PEKANBARU – Menyadari pentingnya manajemen keberagaman dan keyakinan Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) kembali taja seminar nasional bertema Managing Diversity: State Roles Dealing with Multiculturalism di Gedung Islamic Center Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN-Suska) Riau, Rabu (2/4/2014).
Pada seminar ISAIS kali ini menghadirkan tiga tokoh yaitu R. Philip Buckley dari Mc.Gill University Canada, Frans Magnis-Suseno Sj dari University of Munchen dan Amin Abdullah guru besar UIN Sunan Kalijaga.
Direktur ISAIS, Drs. Dardiri, mengatakan keberagaman adalah hal yang tidak bisa dihindari, untuk itu perlu manajemen agar keinginan komunitas tertentu lebih dominan tidak terjadi. “Saya berharap acara ini mendapat respon yang baik dan bermanfaat untuk semua yang hadir,”ucapnya
Sementara itu, Wakil Rektor I UIN-Suska Riau, Prof. Dr. H. Munzir Hitami, MA merasa gembira dan menyambut baik adanya kegiatan-kegiatan seperti ini.Menurutnya kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan suasana akademik.
Menanggapi kegiatan ini, salah seorang mahasiswa UIN-Suska Riau, Suma Wardana, mengaku senang mengikuti seminar ini, karena selain bisa menambah referensi, juga bisa memperluas pandangan tentang perbedaan yang dimiliki manusia. Indonesia sebagai negara multikultural harusnya memberikan warna tersendiri. “Saya berharap semoga masing-masing SARA tidak lagi mengedepankan fanatik SARA yang dimi-likinya,”ujarnya.
Dalam pemaparannya, Frans mengungkapkan lima faktor adanya keberagaman di muka bumi ini yaitu kodrat manusia yang memiliki rasa curiga, modernisasi yang berkaitan dengan uang, rasionalitas ekonomi yang terus berkembang, perubahan manusia akibat merantau atau imigrasi dan peralihan transnasional agama.
Masih menurut Frans, Indonesia sebagai negara multikultural berhasil menerapkan keberagaman tersebut, hanya saja oknum-oknum tertentu melakukan kerusakan yang tidak ada hubungannya dengan multikultural.
Sementara itu, dalam pemaparan Philip, menganggap keberagaman adalah keindahan.
“Tidak ada meaning tanpa perbedaan” katanya dengan bahasa indonesia yang logat inggrisnya.
Menurut Philip, laki-laki dan perempuan pun diciptakan agar hidup menarik, aspek utama agama adalah perbedaan, tanpa itu maka tidak ada agama,” lanjut ahli filsuf ini.(*)
Kontributor : Lestari
Editor : Dewi Sukartik