Guru Besar Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau
ALHAMDULILLAH, asap sudah pergi, dan langitpun biru kembali. Hiduppun mulai dihinggapi harapan, harapan untuk lebih baik dari kemarin, beberapa bulan yang dilanda kecemasan hampir sepanjang siang, sepanjang malam. Tetapi, apakah rasa pedih, perih dan kecewa selama berada dalam “kuburan” asap itu juga sudah pergi dan tidak membekas lagi di dalam diri?
Nampaknya tidaklah semudah itu. “Luka di badan banyak obat yang bisa dibeli, tetapi luka di hati ke mana obat hendak dicari?” Terlalu dalam luka yang dirasakan akibat ulah manusia-manusia jahat pembakar lahan dan hutan yang seakan-akan dibiarkan. Terlalu nyeri pedih yang dirasakan akibat ulah orang yang diberi amanah untuk memberi rasa aman kepada rakyat yang seakan-akan tidak peduli kepada derita yang ditanggungkan. Kalaulah bukan karena kasih dan sayang Tuhan dengan menurunkan hujan, mungkin sudah banyak tambahan anak-anak negeri yang benar-benar masuk kuburan karena derita asap yang sudah tidak tertahankan.
Terimakasih ya Tuhan. Engkau masih mau mendengar doa dan pinta hamba-Mu yang sudah teraniaya sekian lama. Engkau masih mau mendengarkan jeritan hati anak-anak negeri ini yang sudah terzalimi sekian lama, hutannya dihabisi, tanahya dikuasai, buminya dikurasi, lingkungannya diracuni, hidupnya tidak lebih mulia dibanding makhluk lain yang tidak punya nurani. Ada pemimpin, tetapi kami tidak tahu apa yang mereka cari. Sepertinya, negeri luar, negeri orang luar, seakan lebih menarik dan lebih penting bagi mereka dibanding negeri serta masyarakatnya sendiri yang ia telah dipilih untuk mengurusi. Sungguh, kami tidak tahu apa yang ada di dalam hati dan pikiran mereka. Hanya Engkaulah yang Maha Tahu tentang itu, dan kepada Engkau jualah semuanya kami serahkan untuk menentukan apa yang harus Engkau tentukan buat kami, dan atau untuk para pemimpin kami. Tiada daya dan upaya bagi kami, kecuali daya dan upaya Engkau, wahai Zat Yang Maha Agung, Penguasa Langit dan Bumi, Penguasa semua hati yang tunduk dan yang juga menyombong diri kepada makhluk-Mu yang di bumi.
Untaian kalimat di atas tentulah bukan untaian cengeng orang yang sedang berputus asa kepada rahmat Tuhannya, tetapi justru untaian yang keluar dari hati hamba yang sangat yakin akan pertolongan Tuhannya, Zat Yang Mencipta segala ciptaan, Yang Menguasai segala kekuasaan, dan Yang Menghukum di atas segala hukum. Itulah untaian jiwa dari orang-orang yang sangat yakin akan kemahaadilan Penguasa Alam Semesta, Allah SWT. Saatnya pasti akan tiba, sebagaimana janjiNya dalam kitab suci-Nya. Lalu, apakah itu juga doa untuk siapa saja yang hatinya ingin disentuh oleh rasa betapa misi utama kelahirannya ke dunia adalah untuk mengemban kewajiban mengurus dan memelihara bumi sebagai khalifah yang diserahi amanah?
Jawabya, ya. Semoga hati tersentuh, semoga nurani merasakan betapa menderitanya hati orang-orang yang tiada berdaya dan kuasa. Betapa sedihnya jiwa orang-orang kecil tanpa kuasa merasakan perlakuan semena-mena dari orang-orang berpunya yang kemaruk harta, kemaruk dunia, tetapi mati rasa untuk manusia lain selain dirinya. Tetapi jauh lebih utama dari itu, semoga jeritan itu menyelinap ke dalam lubuk hati yang paling dalam orang-orang yang diberiamanah untuk mengurus dan melindungi rakyatnya dari siapa saja yang berbuat berlantas angan demi harta dunia.
Itulah para pemimpin. Itulah para pengayom. Memimpin rakyat agar taat kepada aturan. Melindungi rakyat agar terpelihara dari kezaliman. Memberi contoh bagaimana harusnya mentaati hukum, dan memberi perlindungan di saat rakyat diancam bahaya yang dilakukan oleh para pelanggar hukum. Itulah juga rintihan jiwa para rakyat jelata yang sudah hampir putus asa menghadapi dunia. Kalaulah bukan karena iman yang masih ada, mungkinlah mereka telah lama pergi jauh ke dunia lain, dunia yang mereka tidak tahu entah di mana. Yang jelas bukan di negeri yang hidupnya seperti tiada harga.
Tulisan ini hanyalah sekadar memantulkan apa yang terasa di hati jutaan anak bangsa yang merasa diabaikan sejak sekian lama. Tulisan ini sekadar penyambung pesan dari seorang pemimpin agung teladan agung,Muhammad namanya, manusia pilihan yang diutus Allah sebagai contoh utama dalam hidup di dunia fana. Pesan yang mengatakan bahwa “bila urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saatnya kehancuran akan tiba.” Pesan yang mengatakan bahwa “jangan jadikan orang-orang yang di hatinya ada kekafiran sebagai teman setia dan penolong dekat dalam mengurus rakyat.” Pesan yang mengingatkan agar “jangan bermain-main dengan orang yang hatinya diselimuti oleh kepentingan-kepentingan pribadi atau koorporasi dalam mengurus negeri,” karena orang yang seperti itu tidak akan pernah kenyang oleh dunia, tidak akan pernah puas oleh syahwat. Dunia seakan menjadi tujuan hidupnya, sementara harta adalah segalanya dalam setiap denyut jantungnya.
Pesan yang mengatakan kepada para pejabat pemegang pangkat agar berpihaklah kepada rakyat, supaya diri tidak kehilangan martabat, supaya negeri tidak menanggung laknat. Pesan yang mangatakan bahwa tipu daya pemimpin akan menjadi petaka buat diri dan rakyat, di mana dan sampai kapanpun menjelang kiamat. Pesan yang mengandung peringatan, “apakah masih belum tiba juga saatnya untuk tunduk patuh kepada hukum Tuhan, Zat Yang Maha Tahu, Maha Mengatur, Maha Menentukan? Apakah masih juga belum percaya kepada hukum-Nya, lalu bermanuver mencari akal untuk mengakal-akali, sampai akhirnya diakali oleh akal-akalan sendiri, “penggali lobang masuk ke lobang yang digalinya sendiri?” Masih mau merasa hebat jugakah walau tidak satupun strategi yang dibuat bisa mendatangkan manfaat untuk rakyat? Manusia hebat bukanlah mereka yang merasa dirinya hebat, tetapi adalah mereka yang dipandang hebat oleh rakyat karena ia dekat dengan Zat Yang Maha Hebat.**
Diposkan oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)
Dikutip dari Riau Pos Edisi Senin, 30 November 2015
redaksi@uin-suska.ac.id