Peristiwa perbedaan pemahaman yang ditunjukkan dengan bentuk kasar di lereng gunung Semeru beberapa pekan yang lalu memunculkan beragam protes dan pendapat di tengah-tengah masyarakat. HF pelaku ditetapkan sebagai tersangka, dijerat dengan pasal penodaan dan penistaan terhadap agama sebagaimana yang diatur dalam KUHP pasal 156.
Setidaknya ada tiga piranti dasar yang perlu diikutkan guna terbangunnya perilaku agama yang sejuk, damai dan toleran dalam interaksi sosial agama di tengah-tengah masyarakat yaitu kitab suci, hukum dan sains sosial, terlebih-lebih bagi masyarakat Indonesia yang majemuk, beragam agama dan budaya, bernegara hukum serta berkehidupan sains dan teknologi. Pertama, kitab suci agama. Kitab suci dari suatu agama intinya memuat beragam petunjuk dan pedoman guna keselamatan dan kedamaian kehidupan umatnya sekarang dan akan datang. Namun demikian perlu dilakukan penafsiran untuk menangkap pesan-pesan moral dalam kitab suci terutama dalam konteks ruang dan waktu disaat pesan-pesan moral ideal dari kitab suci itu diaplikasikan. Karenanya, pencarian pembenaran perilaku agama dalam kondisi saat ini tidak lagi cukup hasil tafsiran rekognisi tunggal dari teks-tekks kitab suci. Akan tetapi perlu diiringi hasil rekognisi dai sumber-sumber lain yang valid dan terpercaya yang memungkinkan lahirnya perilaku agama yang ramah dan menunjukkan dalam kehidupan masyarakat yang berbasis pesan-pesan moral ide al-Quran dan Sunnah. Upaya seperti ini menjadi penting mengingat bahwa bukankah perilaku agama itu umumnya diimplementasikan di ruang publik yang sangat beragam dan dinamis dengan berbagai tingkat kecerdasannya.
Kedua, hukum. Indonesia adalah Negara hukum (Rechtstaat) yang mana hukum menjadi rujukan dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk perilaku sosial agama masyarakat. Pada Pasal I ayat (3) UUD 1845 (amandemen ketiga), dengan tegas dinyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Produk Hukum apapun yang berlaku di NKRI termasuk dengan perilaku sosial keagamaan perlu menjadi rujukan dalam mengimplementasikan sebuah perilaku sosial keagamaan yang diakui dalam Negara ini. Disinilah arti pentingnya peranan pemahaman terhadap hukum mengiringi hasil pemahaman rekognisi teologis kitab suci, sehingga perilaku agama dari suatu umat beragama tertentu tidak mengganggu keyakinan umat beragama lain. Jangan sampai terjadi amar ma’ruf nahi munkar sebagai perintah agama dilaksanakan dalam bentuk perilaku agama justru bertabrakan dengan hukum yang ada di Negara ini dan masyarakat. Demikian pula kecerdasan mengapresiasi adat istiadat sangat dibutuhkan oleh penganut setiap agama, sehingga perilaku agama yang ditampilkan tidak menimbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat ketika perilaku itu direalisasikan. Kemampuan seperti ini juga amat dibutuhkan karena keragaman budaya, adat istiadat di Negara kita telah diikat dalam sebuah kesepakatan primordial bangsa ini Bhinneka Tunggal Ika.
Ketiga, sains social. Mengingat ilmu jenis ini mempelajari hubungan manusia dengan lingkungannya atau interaksi manusia dengan individu lainnya, manusia dengan kelompoknya atau kelompok dengan kelompok lainnya, maka amat diperlukan memahami beragam interaksi sosial di dalam masyarakat termasuk interaksi sosial perilaku agama yang ditenggarai amat beragam sesuai dengan keyakinan dan peribadatan yang ditampilkan oleh penganut masing-masing agama. Dengan memahami sains sosiologi agama misalnya akan dapat dimengerti pola interaksi sosial keagamaan yang ada dalam masyarakat, mengontrol dan mengendalikan tindakan serta perilaku keberagaman dalam kehidupan masysrakat, memahami nilai, norma, tradisi seta keyakinan yang dianut oleh masyarakat lain, memahami perbedaan yang ada, mencegah timbulnya konflik antar umat beragama serta membangun sikap kritis dan rasional dalam menghadapi gejala-gejala sosial keberagaman masyarakat.
Dalam perspektif Islam misalnya sains sosial dengan beragam cabangnya itu, dipayungi oleh kemahakuasaan Allah SWT atas segala-galanya. Begitu pula interaksi sosial manusia sesama manusia atau kelompok tidak disekat kaku oleh perbedaan bangsa dan keyakinan agama, lingkungan alam, bahkan jaminan manusia untuk memiliki hak yang sama merupakan dari sekian banyak prinsip-prinsip dasar sains sosial Islam yang harus ditegakkan dan dihormati.
Kajian sains sosiologi agama diperlukan sehingga mengurangi pembenaran sepihak atas nama ajaran agama terhadap perilaku beragama dalam kehidupan social masyarakat.
Telah dipublish di Riau Pos Edisi Jumat, 11 Februari 2022