Oleh: Munzir Hitami
Pada kesempatan ini penulis ingin mengajak kaum Muslimin masing-masing menghitung sudah berapa kali Ramadhan yang sudah dilaksanakan sampai saat Ramadhan kali ini. Dihitung dari mulai waktu mukllaf sampai saat ini. Tentu saja bagi mereka yang beriman dan melaksanakan puasa. Bagi yang masih muda tentu baru beberapa kali, dan bagi sudah baya tentu saja sudah puluhan kali. Taroklah sudah ada yang melakukan puasa sebanyak dua puluh kali Ramadhan. Hal itu berarti sudah dua puluh kali mengikuti usaha memperbaiki serta meningkatkan kualitas diri denagn latihan berpuasa tersebut, dan hasilnya? Tentu saja sudah jauh lebih baik dua puluh kali lipat dari keadaan semula. Pertanyaannya adalah apakan memang sudah terjadi seperti yang demikian? Sudahkah kualitas diri kita dari tahun ke tahun meningkat seiring ibadah ramadhan yang kita lakukan? Jawabannya tentu diri kita masing-masing yang dapat menjawabnya.
Cobalah taksir apakah amal ibadah kita pada Ramadhan tahun-tahun yang lalu khususnya Ramadhan setahun yang lalu sudah berhasil memperbaiki diri kita dan tetap dipertahankan sampai Ramadhan ini. Setiap tahun kita mendengar ceramah dan tausiah tentang kelebihan dan keistimewaan bulan Ramadhan. Jika dilaksanakan dengan sebenar-benarnya segala amal dan ibadah pada bulan Ramadhan itu tentulah sudah banyak orang paripurna, yakni manusia-manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT sebagai hasil gemblengan Ramadhan itu. Masing-masing kita dapat mengukur keberhasilan kita dari latihan yang kita jalankan. Bila kita merasa kualitas diri beserta amal ibadah kita meningkat dari tahun yang lalu, berarti latihan Ramadhan kita berhasil. Sebaliknya, jika kita merasa tidak ada perubahan atau bahkan lebih menurun dari tahun yang lalu, berarti latihan Ramadhannya gagal. Kalau hal ini terjadi, itu menandakan latihan Ramadhan tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh dan taubat tidak dinyatakan dengan sungguh-sungguh sehingga karat-karat yang melekat pada hati tidak dapat dibersihkan. Hati yang berkarat itulah yang menghalangi diri kita untuk merespon latihan yang kita kerjakan selama sebulan penuh itu.
Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Turmizi dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw bersabda: “Seorang hamba yang melakukan suatu dosa akan menimbulkan noda hitam di hatinya, bila ia hendak membuangnya lalu ia minta ampun dan bertaubat kepada Allah SWT, maka bersihlah hatinya kembali. Namun bila ia kembali melakukan dosa, bertambah pula noda hitam itu di hatinya, bahkan boleh jadi menutup seluruh hatinya. Itulah yang disebut oleh Allah SWT: ‘Kallā, bal rāna ‘alā qulûbihim mā kānû yaksibûn’.” (Ingatlah! Bahkan hati mereka berkarat disebabkan apa yang mereka kerjakan.) al-Muthaffifin 14.
Karat atau noda di hati tersebut dapat dibersihkan dengan minta ampun serta taubat dengan sungguh-sungguh kepada Allah SWT seraya bertekad tidak akan kembali mengulangi perbuatan dosa itu. Sensivitas hati kita untuk merespon latihan, amal, atau ibadah sangat tergantung pada sejauh mana kebersihan atau kebeningan hati kita. Semakin bening dan bersih hati kita, semakin kuat pula responnya terhadap amal dan latihan yang kita lakukan, untuk selanjutnya semakin terbentuk pula karakter diri kita sebagai seorang yang beraqwa kepada Allah SWT. Jika tidak, maka banyak orang yang mengerjakan shalat, tetapi karakternya tidak semakin baik; dan banyak orang berpuasa tidak ada yang didapatnya kecuali hanya lapar dan haus…
Dimuat di Riau Pos pada hari Jumat, 26 Juni 2015