Oleh Afrinaldy Rustam, SIp MSi (Dosen Administrasi Negara UIN Suska Riau)
Etika dalam penyelenggaraan pelayanan publik menjadi kunci keberlangsungan pelayanan itu sendiri. Namun, tidak banyak penyedia jasa layanan memberikan perhatian pada etika pelayanan publik. Layanan publik, dalam hal ini aparatur pemerintah lebih mementingkan pelaksanaan layanan sebagai rutinitas sehingga lupa dengan nilai hakikat dari pelayanan tersebut. Akibatnya pelayanan publik diselenggarakan hanya sekadar memenuhi rasa tanggung jawab tanpa berorientasi kepada kepuasan masyarakat yang menerima layanan tersebut. Begitu pentingnya etika, maka tidak jarang banyak ilmuwan administrasi publik mengaitkan aspek etika pelayanan publik ini dengan kualitas pelayanan publik yang dihasilkan. Sistem nilai inilah yang juga dapat Salah satu sumber etika yang mendapat perhatian adalah yang berasal dari keyakinan, yaitu nilai-nilai agama. Agama menjadi pedoman hidup bagi pengikutnya agar bisa hidup selamat di dunia dan diakhirat. Apalagi mereka meyakini nilai-nilai agama yang menegaskan bahwa segala perbuatan yang dilakukan di dunia ini akan mendapatkan balasannya, apakah itu perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Perbuatan melayani orang dengan baik merupakan nilai kebaikan yang diajarkan oleh agama dan tentunya harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi dalam konteks pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah, aspek pelayanan ini menjadi kewajiban bagi pemerintah dan aparaturnya karena terkait dengan peran dan fungsinya. Bagi aparatur sipil negara yang meyakini agama sebagai bagian dari kehidupan mereka, tentu akan sadar bahwa pelayanan publik yang mereka berikan bagian dari aktivitas perbuatan baik yang akan mendapat ganjaran kelak. Di sinilah titik penting pelayanan publik dalam perspektif islam. Jujur, berkualitas dan amanah. Fenomena ini tentu dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat yang memangn menjadikan agama sebagai basis aktivitas pekerjaannya. Jadi sebenarnya kualitas pelayanan publik ini ada hubungannyadengan praktik beragama, terutama sebagai sumber etika dalam kehidupan aparatur sipil negara. Selanjutnya, dalam konteks pelayanan publik, etika inilah yang menjadi dasar bagi mereka untuk melayani masyarakat tersebut. Berdasarkan pengertian Keputusan Pemerintah dan Lembaga Administrasi Negara serta para pakar tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa adanya tiga unsur penting dalam pelayanan publik yaitu : Pertama, penyelenggara pelayanan adalah instansi pemerintah yang meliputi satuan kerja/ satuan organisasi kementerian, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesektariatan Lembaga Tertinggi Negara dan Tinggi Negara, dan instansi Pemerintah lainnya, baik di pusat maupun di daerahtermasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Kedua, Pemberi Pelayanan publik adalah pejabat/pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang- udangan. Ketiga, penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum. Keputusan Menpan tersebut di atas juga, terdapat hal yang sangat menarik yaitu tentang adanya enam asas pelayanan publik, azas itu merupakan pokok penyelenggaraan pelayanan publik sebagai berikut. Azas transpransi, kondisional, kesamaan hak. Dalam keputusan Menpan Nomor : 81 Tahun 1993 yang telah diganti dengan keputusan tahun 2003, juga mengatur tentang standar pelayanan publik. “Bahwa setiap penyelenggara pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan publik merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan”.***
Telah Terbit di Riau Pos Tanggal 28 Desember 2020