, atau dalam bahasa yang lazim digunakan berserah diri yaitu realitas yang menunjukkan bahwa individu telah selesai melakukan aktivitas yang sungguh-sungguh, untuk seterusnya berserah diri dan bertawakal kepada Tuhan Yang Maha Kuasa; Tuhan yang memiliki sifat dan asma al-husna Mutawakil, Wakil. Tawakal, bertawakal, dan berserah diri adalah statemen sadar individu, di mana ia menyerahkan keputusan takdirnya kepada Tuhan Yang Maha Menentukan, Muqtadir; positif ataupun negatif. Penyerahan diri terhadap keputusan Muqtadir merupakan model yang menghubungkan perbuatan, tindakan, dan perilaku individu dengan kenyataan yang bakal dialaminya.
Individu yang bertawakal adalah keniscayaan sinergis antara perbuatan, tindakan, dan perilaku yang aplikatif, untuk kemudian bertawakal dan berserah diri kepada Allah SWT. Ihsan tawakal adalah perbuatan, tindakan, dan perilaku dengan membaikan implikasi penyerahan diri; utuh dan konfrehensif kepada Allah Ta’ala, Tuhan Yang Maha Tinggi. Ihsan tawakal yang dimaksud yaitu ihsan yang bersepadu dengan tawakal, untuk kemudian merepresentasikan nilai-nilai ihsan ke dalam kesadaran bertawakal. Aktivitas ihsan tawakal yang bersinergi sangat memungkinkan menjadi model penguatan terapeutik bagi kejiwaan dan mental spiritual, sehingga terwujud kepribadian rabbani yang membebaskan individu dari mudharat-mudharat yang merugikan fisikal dan psikologikal kemanusiaan.
Tawadhu’ ataupun rendah hati adalah etimologi sederhana yang mudah dipahami oleh siapapun. Kata tawadhu’ sangat dekat dengan para salikin, para pencari Tuhan; pengikut tasawuf. Sekalipun demikian kata tawadhu’ tidak asing, bahkan berulang-ulang disebut masyarakat Islam. Tawadhu’ atau rendah hati yaitu perbuatan, tindakan, dan perilaku menundukkan hati untuk dekat dengan Tuhan Yang Maha Tinggi.
Merendahkan hati dan bertawadhu’ bukanlah merendahkan diri, melecehkan diri, atau merasa minder berhubungan dan berhadapan dengan orang lain. Merendahkan hati ataupun ber-tawadhu’ maksudnya adalah menundukkan pikiran, perasaan, dan hati dengan kesadaran bahwa Allah memiliki sifatiyah Mutakabbir yang individu perlu mengagungkan-Nya, membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya. Allah SWT adalah pemilik ke-Mahaan yang tiada tanding, maka seyogyanya manusia ber-tawadhu’ dan merendahkan hati di hadapannya. Bertawadhu’ dan merendahkan hati dalam perbuatan, bertindak, dan berperilaku adalah sunnah yang dianjurkan melekat pada sisi kemanusiaan individu.
Individu yang ber-tawadhu’ maksudnya adalah bahwa ia merendahkan hati, pikiran, dan perasaannya untuk mencapai tujuan mardhatillah; keridhaan Tuhan Yang Maha Kaya. Individu dapat merendahkan hati dengan selalu berbuat, bertindak, dan berperilaku serta menuturkan kata-kata santun, sopan, dan tidak menyinggung perasaan orang lain, tidak menyombongkan diri, apalagi menghina atas dasar kekurangan yang dimiliki orang lain. Ihsan tawadhu’ menghimpun kebaikan-kebaikan dan maslahat-maslahat, untuk menghindarkan diri dari perbuatan, bertindak, berperilaku, serta bertutur kata yang merugikan pihak manapun. Apabila ihsan tawadhu’ adalah upaya sinergis penguatan kebaikan-kebaikan dan mengeliminir perbuatan, tindakan, perilaku, dan penuturan yang mudharat bagi orang lain, maka ihsan tawadhu’ dapat dijadikan teknik psikoterapi Islam dalam mewujudkan kesehatan mental dan kepribadian paripurna yang kaffah.
Ikhlas ataupun keikhlasan adalah kekuatan spiritual seorang individu dalam berbuat, bertindak, dan berperilaku dengan niat lillahita’ala menuju keridhaan Ilahi. Ikhlas adalah perisai yang menjamin diterimanya amal saleh, ketaatan, dan peribadatan. Ikhlas atau keikhlasan merupakan elemen yang menghubungkan prinsipil dan konsistensi antara yang tersirat di qalbu dengan perbuatan, tindakan, dan perilaku individual. Apabila niatnya baik, ikhlas dan tulus lillahita’ala, maka ketaatan, kesalehan, dan peribadatan yang implementatif pada setiap individu berdampak positif yang melahirkan pahala. Namun apabila, perbuatan, tindakan, dan perilaku baik, tetapi tidak disertai niat yang ikhlas dan tulus lillahita’ala, maka ketaatan, kesalehan, dan peribadatan tercederai, sedikit manfaat, dan tidak mendapatkan pahala di akhirat.
Ikhlas, tulus, dan keikhlasan memerlukan manifestasi komprehensif menuju maslahat-maslahat dan kebaikan-kebaikan yang meliputi ihsan ikhlas yang teruji dan fundamental. Ihsan ikhlas adalah model, metodologi, dan teknik yang menghantarkan individu berada pada tahapan spiritual yang tinggi, untuk kemudian melestarikan kepribadian Qurani serta dapat pula menumbuhkembangkan kesehatan mental muhsinin-mukhlisin.
Perbuatan, tindakan, dan perilaku ihsan ketaatan, kesalehan, dan peribadatan yang ditunaikan dengan prinsip-prinsip syariat terbukti bermanfaat bagi kehidupan kemanusiaan, baik individual, bermasyarakat, maupun lingkungan sekitar. Perbuatan, tindakan, dan perilaku ihsan ketaatan, keshalehan, dan peribadatan bermanifestasi pada pembangunan fisikal dan psikologis kemanusiaan, baik individual, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Apabila perbuatan, tindakan, dan perilaku ihsan ketaatan, kesalehan, dan peribadatan berdampak positif bagi kehidupan kemanusiaan, maka dapat dipastikan mampu menjadi model psikoterapi Islam dalam preventisasi, kuratisasi, dan rehabilitasi mental, seperti stres, traumatik, psikosis, psikoneorosis, frustrasi, dan depresi.
Diposkan oleh Tim Liputan Suska news
Dikutip dari Riau Pos Edisi Sabtu, 22 Juli 2017