uin-suska.ac.id – Saat melewati salah satu ruang kuliah di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau beberapa bulan lalu, secara tak sengaja pandangan Tim Suska News tertuju pada kotak putih transparan yang ditaruh diatas sebuah bangku. Kotak putih itu berisi aneka jajanan yang dibalut plastik warna merah. Mulai dari keripik cabe yang dibungkus plastik seharga seribu rupiah per bungkus, sampai ayam goreng “kentaki” yang dujual lima ribu rupiah per bungkus. Disampingnya terdapat tadah berisi lembaran uang seribuan dan lima ribuan dengan secarik kertas betuliskan “Jajanan kejujuran”.
Karena penasaran, sambil terus mengamati dan bertanya ke beberapa mahasiswa yang lewat, akhirnya diperoleh informasi. Pemiliknya tak lain seorang mahasiswi jurusan PGMI yang sedang mengikuti kuliah dilokal tak jauh dari jajanan itu di taruh. Namanya, sella Hermalia mahasiswi asal Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Utara, Kabupaten Kampar.
Sejak Semester II lalu, Sella, begitu gadis ini sering disapa, menggelar jualan jajanannya di depan lokal tempatnya belajar dengan konsep “jajanan Kejujuran”. Siapa saja boleh mengambil jajanan yang disukai, dengan menaruh sendiri uangnya di sebuah tadah yang disediakan sesuai harga jajanan tersebut. Namun demikian, berdasarkan pengakuan Sella, tetap saja ada mahasiswa yang tak jujur. “Jajannnya diambil tanpa menaruh uangnya” ujar Sella sambil tertawa.
Kadang jika jajananya masih banyak tersisa, Sella akan menjajakan jajanannya berkeliling berjalan kaki ke Fakultas lain tak Jauh dari Fakultas Tarbiyah. Seperti ke Fakultas Syari’ah dan Fakultas Sain Teknologi yang jaraknya hanya beberapa meter dari Fakultas Tarbiyah. Jika masih tersisa juga, kadang Sella dibantu temannya dari Fakultas Psikologi UIN Suska Riau, Alda Noviani berkeliling dengan sepeda motor mendatangi kos-kosan mahasiswa di seputaran kampus demi menawarkan jajanannya. Jika jualannya sudah habis, sorenya barulah Sella pulang ke kampungnya Desa Tanjung Belit.
Anak Sulung dari pasangan Herlina (42) dan Abdul Malik (50) ini sengaja balek hari dari Kampar ke Pekanbaru untuk menghemat Biaya. “kalau saya ngekos di Pekanbaru, orang tua saya tak mampu menanggung biaya kos-kosannya. Sementara dengan ongkos angkutan “superbend” dua puluh ribu pulang pergi, rasa lebih hemat. Sedangkan untuk makan siang sudah dibungkuskan bekal nasi oleh ibu” ujar Sella lirih.
Sella sendiri terpaksa melakoni jualan sambil kuliah, sejak ayahnya berhenti dari pekerjannya sebagai Head Transport di PT Bumi Riau Cemerlang. Sepulang kuliah ia beserta ibunya, dibantu ayah dan adek-adeknya membuat keripik ubi dan jajanan lain, untuk diantar ke kedai-kedai dikampungnya dan sebagian dijajakan di kampus tempatnya menimba ilmu. Dari penghasilan itulah untuk biaya hidup keluarga dan biaya kuliah Sella serta sekolah tiga orang adeknya, pasca ayahnya berhenti bekerja
Meski ibunya kerap menyarankan Sella untuk berhenti saja kuliah karena kesulitan ekonomi, namun sang ayah tetap bersekukuh agar Sella tetap kuliah, meski ia sendiri tak lagi punya pekerjaan tetap. “Pokoknya selagi ayah masih hidup, ayah akan berusaha agar kamu tetap kuliah” cerita Sella mengenang. “Ayah sangat ingin melihat saya jadi guru, setamat kuliah. Dan bisa membantu menyekolahkan adek-adek saya” ungkap Sella kepada Suska News dengan mata berkaca-kaca, Kamis, (6/10/2016) lalu.
Masih tergiang diingatan Sella, saat nonton acara sebuah sinetron bareng keluarga. Adek perempuannya paling bungsu yang kini masih berumur empat tahun, dengan polos tiba-tiba berkata kalau sudah besar ingin seperti kakak baju putih yang ditayangkan di TV, merawat orang sakit. “Jadi besok belikan adek baju putih kayak itu ya ayah. Kalau ingin jadi perawat biaya sekolahnya sangat mahal dek ujar sang ayah. Sementara ayah sendiri sekarang sudah tak punya pekerjaan lagi, gimana tu?. Tapi adek jangan khwatir, timpal sang ayah menyenangkn hati adeknya. Besok kalau kakakmu Sella tamat kuliah, dan jadi guru tentu bisa membantu biaya sekolah mu.
Saya pun sempat berjanji pada ayah saat itu, sepahit apapun kehidupan akan dijalani demi memenuhi harapannya. Ujarnya mengenang.
Namun untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, begitulah perjalanan hidup Sella. Tiga bulan yang lalu, tepatnya 18 Juli, ayahnya Abdul Malik yang merupakan tulang punggung keluarga tiba-tiba meninggal akibat kecelakaan lalu lintas.
Saat tulisan ini diturunkan, Sella masih tercatat sebagai mahasiswa semester III di jurusan PGMI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, dengan UKT II yang harus membayar uang kuliah sebesar 1.600.000 per semester. Ayahnyapun mengalami kecelalakaan, terkait mencari pelunasan SPP semester Genap lalu. Karena tak punya uang, untuk melunasi uang kuliah semester ganjil lalu, Sella harus meminjam uang kepada tetangganya yang juga masih kerabatnya. Dengan catatan, empat hari kedepan harus sudah dilunasi, karena tetangganya pun memakai uang tersebut untuk biaya anaknya masuk sekolah.
Sampai menjelang waktu yang ditentukan, ia pun menceritakannya kepada sang ayah. Saat itu ayahnya alm Abdul Malik menelpon kesana kemari mencari pinjaman. Akhirnya, salah seorang temannya bersedia meminjamkan uang. Saat menjemput uang itulah ayahnya mengalami kecelakaan, yang baru dikabarkan padanya sekitar pukul 0.7.00 WIB malam. Kecelakaan terjadi dijalan lintas Propinsi Bangkinang – Pekanbaru, Tepatnya di Simpang Desa Naga Beralih. Menurut saksi mata, ayahnya jatuh dan kepalanya terhempas keaspal akibat kecelakaan tunggal.
Ayah Sella sempat dilarikan ke Puskesmas Air Tiris oleh warga menggunakan Becak Motor, dan dibawa ke RSUD Bangkinang. Namun karena tak bisa tangani, akhirnya dibawa ke RS Bhayangkara Pekanbaru. Namun karena pendarahan di kepala sudah terlanjur menyebar, akhirnya nyawa ayah sella tak bisa diselamatkan.
Kini meskipun sang ibu Herlina sudah sering kali menyarankan agar Sella berhenti saja kuliah, seperti halnya dua orang adeknya yang sudah berhenti sekolah, namun Sella tetap tak mau menyerah. Sebagai anak sulung yang jadi tumpuan harapan adek-adeknya, Ia bertekad untuk tetap melanjutkan kuliah. Berbagai pekerjaan pun ia lakoni. Disamping membuat keripik dan aneka kue jajanan yang akhir-akhir ini sudah mulai kurang laku, Sella pun melakoni pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dikampungnya bersama sang ibu.
Sebelum berangkat kuliah, jam empat dinihari Sella sudah harus bangun. Ia dan ibunya harus bergegas menyuci, menyapu dan membereskan semua pekerjaan rumah tetangganya. Jam 5.30 pekerjaannya harus beres, agar bisa bersiap berangkat kuliah.
Namun, demikian Sella mengaku agak mulai pesimis, apakah bisa membayar uang kuliah pada Januari semester depan dengan gaji mnjdi pembantu rumah tangga 400 ribu perbulan. Ditambah lagi uang masuk dari jajanan kini mulai kurang lancar, akibat bahan pembuatan yang makin mahal. Yang berimbas pada makin kecilnya kemasan dan kurang laku. “apakah saya bisa menebus janji pada ayah? Wallahualam***
Penulis: Suardi
Tim liputan Suska News (Donny, Azmi, PTIPD)
redaksi@uin-suska.ac.id