Dosen Tafsir UIN Suska Riau
Alquran yang diturunkan kepada Nabi adalah Bahasa Arab. Sahabat Nabi pun sebagai orang Arab, dapat memahami ayat-ayat Alquran. Apabila mereka menemukan kesulitan dalam memahaminya, maka para sahabat itu menanyakan langsung kepada Nabi. Bagi sahabat Nabi, hanya kepada Nabilah mereka menanyakan dan belajar segala sesuatu yang tidak mereka pahami termasuk makna Alquran. Nabi mengetahui dan memahami semua ayat-ayat Alquran, karena Allah telah mengajarkan-Nya.
Astronomi adalah bagian terkecil dari alam semesta dan bukanlah terjadi begitu saja. Ia melalui beberapa proses yang dilalui untuk menjadi ada. Mengenai astronomi ini Allah telah memberitahukan di dalam kitab suci Alquran.
Hilal dan Rukyat dalam Alquran
Hilal dalam astronomi dikenal dengan nama creskent adalah bagian bulan yang tampak terang dari bumi sebagai akibat cahaya matahari yang dipantulkan olehnya pada hari terjadinya ijtimak sesaat setelah matahari terbenam. Rukyat merupakan mengamati hilal pada saat matahari terbenam menjelang awal bulan Qamariah dengan mata atau teleskop. Dalam astronomi di kenal dengan nama observasi. Hilal adalah penampakan bulan yang paling awal terlihat menghadap bumi setelah bulan mengalami konjungsi/ijtimak.
Ijtimak/konjungsi adalah peristiwa yang terjadi saat jarak sudut (elongasi) suatu benda dengan benda lainnya sama dengan nol derajat. Dalam pendekatan astronomi, konjungsi merupakan peristiwa saat matahari dan bulan berada segaris di bidang ekliptika yang sama. Pada saat tertentu, konjungsi ini dapat menyebabkan terjadinya gerhana matahari. Hilal merupakan kriteria suatu awal bulan. Seperti kita ketahui, dalam kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu setempat, dan penentuan awal bulan tergantung pada penampakan hilal. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 hari atau 30 hari. Sebagaimana dijelaskan Alquran: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. (QS Al-Baqarah: 189).
Pada masa jahiliyah, orang-orang yang berihram di waktu haji, mereka memasuki rumah dari belakang bukan dari depan. Hal ini ditanyakan pula oleh para sahabat kepada Rasulullah saw, maka diturunkanlah ayat ini.
Rasyid Ridha dan Mustafa Az-Zarqa berkata, perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat. Dalam hal ini kaidah ushul fikih yang mengatakan: ‘al-hukmu yadûru ma’a ‘illaitihi wujûdan wa ‘adaman’, di mana saat itu fasilitas yang dimiliki oleh peradaban Islam di Madinah barulah rukyat. Penafsiran ini bisa dihubungkan dengan hadis lain; ‘innâ ummatun ummiyah, lâ naktub wa lâ nahsub’. Ilat perintah rukyat adalah karena umat zaman Nabi saw adalah umat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Dalil perintahkan untuk rukyatul hilal, maka kita melakukannya. Dan pula di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah ada metode hisab tetapi beliau tidak menggunakannya.
Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum matahari terbenam (ijtima’ qablal ghurub), dan bulan terbenam setelah matahari terbenam (moonset after sunset); maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapa pun sudut ketinggian (altitude) bulan saat matahari terbenam. Hisab Wujudul Hilal bukan untuk menentukan atau memperkirakan hilal mungkin dilihat atau tidak. Tetapi Hisab Wujudul Hilal dapat dijadikan dasar penetapan awal bulan Hijriyah sekaligus bulan (kalender) baru sudah masuk atau belum, dasar yang digunakan adalah perintah Alquran pada QS Yunus: 5, QS Al Isra’: 12, serta penafsiran astronomis atas QS Yasin: 36-40 “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, Maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” Maksudnya: bulan-bulan itu pada Awal bulan, kecil berbentuk sabit, kemudian sesudah menempati manzilah-manzilah, Dia menjadi purnama, kemudian pada manzilah terakhir kelihatan seperti tandan kering yang melengkung.
Imkanur rukyat adalah mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal. Secara praktis, Imkanur Rukyat dimaksudkan untuk menjembatani metode rukyat dan metode hisab. Meski demikian ada juga yang berpikir bahwa pada ketinggian kurang dari 2 derajat hilal tidak mungkin dapat dilihat. Sehingga dipastikan ada perbedaan penetapan awal bulan pada kondisi ini.
Rukyat global adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang menganut prinsip bahwa: jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya. Metode penentuan kriteria penentuan awal bulan kalender Hijriyah yang berbeda seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan, yang berakibat adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri.
Isbat Ramadan Perspektif Alquran
Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah untuk mengangkat derajat manusia dari lembah kegelapan menuju alam yang terang benderang. Perbedaan penentuan awal puasa dan 1 Syawal, ternyata perbedaan itu sekadar pada penetapan kriteria. Menurut para ahli penyebab perbedaan itu bukanlah perbedaan metode hisab dan rukyat, namun lebih banyak karena perbedaan dalam memahami ketentuan yang tertulis dalam Alquran dan Hadis. Menghadapi kenyataan tersebut tentunya harus memahami teks-teks dalam Alquran atau Hadis. Beberapa ayat yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum antara lain Surat al-Baqarah:185 “karena itu, barang siapa di antara kamu menyaksikan bulan Ramadan maka hendaklah ia berpuasa”.
Para ulama berpegah teguh pada hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan At-Turmudzi dari Kuraib: “Saya datang ke Syam dan masuklah bulan Ramadan, ketika saya berada di sana maka saya melihat hilal pada malam Jumat. Di akhir bulan saya kembali ke Madinah. Maka Ibnu Abbas bertanya kepada saya “kapan kamu melihat hilal?” Aku berkata: “Kami melihatnya pada malam Jumat. ”Ibnu Abbas berkata : “Apakah kamu sendiri yang melihatnya?” aku menjawab: ”Benar dan orang lain melihatnya, karenanya Muawiyah dan orang di sana berpuasa,” kata Ibnu Abbas: “Akan tetapi kami melihatnya malam Sabtu, karenanya kami akan terus berpuasa hingga cukup 30 atau kami melihat bulan sendiri.” Aku berkata “tidaklah Anda mencukupi dengan ru’yah muawyah dan puasanya?” Ibnu Abbas menjawab: ”tidak,” demikianlah kami diperintahkan Nabi ”.
Hadis ini menetapkan, bahwa apabila telah pasti ru’yatul hilal di suatu negara, wajiblah puasa di negara itu dan negara yang dekat dengannya yang segaris lurus tidak negara-negara yang lain. Rukyat umumnya dilakukan di tepi pantai atau di atas dataran tinggi (seperti gunung atau bukit), karena kedua tempat tersebut merupakan lokasi bebas halangan untuk melihat hilal di ufuk bagian barat.
Awal bulan Qomariyah ditentukan berdasarkan hisab dan rukyat. Rukyat ialah aktivitas melihat hilal pada tanggal 29 bulan Qomariyah saat maghrib di hari terjadinya ijtimak. Jika hilal terlihat, maka malam itu dan keesokan harinya ditetapkan tanggal satu bulan baru, namun jika hilal tidak terlihat, maka bulan yang sedang berjalan digenapkan menjadi 30 hari dan tanggal satu bulan baru ditetapkan malam hari berikutnya. Adapun hisab ialah menghitung posisi bulan pada tanggal 29 bulan Qomariyah saat maghrib di hari terjadinya ijtimak. Jika posisi hilal tersebut telah mencapai kriteria yang dipersyaratkan, maka mulai maghrib malam itu sudah masuk bulan baru, namun jika belum mencapai kriteria yang dipersyaratkan, maka bulan baru masuk pada malam hari berikutnya. Praktik penentuan awal bulan Qomariyah di zaman Rasulullah saw dan para sahabatnya menggunakan rukyatul hilal. Hal ini sesuai dengan kadar keilmuan mereka yang belum mengetahui perhitungan posisi hilal. Pada saat itu, rukyat merupakan sarana yang paling mudah dan sangat dikenal masyarakat Arab untuk mengetahui penanggalan di kalangan mereka. Hisab penting untuk dipakai, karena tanpa hisab kita tidak akan bisa mengarahkan pandangan pada posisi yang tepat ketika melakukan rukyat hilal, juga kita tidak akan punya almanak tahunan. Namun demikian, peran hisab tidak bisa menggantikan posisi rukyat. Rukyat tetap penting untuk dilakukan sebagai korektor atas hasil hisab. Sebenarnya dalam peta konsep penentuan awal bulan Qomariyah, kriteria wujudul hilal dan kriteria imkanur rukyah itu berada dalam satu sistem, yaitu sistem hisab. Jika ada pengakuan dusta terhadap Nabi saw, malaikat Jibril pasti akan memberi tahu beliau bahwa yang mengaku melihat hilal itu berdusta. Namun jika ada pengakuan dusta saat ini, kita tidak akan mendapatkan hal itu. Upaya lahiriyah yang dapat kita lakukan hanya dengan cara membandingkan pengakuan tersebut dengan data-data hisab dan dengan melakukan rukyat aktual.
Sebagai kesimpulan dalam penentuan isbat Ramadan ini Alquran diturunkan Allah bukan hanya untuk sekadar dibaca secara tekstual, tetapi Alquran untuk dipahami, dihayati serta diamalkan dalam sosial kehidupan bermasyarakat. Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah untuk mengangkat derajat manusia dari lembah kegelapan menuju alam yang terang benderang. Sejarah membuktikan bahwa masyarakat jahiliyyah yang tidak memiliki peradaban dan arah serta tujuan hidup berhasil dibawa oleh Nabi Muhammad saw kepada kehidupan baru yang berperadaban yang lebih maju, yaitu kehidupan yang diterangi cahaya keimanan dan penghormatan terhadap harkat kemanusiaan. Perbedaan penentuan awal puasa dan 1 Syawal, ternyata perbedaan itu sekadar pada penetapan kriteria. Menurut para ahli penyebab perbedaan itu bukanlah perbedaan metode hisab dan rukyat, namun lebih banyak karena perbedaan dalam memahami ketentuan yang tertulis dalam Alquran dan Hadis.
Diposkan oleh Tim Liputan Suska News
Dikutip dari Riau Pos Edisi Rabu, 24 Mei 2017