Guru Besar UIN Suska Riau
Ibadah sekurang-kurangnya mengandung dua hal pokok. Yakni primer (wajib) dan yang sekunder (sunat). Yang wajib, kalau dikerjakan mendapat pahala, kalau ditinggalkan mendapat dosa. Dalam hal yang wajib, tidak ada pilihan, harus dikerjakan. Yang sunat, kalau dikerjakan mendapat pahala, kalau ditinggalkan tidak mendapat apa-apa. Dalam hal yang sunat ada pilihan, mau dikerjakan atau tidak.
Ibadah yang dilakukan seseorang harus diarahkan untuk memperbaiki akhlak dalam rangka 4 dimensi hubungan. Yakni hubungan dengan dirinya sendiri, hubungan dengan saudara-saudaranya, hubungan dengan lingkungannya, dan hubungan dengan pencipta-Nya. Setiap ibadah yang dilakukan harus diupayakan untuk memperbaiki akhlak dengan empat dimensi itu. Dalam beribadah seseorang harus diarahkan untuk mencapai kebaikan hubungan dirinya dengan dirinya sendiri, hubungan dengan sesama manusia, hubungannya dengan lingkungan sekitarnya, dan hubungannya dengan Allah SWT. Hubungan itu harus secara seimbang diupayakan secara bersama-sama. Sebagai contoh, ibadah salat. Salat yang dilakukan seseorang dimaksudkan untuk mencapai kebaikan bagi dirinya, kebaikan bagi hubungannya dengan orang lain, kebaikan hubungannya dengan lingkungannya, dan kebaikan hubungannya dengan Allah SWT.
Ramadan adalah bulan yang oleh Rasulullah disebut sebagai syahrun ‘azhim (bulan yang agung), dan syahrun mubarak (bulan yang penuh keberkatan). Ramadan disebut bulan agung karena di dalamnya terdapat banyak kelebihan yang tidak terdapat dalam bulan-bulan yang lain, seperti lailatul qadar (malam seribu bulan), salat tarawih, dan ibadah puasa itu sendiri.
Puasa itu bagaikan sebuah rumah atau sebuah mobil, yang memiliki unsur utama dan unsur pelengkap. Sebuah rumah mesti memliki unsur utama dan unsur pelengkap. Unsur utama rumah adalah semua bagian-bagian yang penting dari rumah itu, seperti fondasi, dinding, dan atap. Sedangkan unsur pelengkapnya adalah perabot-perabotnya, seperti kursi, meja, tempat tidur, lemari, dan AC. Dapat dibayangkan bagaimana rasanya sebuah rumah yang tidak mempunyai perabot.
Puasa juga dapat diibaratkan sebagai sebuah mobil, yang juga harus memiliki unsur utama dan unsur pelengkap. Unsur utama mobil adalah mesin, roda, ban, dan lain-lainnya. Sedangkan unsur pelengkapnya adalah kelengkapan interior mobil, seperti tape recorder, AC, dan perangkat-perangkat lainnya. Tanpa unsur pelengkap, sebuah mobil dapat berjalan, tetapi jalannya tidak dalam kondisi nyaman dan menyenangkan. Dapat dibayangkan kalau kita menaiki sebuah mobil yang tidak ber-AC, misalnya, kita pasti akan kepanasan.
Ada sekian banyak aksesori puasa yang dapat diadakan atau dilakukan oleh seseorang yang berpuasa, di antaranya: Membaca Alquran, berzikir, qiyamul lail (salat malam), bersedakah, iktikaf di masjid, melakukan umrah Ramadan, menghidupkan lailatul qadar dengan ibadat, melaksanakan Salat Idul Fitri, saling memaafkan dan puasa 6 hari pada bulan Syawal.
Ibadah puasa dengan kelengkapannya itu akan menimbulkan dampak dalam diri seseorang untuk menyatakan bahwa dirinya bukanlah satu-satunya, tetapi merupakan bagian dari masyarakat dan lingkungannya. Ia tidak hidup sendirian, tetapi hidup bersama orang lain. Karena itu, ketika ia berpuasa dan melakukan aksesori puasa, ia menjadi sadar untuk memahami dan ikut merasakan apa yang dialami oleh saudara-saudaranya yang lain. Dari sini muncul kesadaran dan perasaan sosial seseorang, muncul rasa kesetiakawasan sosial yang tinggi dan pada akhirnya menimbulkan kepekaan dan solidaritas sosial yang tinggi.
Apabila puasa dengan kelengkapannya itu telah dilakukan oleh setiap muslim dengan baik, dan penuh keikhlasan dan kepatuhan, maka orang itu akan menjadi muslim yang sejati, yang berada dalam naungan dan ridha Allah. Kalau setiap orang atau muslim melakukan hal yang sama maka dari mereka akan muncul dan lahir suatu masyarakat madani yang berada di bawah naungan dan ridha Allah, yang senantiasa patuh dan tunduk kepada segala perintah dan atauran Allah. Kekuatan-kekuatan jiwa yang ditumbuhkan oleh ibadah Ramadan, kekuatan jiwa untuk berlaku jujur, bekerja dengan tekun, hidup sehat dan teratur, menanamkan rasa kasih sayang, saling tolong-menolong, saling memberi dan menerima, meningkatkan hubungan persaudaraan, meningkatkan hubungan dengan Tuhan, dan meningkatkan ketakwaan.
Ibadah Ramadan pada akhirnya akan membawa seorang muslim kepada tingkat muttaqin. Yakni tingkat manusia yang paling tinggi menurut pandangan Allah SWT. Orang-orang yang melakukan ibadah dengan tekun, dengan sempurna, dengan penuh keimanan dan keikhlasan kepada Allah akan mencapai tingkat itu. Orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang sangat baik, orang-orang yang berjalan sesuai dengan tuntunan dan ajaran Allah. Karena itulah, bagi mereka itu akan disiapkan surga bagi balasan amalan kebajikan yang telah dilakukannya. Wallaahul muwaafiq ilaa aqwamith thariq.
Diposkan oleh Tim Liputan Suska News
Dikutip dari Riau Pos Edisi Jumat, 9 Juni 2017