uin-suska.ac.id — Saat memasuki tahun ajaran baru, media massa biasanya ramai memberitakan tentang hal – hal seperti penerimaan siswa baru, sistem PPDB online yang baru digarab oleh pemerintah yang masih menuai berbagai kendala teknis di daerah, sampai sekolah yang over kapasitas atau bahkan sekolah yang hanya mendapatkan tiga orang siswa baru. Namun, agaknya informasi itu masih “kalah” dengan pemberitaan tentang kasus bullying yang menimpa anak-anak kita saat menuntut ilmu di institusi pendidikan. Media massa sampai media sosial ramai – ramai memberitakan kasus tersebut. Kasus bullying memang bukan kasus baru di dunia pendidikan kita, namun kasus ini seperti gunung es yang muncul dipermukaan tetapi menyisakan masalah didalamnya yang tidak pernah terselesaikan. Kasus bullying terbaru yang mencuri perhatian publik adalah bullying yang terjadi di Universitas Gunadarma, dimana yang menjadi korbannya adalah mahasiswa yang memiliki kebutuhan khusus. Video yang berdurasi kurang lebih 3 detik itu memperlihatkan bagaimana mahasiswa lain mengganggu mahasiswa yang berkebutuhan khusus tersebut. Selain kasus bullying di Universitas Gunadarma, publik juga dikejutkan dengan kasus bullying pelajar Sekolah Menengah pertama yang berujung dikeluarkannya pelaku dari sekolah yang bersangkutan. Puncaknya, pada awal tahun ini kita dikejutkan dengan meninggalnya seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) di marunda, jakarta. Tentu masih banyak kasus – kasus bullying yang lain yang mungkin tidak tampak dipermukaan dan tidak pernah dilaporkan.
Sekilas tentang bullying
Kata bullying sendiri berasal dari bahasa inggris yaitu bull yang berarti banteng yang menyeruduk kesana kemari, kata ini selanjutnya digunakan untuk merepresentasikan tindakan yang destruktif. Bull juga berarti penggertak atau orang yang menggangu orang yang lemah. Dapat disimpulkan bullying berarti tindakan yang merugikan orang lain yang baik itu secara fisik maupun mental. Bullying biasanya terjadi di institusi pendidikan, walaupun sebenarnya tidak tertutup kemungkinan teradi ditempat lain. Berkaitan dengan school bullying, kita dapat mendefinisikan school bullying sebagai tindakan agresif yang berulang – ulang yang dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan atas siswi/siswa lain yang bertujuan untuk menyakiti orang tersebut. Ada beberapa bentuk tindakan bullying yang biasanya dilakukan, seperti kontak secara fisik langsung. Hal ini biasanya berbentuk pukulan, tendangan, gigitan, jambakan, mencubit dan mencakar. Kemudian kontak verbal langsung, hal ini berbentuk pemerasan, mengganggu, ancaman, mengejek, mengintimidasi, menyebar gosip, makian, merendahkan, mempermalukan, serta memberi nama julukan yang tidak pantas. Selain itu, school bullying juga bisa berbentuk pelecehan seksual, perilaku non verbal langsung seperti ejekan, menjulurkan lidah, melihat dengan sinis serta mengucilkan korban dari lingkungan.
Masa remaja merupakan masa yang sangat krusial dalam fase perkembangan kematangan mental. Selain keluarga, lingkungan juga menjadi penentu apakah seorang anak akan berprilaku baik atau buruk. Dalam fase ini seorang anak akan mencoba mencari jati diri untuk menentukan bagaimana mereka berprilaku, bersikap dan ingin menjadi apa ketika mereka beranjak dewasa nanti. Namun, kadangkala masa remaja juga menyisakan kenangan – kenangan buruk bagi orang yang menjadi korban pembullian. Mereka yang menjadi korban cenderung akan kehilangan kepercayaan diri, tidak merasa berharga serta tersingkirkan dari lingkungan yang seharusnya menjadi tempat mereka belajar dan mengasah kemampuan. Sementara itu, mereka yang menjadi pelaku biasanya pernah mengalami tindakan bullying seelumnya, dan melampiaskan trauma yang mereka rasakan terhadap orang lain.
Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi juga agaknya berperan penting dalam proses perkembangan remaja. Ketika teknologi informasi dan komunikasi seharusnya dijadikan alat untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat, seperti membantu mengerjakan tugas – tugas sekolah dan lainnya, namun mayoritas remaja menggunakan tekonologi internet sebatas pada penggunaan media sosial. Maka berkembanglah bullying lewat media sosial. Kita tentu masih ingat kasus amanda tood dari kanada yang mengunggah vidio di youtube beberapa saat sebelum ia memilih untuk mengakhiri hidupnya. Ia merupakan salah satu korban bullying di media sosial. Jika hal ini tidak menjadi perhatian, bukan tidak mungkin hal ini juga terjadi pada anak – anak didik kita, atau bahkan sudah terjadi namun tidak muncul dipermukaan. Penyebab bullying bisa bermacam – macam, kita bisa membedakannya kedalam faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor penyebab yang berasal dari dalam diri pelaku, misalnya faktor psikologis. Gangguan psikologis seperti gangguan kepribadian ataupun gangguan emosi bisa disebabkan karena berbagai masalah yang dihadapi oleh seorang anak.
Cyber bullying
Banyak pelaku bullying dipengaruhi oleh faktor psikologi. Tetapi umumnya perilaku bullying mereka dipengaruhi oleh toleransi sekolah atau istitusi pendidikan atas perilaku bullying, sikap guru, dan faktor lingkungan yang lain. Selain itu, lingkungan keluarga juga mempengaruhi perilaku bullying. Bully biasanya berasal dari keluarga yang memperlakukan mereka dengan kasar. Sementeara itu faktor eksternal yang memicu terjadinya bullying ada berbagai bentuk seperti pengaruh lingkungan (teman sebaya), keluarga yang kurang harmonis, faktor ekonomi keluarga, dan acara televisi yang kurang mendidik serta kecanggihan teknologi pada era globalisasi ini yang sangat mungkin memicu terjadinya cyber bullying. Cyber bullying adalah salah satu perkembangan bentuk – bentuk bullying yang didorong oleh perkembangan teknologi dan media massa. media massa yang digunakan biasanya adalah media sosial, seperti facebook, twitter, instagram, path, dan media – media sosial yang lain. Pelaku cyber bullying akan merasa aman melakukan bully dibalik layar dengan status anonim. Cyber bullying memiliki efek yang sangat luar biasa, hal ini dikarenakan tindakan cyber bullying berpengaruh terhadap kondisi psikologis korban. Bentuk – bentunk cyber bullying juga bermacam – macam, seperti ancaman di media sosial, meng-upload foto yang tidak pantas di media sosial, dan bentuk – bentuk intimidatif yang lain. Ketika anak menjadi korban cyber bullying kepercayaan dirinya akan berkurang, mereka cenderung akan menarik diri dari dunia sosial. Hal ini dikarenakan media sosial memiliki peranan yang sangat penting bagi generasi remaja saat ini. Jika dimedia sosial seseorang sudah merasa terkucilkan, maka tidak ada harapan baginya untuk menghadap lingkungan sekitar. Tidak jarang korban cyber bullying juga merepresentasikan perasaannya lewat media sosial, namun tentu hal ini menimbulkan pro dan kontra. Jika semangkin banyak orang yang memberikan komentar buruk di media sosial, korban bullying akan merasa frustasi, stres, bahkan tidak tertutup kemungkinan untuk mengakhiri hidup. Hal ini harus menjadi perhatian kita bersama, Anak yang menjadi korban bullying baik secara fisik ataupun secara mental biasanya akan mengalami trauma yang besar dan depresi yang akhirnya menyebabkan gangguan mental dimasa yang akan datang.
Cyber bullying akan menjadi sangat mengganggu korbannya jika sudah mendapat perhatian dari netizen atau lingkungan sekitar korban. Biasanya pelaku tidak menyadari telah melakukan cyber bullying karena merasa itu hanya candaan biasa, hal ini dikarenakan orang yang menghina, menjelekkan dan membully seseorang lewat media internet adalah pelaku cyber bullying. Oleh karena itu, kita sebagai pengguna internet harus berhati – hati dalam berkomentar dan berprilaku ketika menggunakan media sosial, karena mungkin saja komentara yang kita kirim itu termasuk cyber bullying apabila menyinggung dan menghina orang lain.
Dalam perspektif komunikasi massa, bullying melalui media sosial merupakan pertukaran informasi secara massal. Informasi dalam media sosial begitu cepat menyebar, walaupun bentuk cyber bullying itu virtual namun konsekuensinya nyata. Orang yang mengalami cyber bullying dampaknya mungkin akan lebih buruk dari pada orang yang menjadi korban bullying di dunia nyata. Akun – akun anonim yang melakukan cyber bullying akan sulit untuk mengidentifikasikan pelakunya, akibatnya banyak kasus cyber bullying yang tidak terungkap. Jika pengguna media sosial menyadari bagaimana dampak kata – kata yang mereka ucapkan lewat status dan komentar di media sosial, maka hal ini kemungkinan akan mengurangi bentuk – bentuk cyber bullying.
Ada beberapa cara untuk mengatasi bullying, baik itu bullying di dunia nyata ataupun cyber bullying. Pertama, adanya kebijakan dan tindakan yang terintegrasi dari semua komponen, baik itu lingkungan sekolah / kampus yang diakomodir oleh guru / dosen di institusi pendidikan terkait, masyarakat, bahkan orang tua, sehingga ada tindakan tegas terhadap pelaku bullying. Kedua, sangsi tegas yang diberikan kepada pelaku bullying serta kampanye anti bullying yang disosialisasikan disemua lini. Apapun itu, kita sebagai orang tua, praktisi pendidikan, atau bagian dari masyarakat harus aktif dalam mengawasi anak – anak kita yang kita amanahkan untuk menempuh pendidikan di luar rumah, kita harus bisa menjadi pendengar dan teman yang baik untuk anak – anak kita. Sebagai orang tua, kita juga harus bisa memberikan waktu luang yang cukup untuk mengakomodir segala kebutuhan dan apa yang anak – anak kita lewati di luar rumah.
rohayati@uin-suska.ac.id : Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi