Ibadah qurban menjadi ibadah lintas ummat dan lintas generasi yang selalu bertabur mafaat dan butiran hikmah bagi ummat yang melaksanakan Ibadah tersebut. Ibadah Qurban pertama kali diwajibkan kepada Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS yang penuh dengan sosok teladan baik bagi orang tua maupun anak. Ibadah Qurban dikenal dengan ibadah “syar’u manqoblana” yang artinya adalah syariat yang sudah diwajibkan sebelum ummat Nabi Muhammad SAW.
Esensial qurban tidak sekadar mengalirkan darah binatang sembelihan, tidak hanya memotong hewan qurban, tetapi lebih dari itu, berqurban berarti kepatuhan seorang hamba secara totalitas terhadap perintah sang Khaliq dan sikap menjauhkan diri dari perkara yang dilarang-Nya. Include didalamnya makna qurban menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang subur di dalam kehidupan ummat manusia, maka tidak berlebihan bagi sebagian individu mengganggap berat untuk melaksanakan ibadah Nabi Ibrahim ini. Ibadah lintas generasi ini akan terasa ringan apabila dilaksanakan oleh hamba yang benar-benar menyadari bahwa semua yang dia miliki merupana titipan Allah Tuhan sekalian Alam.
Komunikasi Sebagai Simbol
Hampir semua pernyataan dan tingkah laku manusia baik yang ditujukan untuk kepentingan dirinya, maupun untuk kepentingan orang banyak dinyatakan dalam bentuk simbol. Hubungan antara pihak-pihak yang ikut serta dalam proses komunikasi banyak ditentukan oleh simbol atau lambang-lambang yang digunakan dalam berkomunikasi.
Seorang penyair yang mengagumi sekuntum bunga, akan mengeluarkan pernyataan lewat bahasa “alangkah indahnya bunga ini”, ataukah seorang polisi lalau lintas yang tidak bisa berdiri terus dipersimpangan jalan, peranannya dapat digantikan lewat rambu-rambu jalan atau lampu pengatur lalu-lintas (traffic light). Simbol merupakan hasil kreasi manusia dan sekaligus menunjukkan tingginya kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya.
Simbol dapat dinyatakan dalam bentuk bahasa lisan atau yang tertulis (verbal) maupun melalui isyarat-isyarat tertentu (non verbal). Simbol membawa pernyataan dan diberi arti oleh penerima. Proses pemberian makna terhadap simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi, selain dipengaruhi faktor budaya, juga faktor psikologis, terutama pada saat pesan di decode oleh penerima, begitu juga dengan Ibadah Qurban menjadi komunikasi simbolik yang bermain pada tataran symbol dengan mengorbankan binatang yang dimaknai sebagai komunikasi pertikal dan horizontal seorang hamba sebagai wujud syukur dan kepatuhan terhadap sang pencipta dan rasa kepedulian social yang tinggi antar sesame makhuk tuhan.
Makna Simbolik Ibadah Qurban
Menurut Ali Syariati, intelektual asal Iran, peristiwa qurban sarat akan makna simbolik, dan termasuk didalamnya adalah proses komunikasi, di antaranya menghargai harkat martabat manusia untuk tetap hidup dan menekankan kehidupan sosial sebagai wujud kepasrahan yang total kepada Allah SWT. Namun, dalam segala perwujudannya, dulu dan sekarang, makna qurban telah bergeser menjadi sebuah tradisi ritual belaka yang tidak memiliki nilai apa-apa. Memaknahi komunikasi simbolik ibadah qurban bisa dilihat dari pemahaman akan makna simbolik qurban itu sendiri, diantaranya:
Pertama, Dalam ibadah qurban yang menjadi simbolnya adalah mengorbankan binatang ternak. Mengagapa binatang ternak yang harus diqurbankan? Disini bisa dipentik makna bahwa islam berupaya mengkomunikasikan kepada manusia menggunakan symbol-simbol universal berupa binatang yang dipahami sebagai symbol kejahatan, keburukan dan kerakusan yang akan berimplikasi kepada kehancuran dan kebinasaan. Melalui momentum Ibadan Qurban ini islam melakukan komunikasi universal kepada ummat manusia bahwa dengan memotong binatang ternak diharapkan sifat-sifat dan karakter kebinatangan yang terdapat pada diri hamba bisa terkikis seiring dengan lenyapnya darah dari binatang tersebut.
Kedua, Meninggikan harkat Martabat manusia. Momentum qurban ini tidak bisa dipahami sebagai ibadah ritual belaka yang gersang akan makna. Dalam nuanasa Idul Adha ini islam mengkomunikasikan kepada sekalian alam bahwa ini adalah wujud kepasrahan (tawakkal) Nabi Ibrahim secara totalitas kepada Allah Tuhan Sekalian Alam. Bahkan lebih dari itu, qurban mempunyai makna pembebasan manusia dari sifat-sifat kebinatangan, dari kesemena-menaan dan kesewenang-wenangan terhadap manusia. Ali Syari’ati menjelaskan dalam Hajj bahwa ketika Allah SWT mengganti Nabi Ismail dengan seekor domba, tersirat pesan kepada manusia agar tidak lagi menginjak-injak harkat martabat kemanusiaannya.
Ketiga, Islam adalah Agama Damai. Meminjam apa yang pernah disampaikan oleh Mohammad Asrori Mulky bahwa Melalui ibadah qurban, islam ingin mengkomunikasikan secara simbolik bahwa Tuhannya Ibrahim bukanlah Tuhan yang haus darah dan suka berperang. Dia adalah Tuhan yang ingin menyelamatkan dan membebaskan manusia dari tradisi yang tidak menghargai manusia dan kemanusiaan, dan dari tradisi yang suka mempersembahkan nyawa manusia untuk para dewa dan roh suci. Dia adalah Tuhan yang ingin menyelamatkan manusia dari tradisi yang sering menumpahkan darah kepada tradisi yang penuh dengan rahmat dan anugerah.
Keempat, Kesalehan Sosial. Dalam qurban, seperti juga zakat, haji, puasa dan shadaqah, terkandung di dalamnya nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. Islam adalah agama yang tidak dapat dipisahkan dari dimensi sosialnya. Dalam konteks ini, ibadah qurban tidak boleh hanya dipahami sebagai upaya untuk mencapai kemaslahatan ukhrowi belaka, tapi lebih dari itu bertujuan untuk terciptanya kemaslahatan dan kebaikan duniawi. Karena setiap pensyariatan dalam Islam, terkandung tujuan syariat (maqhasid as-syari’ah), yaitu tercapainya kemaslahatan dan kebaikan bagi umat manusia di dunia dan akhirat. Sehingga tidak berlebihan bahwa ibadah Qurban akan mewujudkan kesalehan social bagi pelakunya.
Kelima, Keadilan Sosial. Kalau kita coba kaitkan ibadah qurban dengan fenomena sosial di negara kita, Indonesia, sesungguhnya persoalan paling mendasar yang sedang kita hadapi adalah persoalan kemiskinan dan ketidakadilan. Kita melihat, kemiskinan lebih banyak dirasakan orang, sementara kekayaan hanya dicicipi segelintir orang. Karena itu, persoalan utama yang harus kita perjuangkan adalah bagaimana kita bisa menegakkan keadilan dalam struktur sosial. Kalau persoalan itu yang kita hadapi, maka relavansi Idul Qurban saat ini adalah mewujudkan keadilan sosial diantara manusia, memberantas kemiskinan, sehingga kekayaan tidak menumpuk pada sekelompok orang saja. Inilah komunikasi Simbolik ajaran islam dalam tataran keadilan sosial
Pada akhirnya, kembali meminjam pendapat Mohamad Asrori Mulky yang mengatakan ada dua hal yang penting terkandung di dalam ibadah qurban. Pertama, semangat ketauhidan atau keesaan Tuhan yang tidak lagi membeda-bedakan manusia yang satu dengan lainnya. Di sini juga terkandung pesan pembebasan manusia dari penghambaan kepada selain Allah, seperti para dewa dan roh jahat. Kedua, qurban juga dapat diletakkan dalam kerangka penegakan nilai-nilai kemanusiaan, seperti menyantuni fakir-miskin, saling membantu tanpa dilatarbelakangi kepentingan-kepentingan di luar pesan ketuhanan itu sendiri.
ASSYARI ABDULLAH, S.Sos., M.I.Kom.
Dosen Komunikasi UIN Suska Riau
Alumni Pondok Pesantren Islamic Centre Alhidayah Kampar