Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Gencarnya program pemberdayaan masyarakat yang saat ini dilakukan pemerintah dan lembaga swasta, tentu mempunyai daya tarik tersendiri untuk mengkaji fenomena ini. Berbagai pendekatan juga digalakkan dalam upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat melalui program pemberdayaan. Pertanyaan saya yang pertama kali muncul yaitu bisakah pemberdayaan masyarakat dipandang sebagai aktualisasai dakwah?
Pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Melihat asal kata ini maka ide utama dari pemberdayaan bersentuhan dengan konsep kekuasaan. Konsep kekuasaan juga sering dikaitkan dengan kemampuan individu untuk membuat orang lain melakukan apa yang diinginkannya, terlepas dari minat dan keinginan mereka. Sedangkankan kekuasaan dalam konsep pemberdayaan memfokuskan kepada kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhannya melalui penggunaan hak yang dimilikinya dan dapat menjalankan kewajiban yang harus dilakukannya.
Masyarakat dalam bahasa Inggris disebut society, berasal dari kata socius yang berarti kawan. Adapun dalam bahasaArab disebut dengan as-syirk artinya berserikat, bekerja sama. Selanjutnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia masyarakat diartikan sebagai sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya, terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan yakni yang bersifat people-centered, participatory, empowering, and sustainable.Pemberdayaan masyarakat adalah segala usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat agar bisa mencapai kehidupan yang sejahtera. Keberdayaan masyarakat akan terlihat ketika masyarakat berani membuat keputusan untuk memperbaiki hidupnya kearah yang lebih baik. Dalam arti tidak lagi tergantung kepada kebijakan dan kendali orang lain sehingga mampu membuat ide-ide cemerlang untuk menciptakan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya.
Berbagai kebijakan pemerintah pusat dan sebagian pemerintah daerah dalam 15 tahun terahir banyak berpijak pada konsep pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dipandang sebagai salah satu solusi yang paling menjanjikan dibandingkan dengan program-program pemerintah yang sebelumnya telah dilakukan. Maraknya fenomena pemberdayaan masyarakat ini dapat dilihat dari tiga hal, yaitu: Pertama: Pemberdayaan dipandang sebagai jawaban atas pelaksanaan pembangunan yang didasari oleh kebijakan yang terpusat sejak tahun 1970 hingga tahun 1990-an. Kedua: Pemberdayaan dipandang sebagai jawaban atas tantangan konsep pertumbuhan yang mendominasi pemikiran para pengambil kebijakan publik yang cendrung melupakan kebutuhan rakyat akar rumput. Ketiga: Pemberdayaan dipandang sebagai jawaban atas nasib rakyat yang masih didominasi oleh penduduk miskin, pengangguran, masyarakat terbelakang dan sebagainya.
Melihat tiga fenomena di atas membuat pengusung konsep pemberdayaan sangat optimis dapat menjalankan pemberdayaan sebagai solusi dari masalah yang dihadapi. Banyaknya metode yang digunakan untuk menyukseskan program ini. Kondisi ini harus disadari karena pemberdayaan bukanlah produk instan yang langsung bisa dinikmati hasilnya. Pemberdayaan memiliki proses-proses atau tahapan yang harus dilalui. Pemberdayaan adalah proses yangmempunyai tiga tahapan, yaitu: penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan. Ketiga proses tersebut harus dilaksanakan secara bertahap agar memperoleh hasil yang maksimal dan bersifat berkesinambungan.
Pemberdayaan dalam perspektif Islam seperti pendapat M. Quraish Shihab tentang konsep pembangunan yang harus bersifat menyeluruh, menyentuh dan menghujam kedalam jati diri manusia. Ajaran ini bertujuan agar dapat membangunan manusia seutuhnya, baik dari segi materil dan spiritual secara bersamaan. Islam merangkum materil dan spiritual dalam satu wadah yang sama agar keduanya saling menguatkan. Manusia akan menjadi pribadi yang unggul ketika kedua aspek tersebut terpenuhi. Pribadi yang unggul akan menjadi figur yang bisa menjadikan dirinya kokoh dan bisa menjadi tumpuan juga bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.
Istilah pemberdayaan bisa juga dikaitkan dengan dakwah karena tujuannya sama-sama mengajak manusia agar menjadi pribadi yang lebih baik. Adapun fungsi dakwah dilihat dari targetnya, menurut Al-Yasa Abu Bakar sebagaimana dikutip oleh Muhammad Sulthon dalam bukunya Desain Ilmu Dakwah, dapat dibedakan menjadi 4 hal, yaitu: Pertama: I’tiyadiyaitu ketika target dakwah adalah normalisasi tatanan nilai yang telah ada, hidup dan berkembang di suatu komunitas, dengan demikian dakwah yang disampaikan agar tata nilai itu kembali kepada yang sesuai dengan nilai-nilai keislaman.Kedua: Muharriq, yaitu ketika target dakwah itu berupa peningkatan tatanan sosial yang sebenarnya sudah islami agar semakin meningkat nilai-nilai keislamannya hidup dalam komunitas tersebut. Ketiga: Iqaf yaitu ketika target dakwah sebagai upaya preventif dengan sejumlah petunjuk-petunjuk dan peringatan-peringatan yang relevan agar komunitas tersebut tidak terjerumus kedalam tatanan yang tidak Islami atau kurang mencerminkan nilai-nilai keislaman. Keempat: Tahrif, yaitu ketika target dakwah sebagai upaya membantu untuk ikut meringankan beban penderitaan akibat problem-problem yang secara ril telah mempersulit kehidupan komunitas.
Keempat fungsi dakwah di atas memiliki kaitan dengan usaha pemberdayaan seperti setiap orang harus mampu berkembang dalam kehidupannya, menjaga persatuan agar tidak terpuruk oleh pengaruh yang tidak baik. Kemudian adanya upaya untuk membantu meringankan masalah-masalah yang mempersulit kehidupan. Intinya untuk mempermudah kehidupan bermasyarakat dan mampu menyelesaikan segala bentuk persoalannya. Dakwah dimasa sekarang tidak bisa dilakukan melalui mimbar saja karena aktualisasi dakwah sebagai bukti nyata sangat dibutuhkan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat sebagai suatu usaha yang digambarkan dalam berbagai bentuk kegiatan yang nyata di tengah masyarakat. Pemberdayaan pada hakikatnya adalah upaya peningkatan kualitas maupun kuantitas kehidupan manusia. Pemberdayaan juga berarti perubahan masyarakat kearah yang lebih baik, dalam rangka mencapai tujuan yang dicita-citakan yaitu meningkatkan taraf hidup, kemakmuran, kesehatan dan kesejahteraan seluruh rakyat baik materil maupun spiritual.
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu usaha yang digambarkan dalam berbagai bentuk kegiatan yang nyata di tengah masyarakat. Tujuan pemberdayaan adalah menyadarkan masyarakat agar dapat menggunakan serta memilih kehidupannya untuk mencapai tingkat hidup yang lebih baik dalam segala segi kehidupannya.
Nilai-nilai dakwah yang terdapat dalam surat- an-Nahl ayat 125 juga bisa diterapkan dalam proses pemberdayaan masyarakat:
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl:125)
Tiga intisari dari ayat ini bisa digunakan juga dalam proses pemberdayaan masyarakat, yaitu: Pertama, al-Hikmahyaitu kebijaksaanaan. Jika dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat, aplikasinya dimulai dari proses penyadaran. Penyadaran terhadap kondisi yang rill yang terjadi, kondisi yang bisa dirubah, kondisi yang dipertahankan, dan beragam kondisi yang lainnya. Bijak sebagai pembuat kebijakan, bijak sebagai pelaksana, dan bijak sebagai mitra masyarakat. Kedua,al-Mauidzatil al-Hasanah yaitu pengajaran yang baik. Sebagai pelaksana pemberdayaan harus mampu menjadi fasilitator, pendamping masyarakat, motivator, pemimpin, dan sebagai peran lainnya. Dimulai dari proses penentuan kebijakan, pendampingan di lapangan maka seorang agent of change harus mampu mengajarkan, dan mendampingi masyarakat. Ketiga,al-Mujadalah yaitu diskusi atau musyawarah. Salah satu prinsip dalam pemberdayaan masyarakat yaitu dari, oleh, dan untuk rakyat. Artinya masyarakat yang paling paham apa yang mereka butuhkan. Masyarakat bukan hanya sebagai objek pemberdayaan, tetapi juga sebagai penentu kebutuhan mereka. Posisi seorang pemberdaya berfungsi sebagai fasilitator, motivator, pendamping masyarakat dan lain sebagainya. Posisi ini akan diketahui ketika kondisi rill yang ada di masyarakat telah dipahami secara seksama. Oleh karena itu, masyarakatlah yang harus merumuskan apa yang paling mereka butuhkan. Ketika masyarakat mengetahui kebutuhan yang sesungguhnya maka akan dimusyawarah kembali secara seksama antar semua unsur yang terlibat untuk mengetahui kebutuhan apa yang paling mendesak, kemudian dicarikan solusi yang paling tepat untuk menanganinya sesuai dengan program pemberdayaan masyarakat.