Sekretaris Direktur Pascasarjana UIN Suska Riau
Para pemerhati bumi dan lingkungan hidup memperingati Hari Bumi setiap tahun. Bagaimana kaitan penyelamatan bumi dengan ajaran Islam khususnya dengan ibadah puasa?
Dalam ajaran Islam demikian penting tentang melestarikan alam, namun mengapa implementasinya tidak pernah nyata dan membumi secara substansi dan universal? Inilah pertanyaan krusial yang memerlukan jawaban dari para saintis dan masyarakat Muslim. Pertanyaan selanjutnya sudah sampai sejauh manakah nilai-nilai yang tekandung dalam Islam dapat menjaga keharmonisan hubungan manusia-alam–Allah, serta bagaimana peran manusia dalam menyelamatkan bumi serta menjaga kelestariannya? Bagaimana hubungan puasa (shaum) dengan menyelamatkan bumi?
Dalam pandangan antropologi agama ibadah puasa adalah ibadah yang tertua yang terdapat dalam semua agama umat manusia. Ibadah puasa lebih tua daripada salat, zakat, haji dan lain-lain. Puasa tidak hanya dilakukan oleh manusia. Juga oleh hewan dan tumbuh-tumbuhan, bahkan bangsa jin dan para malaikat untuk mencapai kesempurnaan mereka. Bagaimana hubungan puasa dengan siuasi bumi yang semakim hari semakin krisis, yang kita sebut dengan krisis lingkungan (environmental crisis).
Krisis alam semesta atau lingkunganhidup yang terjadi dewasa ini merupakan gambaran krisis spiritual paling dalam yang pernah melanda umat manusia akibat pandangan antropocentris. Yakni pendewaan humanisme,materialisme, hedonism dan pragmatisme. Manusia cenderung mengekploitasi alam tanpa batas,sehingga terjadilah ekploitas terhadap alam yang mengatasnamakan keperluan manusia. Hal ini diperlukan penyelamatan bumi dengan segera melalui ibadah puasa yang mengajarkan hidup yang tidak memprioritaskan kepada kehidupam material secara berlebihan. Puasa lebih menitikberatkan kepada ke kehidupan yang spiritualisme (rohani) memiliki perspektif ecoreligius dalam menyelamatkan bumi atau pelestarian lingkungan hidup secara efektif dan mendasar. Tanpa adanya pemahaman ecoreligius dan implementasinya akan mengakibatkan kehancuran bumi dan krisis lingkungan tidak pernah kunjung berhenti.
Makna ibadah puasa secara filosofi dalam kaitannya dengan bumi, lingkungan hidup dan alam semesta tidak akan dapat dimengerti sepenuhnya tanpa mengaitkan dengan konsep Islam tentang manusia. Dalam berbagai agama, manusia selalu dipandang sebagai pemelihara lingkungan namun dalam pandangan antropocentrisme manusia telah berubah menjadi pengekploitasi lingkungan dan alam semesta. Dalam konteks ini kondekuensinya makna spiritual puasa sendiri dalam hal ini memandang manusia dari dua arah, yaitu sebagai wakil Tuhan (QS al-Baqarah: 30) yang cenderung agresif-aktif dan sekaligus hamba Tuhan yang bersifat pasif dalam pengertian yang sebenarnya (QS al-A’rraf: 172).
Makna ibadah puasa secara substansial mengandung pandangan tentang hak dan tanggung jawab sebagai bagian dari hak asasi manusia. Islam bertolak belakang dengan pandangan antropocentrisme karena Islam lebih menekankan unsur “tanggung jawab” mendahului “hak” ketimbang sebaliknya. Proporsi yang telah membudaya itu harus dibaca ulang menjadi “tanggung jawab dan hak”. Dalam ibadah puasa diajarkan mendahulukan tanggung jawab dari pada hak, karena pada hakikatnya manusia tidak memiliki hak apapun yang berada di luar kontrol Allah. Baik hak terhadap alam semesta maupun hak atas dirinya sendiri.
Diposkan oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)
Dikutip dari Riau Pos Edisi Jumat (17/06/2016)
redaksi@uin-suska.ac.id