Oleh Prof. Dr. H. Ilyas Husti, MA
Dalam Alquran dalam surat Al-Baqarah ayat 201 Allah SWT berfirman,”Dan di antara mereka ada orang yang berdoa. Ya Tuhan berilah kami kebaikan dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. Secara ekplesit dalam ayat ini, terdapat tiga hal yang menjadi tujuan hidup manusia yaitu kesenangan dan kebaikan di dunia, kebaikan dan kebahagian di akhirat, dan terlepasnya dari siksa neraka. Untuk mencapai ketiga tujuan hidup tersebut diperlukan usaha-usaha maksimal dari manusia itu sendiri, usaha-usaha itu secara qurani dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, usaha mencapai kebahagiaan dan kesenangan di dunia, tercermin dalam bentuk aktivitas seseorang dalam memenuhi keperluan hidupnya, baik primer (dharurivah), sekunder (hajiyat) dan tertier (kamahiyat). Dalam melakukan aktivitas tersebut, Alquran telah memberikan pedoman yaitu tidak dengan jalan bhatil. Dalam surat Al-Baqarah Allah SWT menegaskan “Wahai orang yang beriman, janganlah kamu memakan atau melakukan interaksi di antara kamu secara batil, “kata batil diartikan sebagai segala sesuatu yang bertentangan dengan ketentuan dan nilai agama.
Dalam ajaran Islam, nilai-nilai Islam dalam berusaha, tercermin pada empat prinsip pokok yaitu: tauhid, keseimbangan, kehendak bebas dan tanggung jawab. Tauhid mengantarkan manusia mengakui bahwa Keesaan Allah mengandung konsekuensi keyakinan bahwa segala sesuatu bersumber serta kesudahanya berakhir pada Allah SWT. Keseimbangan mengantarkan manusia meyakini bahwa segala sesuatu diciptakan Allah dalam keadaan seimbang dan serasi, kehendak bebas adalah prinsip yang mengantar keyakinan manusia bahwa Allah SWT memiliki kebebasan mutlak, menganugrahkan kebebasan tersebut kepada hambanya, di bawah tuntunan Alquran dan sunah.
Sedangkan tanggung jawab merupakan manipestasi yang lahir dari ketiga prinsip di atas, dan dalam kontes ini, Islam memperkenalkan konsep fardhu ain (tanggung jawab individual) dan fardhu kipayah (tanggung jawab kolektif), yang pertama adalah kewajiban individu yang tidak dapat dibebankan kepada orang lain, sedangkan yang kedua, adalah kewajiban yang apabila dikerjakan oleh orang lain sehingga terpenuhilah kebutuhan yang dituntut, maka terbebaslah semua anggota masyarakat dari pertanggungjawaban (dosa). Atau dikerjakan oleh sebagian orang namun belum memenuhi apa yang seharusnya, maka berdosalah setiap anggota masyarakat. Kedua, upaya mendapatkan kebahagian di akhirat, upaya ini harus dimulai dengan: pertama, membersihkan diri dari dosa-dosa kepada Allah (Tazkiyat AI-Nafsu). Kegiatan pembersihan diri tersebut, dalam Islam disebut dengan taubat. Taubat berarti mengintropeksi diri tentang pelanggaran ajaran Allah yang dilakukan dan menyatakan menyesal atas pelanggaran itu, serta bertekat untuk tidak mengulanginya lagi pada masa yang akan datang. Dalam Islam taubat seperti ini disebut taubat al-nushuha (taubat yang sebenar-benarnya). Kedua, memperbanyak amal ibadah, baik ibadah kepada Allah seperti salat, puasa zakat, haji, zikir, membaca Alquran dan lain-lain, maupun ibadah sosial kemasyarakatan, seperti, memperhatikan lingkungan, memelihara alam yang diamanahkan Allah, menjaga hubungan baik sesama, memperhatikan kehidupan orang yang susah dan lain-lain sebagainya. Ketiga, memperbanyak doa, hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 185. “Apabila hambaku, bertanya kepada mu (Muhammad) tentang Aku, maka katakan kepada mereka bahwa Aku sangat dekat dengannya. Aku akan mengabulkan doa hamba-Ku, apabila mereka itu, mau berdoa, mau mengabulkan/melaksanakan (segala sesuatu yang aku bebankan kepada mereka), dan mereka tetap yakin dan beriman kepada-Ku”.
Disamping doa tersebut, ada dua hal lagi yang mesti dilakukan yaitu bersabar dan bertawakkal. Ketiga, upaya melepas diri dari siksa neraka. Dalam pandangan Islam, usaha ini banyak dilakukan terutama di bulan Ramadan karena Ramadan merupakan bulan yang paling istimewa dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Keistimewaannya itu dapat dilihat dari namanya syukru Ramadhan (bulan pembakar dosa-dosa/menghapus dosa), syukru Ar-Rahmah (bulan yang penuh rahmat), syahru Al-Mubarakah (bulan yang penuh berkah), syahru Al-Maghfirah (bulan yang penuh keampunan), syahru iqqun min Al-Nar (bulan yang dapat membebaskan manusia dari siksa neraka), syahru Al-Hidayah (bulan yang penuh dengan hidayah), syahru Alquran (bulan yang didalamnya diturunkan Alquran), syahru lailatul qadar (bulan yang didalamnya terdapat malam lailatul qadar, dan sejumlah nama lainnya. Untuk meraih semua fadhilat Ramadan tersebut, maka Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk memperbanyak bertaubat dan memperbanyak ibadah, memperbanyak berdoa, serta tetap sabar dan tawakal kepada Allah. Apabila anjuran ini laksanakan dengan ikhlas, dengan niat semata-mata untuk mendapatkan keridhan Allah, maka tentu ibadah puasa yang dilaksanakan ini, betul-betul membawa keampunan bagi segala dosa-dosa kita yang lalu.
Ini sesuai dengan jaminan Rasulullah SAW dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim. “Barang siapa melaksanakan puasa pada bulan Ramadan dengan berdasarkan dengan keimanan yang mantap, dan dengan mengendalikan diri dengan sebaik-baiknya, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang lalu”. Semoga rahmat dan kasih sayang Allah SWT kepada hamba-hambanya ini dapat kita rebut dan kita raih secara maksimal. Amin ya rabbal alamin.***
Telah terbit juga di Riau Pos tanggal 14 April 2021
Link:
https://riaupos.jawapos.com/petuah-ramadan/14/04/2021/248959/ampunan-allah.html