Oleh Dr. Akbarizan
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
HUKUMAN bagi pelaku pembakaran lahan dan hutan sebenarnya telah jelas dan terang. Pelaku dapat dipidanakan dengan mengacu kepada Undang-Undang (UU) No. 41/1999 tentang kehutanan. Pelaku tersebut menurut UU diancam pidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. Selain itu pelaku juga dapat dikenakan UU No. 18/2004 tentang perkebunan yang menyatakan apabila pembakaran dilakukan dengan sengaja diancam pidana paling lama 3 tahun dan denda Rp 3 miliar.
Disamping itu, undang-undang mengenai pembakaran lahan juga termaktub dalam UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, lalu UU No. 5/1990 tentang Konservasi Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ada juga UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Melarang Pembakaran Lahan. Bahkan undang-undang itu mewajibkan pemilik lahan menjaga lahannya agar tidak terbakar.
Pertanyaannya, mengapa setiap tahun Riau atau Sumatera selalu diselubungi oleh asap akibat pembakaran ini. Bukankah UU yang mengancam pelaku telah ada, penegakan hukum pun “telah dilakukan”. Apakah lahan dan hutan itu terbakar sendiri lalu dibiarkan . Pernyataan bahwa lahan terbakar sendiri telah dibantah oleh ketua BNPB yang menyatakan bahwa 90 persen lahan tersebut sengaja dibakar oleh pemiliknya. Lalu apa lagi yang harus dilakukan?
Salah satu yang harus dilakukan adalah menumbuhkan kesadaran dan keyakinan masyarakat melalui ajaran agama bahwa membakar lahan atau membiarkan lahan terbakar adalah dosa, kejahatan yang diancam dengan siksa nantinya. Tulisan ini ingin menjelaskan bagaimana pandangan Islam tentang membakar lahan atau membiarkan lahannya terbakar pada musim kemarau.
Ada sekurang-kurangnya lima dasar hukum membakar lahan atau membiarkan lahannya terbakar pada musim kemarau. Pertama, larangan berbuat kerusakan. Hal ini berdasarkan firman Allah surah al-A’raf ayat 56 yang artinya “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada Allah, dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
Ayat ini melarang pengrusakan di muka bumi. Pengrusakan adalah salah satu bentuk pelanggaran atau bentuk melampaui batas. Menurut kajian ushul fiqh, ketika seseorang dilarang melakukan sesuatu berarti ia diperintahkan untuk melakukan kebalikannya. Misalnya, kita dilarang merusak alam berarti kita diperintah untuk melestarikan alam. Adapun status perintah tersebut tergantung status larangannya. Contoh, status larangan merusak alam adalah haram, itu menunjukkan perintah melestarikan alam hukumnya wajib. Sementara itu, Fakhruddin al-Raziy dalam menanggapi ayat di atas, berkomentar bahwa, ayat di atas mengindikasikan larangan membuat mudarat. Pada dasarnya, setiap perbuatan yng menimbulkan mudarat itu dilarang agama. Al-Qurtubi menyebutkan dalam tafsirnya, penebangan pohon juga merupakan tindakan pengrusakan yang mengakibatkan adanya mudarat. Beliau juga menyebutkan bahwa mencemari air juga masuk dalam bagian pengrusakan.
Kedua, larangan terhadap perbuatan yang dapat menimbulkan mudarat atau merugikan orang lain. Rasulallah bersabda yang artinya “dari Ibnu Abbas radhiayallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “ Tidak boleh menimbulkan kemudaratan atau membalas kemudaratan dengan kemudaratan”.
Ketiga, menjaga kebersihan kemaslahatan umum bagian dari iman, menghapus dosa dan dapat menjadi sebab masuk surga. Rasulallah bersabda yang artinya “ dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasaalam bersabda “Iman itu terdiri dari tujuh puluh sekian cabang. Yang terutama adalah ucapan Laa Ilaha Illallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan kotoran dari jalanan. Sikap malu adalah salah satu cabang dari iman.” Dalam hadist lain Rasulallah bersabda yang artinya “ dari Ma’qal bin Yasar berkata , “Aku mendengar Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ barangsiapa yang menyingkirkan kotoran dari jalanan kaum muslimin, perbuatannya dicatat sebagai satu kebaikan. Barangsiapa yang diterima darinya satu kebaikan, ia akan masuk surga.” Dalam kesempatan lain Rasulallah bersabda yang artinya “ dari Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Ditampakkan kepadaku amalan umatku, yang baik dan yang buruk. Aku dapati diantara amal baik ialah kotoran yang disingkirkan dari jalan. Dan aku dapati diantara amalan yang jelek ialah air liur yang dibuang di masjid dan tidak ditimbuni (tanah).” Rasulallah juga bersabda yang artinya “ dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dulu ada seorang laki-laki yang jalan di sebuah jalan. Tiba-tiba dia melihat ranting pohon berduri. Dia singkirkan ranting itu maka Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.”
Keempat, larangan mencemari sesuatu. Rasullallah bersabda yang artinya “ dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ Jauhilah dua perbuatan yang mendatangkan laknat!” Sahabat-sahabat bertanya, “Apakah dua perbuatan yang mendatangkan laknat itu ? “Nabi menjawab, “Orang yang buang air besar di jalan umum atau di tempat berteduh manusia.” Rasulallah bersabda yang artinya “dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah seorang dari kalian kencing di air tenang yang tidak mengalir kemudian mandi di dalamnya.”
Kelima, larangan memotong tumbuhan tanpa alasan yang jelas. Rasulallah bersabda yang artinya “dari Abdullah bin Habasyi berkata, “Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “ Barangsiapa yang menebang sebatang sidr (sejenis pohon obat). Allah akan menundukkan kepadanya di dalam neraka.”
Pembakaran lahan atau hutan secara luas di Provinsi Riau jelas masuk dalam kelima dasar di atas. Karena ia perbuatan merusak, memberikan mudarat bagi manusia, bukan bagian menjaga kemaslahatan umum, mencemari udara dan menghilangkan (memotong) pohon-pohon yang diperlukan oleh orang banyak. Ia telah menyebabkan pemanasan global dan meningkatnya suhu bumi sekaligus mengancam keselamatan kehidupan manusia dan lingkungan hidup.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan melakukan pembakaran lahan atau membiarkan lahan terbakar di musim kemarau (kabut asap) seperti saat ini adalah perbuatan maksiat, mendurhakai perintah Allah. Ini adalah perbuatan haram. Wallahu a’lam bisshawab.
Diposkan oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)
Dikutip dari Riau Pos Edisi Senin 14 September 2015
redaksi@uin-suska.ac.id