Dosen Fakultas Syariah UIN Suska Riau
Zakat secara bahasa adalah pertumbuhan dan pertambahan, permbersihan, harta yang dikeluarkan menurut hukum syariat adalah zakat, karena yang kita keluarklan adalah kelebihan dari hak kita yang menjadi hak orang lain.
Zakat menurut syariat adalah sebagian harta yang wajib kita keluarkan dari harta yang Allah berikan kepada kita yang telah mencukupi nisab dan haulnya untuk orang yang berhak menerimanya. (Al-fiqh al-islam wa’adillatuh, Dr. Wahbah al-Zuhaily).
Zakat memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat (Yusuf Qardhawi dalam al-Ibadah fi Al-Islam, 1993 :235).
Kesediaan berzakat dipandang pula sebagai orang yang selalu berkeinginan untuk membersihkan diri dari berbagai sifat buruk, seperti : bakhil, egois, rakus dan mengembangkan harta yang dimilikinya (QS, 9;103 dan QS. 30;39)
Sebaliknya, ajaran islam memberikan peringatan dan ancaman yang keras terhadap orang yang enggan mengeluarkan zakat. Di akhirat kelak, harta yang disimpan dan ditumpuk tanpa dikeluarkan zakatnya, akan berubah menjadi azab bagi pemiliknya (QS.9;34-35).
Di Indonesia, pengelolaan zakat telah diatur dalam UU Nomor 38 Tahun 1999, dan kemudian secara operasional diatur dalam KMA Nomor 373/1999, Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor D-391/1999. Dengan kata lian, peraturan perundang-undangan tentang zakat sebenarnya sudah ada sejak 10 tahun yang lalu dan sekarang kita telah mempunyai sebuah lembaga (BAZNAZ) yang mengurus permasalahan zakat ini.
Hikmah dan Manfaat
Perwujudan keimanan kepada Allah SWT (perhatikan QS.9;103, QS.30:39, QS.14:7)
Menolong, membantu dan membina mustahik zakat, sesungguhnya bukan sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif yang sifatnya sesaat akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka dengan cara menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.
Menjadi pilar amal jama’i (perhatikan QS, 2:273). Salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat islam untuk peningkatan kualitas dan sumberdaya manusia.
Memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak akan diterima dari harta yang didapatkan dengan cara yang bathil (Hadits).
Dorongan berzakat memiliki dampak luas
Menambah jumlah muzzaki dan munfiqun atau mushoddiq.melipatgandakan penguasaan asset dan modal di tangan umat Islam. Membuka lapangan kerja yang luas.
Harta yang karus dikeluarkan zakatnya
Secara eksplisit Al-Quran dan Hadits menyebutkan beberapa jenis harta benda yang harus dikeluarkan zakatnya, seperti hasil pertanian (QS. 6:141), emas dan perak (QS.35)binatang ternak (berbagai hadits nabi ), perdagangan(Hadits Nabi), rikas (Al-Hadits). Tetapi Al-Quran juga menggunakan istilah yang bersifat umum untuk harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya, apabila telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu al-amwaal (harta benda, seperti tergambar dalam QS.9;103) dan sebaik-baiknya hasil usaha kamu (QS. 2:267)
Zakat Profesi
Zakat profesi adalah zakat atas penghasilan yang diperoleh dari pengembangan potensi diri yang dimiliki seseorang dengan cara yang sesuai dengan syariat seperti upah kerja rutin, profesi dokter, pengacara, arsitek, dll.
Landasan zakat profesi dianalogikan kepada zakat hasil pertanian yaitu dibayarkan ketika mendapatkan hasilnya, demikian juga mengenai nishabnya yaitu sebesar 652,8 kg makanan pokok (gabah) atau senilai 520 kg beras dan dibayarkan dari pendapatan kotor. Sedangkan tarifnya adalah dianalogikan pada zakat emas dan perak yaitu sebesar 2,5 % atas dasar kaidah “Qias Asysyabah”.
Zakat perusahaan
Landasan kewajiban zakat pada perusahaan berpijak pada dalil yang bersifat umum, seperti termaktub dalam firman Allah surat Al- Baqarah ayat 267: “ Wahai sekalian orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (keluarkanlah zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-naik … “
Asas pekansanaan zakat
Pengelahan zakat malalui lembaga amil zakat didasarkan pada berbagai pertimbangan antara lain : 1. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat. 2. Menjaga perasaan rendah diri para mustahik apabila berhadapan langsung untuk menerima haknya dari para muzakki. 3. Untuk mencapai efisiensi, efektifitas dan sasaran yang tepat dalam pengguanaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada di suatu tempat. 4. Untuk memperlihatkan syi’ar Islam dan semangat penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang Islami. Sebaliknya, jika pelaksanaan zakat itu begitu saja diserahkan kepada muzakki, maka nasib dan hak-hak orang miskin dan para mustahik lainnya terhadap orang-orang kaya tidak memperoleh jaminan yang pasti.
Diposkan oleh Humas UIN Suska Riau
Dikutip Dari Tribun Pekanbaru Edisi Rabu, 13 September 2017
*N