oleh Prof. Dr. Ilyas Husti, MA (Direktur Program Pascasarjana)
Allah SWT adalah zat yang menciptakan manusia dengan bentuk yang sesempurna bentuk. Sempurna secara fisikal dan juga mental. Kesempurnaan ini merupakan hadiah dari Allah kepada manusia selaku makhluk yang ditinggikan derajatnya di antara makhluk lain. Allah SWT juga menjadikan manusia sebagai pengemban amanah dalam memikul tanggung jawab duniawi, sebagai khalifah yang akan menjaga bumi dan seluruh isinya. Manusia dengan segala kelebihan yang diberikan tetap sering kalah oleh hawa nafsunya. Nafsu yang menjadi instrumen dalam memberi pengaruh atas tingkah laku dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia supaya mampu tetap bertahan hidup dan bereproduksi melanjutkan generasi umat manusia.
Dalam kitab tafsir tematik spritual dan akhlak disebutkan bahwa pada umumnya nafsu dihubungkan dengan kebutuhan biologis, materialisme, atau yang bersifat keduniawian. Sehingga sifat-sifat buruk berpotensi untuk melekat dan mendarah daging dengan hasil akhirnya akan menjadikan insan tersebut bebal dan jauh dari rabb-nya. Salah satu sifat buruk yang acap kali hinggap dalam setiap insan adalah ambisius. Ambisius dalam KBBI disebutkan sebagai sifat dan sikap berkeinginan keras mencapai sesuatu. Ambisius akan menimbulkan dorongan atau keinginan keras yang sejatinya dimiliki oleh setiap orang.
Ambisius sebenarnya adalah sifat positif jika mampu untuk dikendalikan sehingga menjadikan pribadi seseorang semangat dalam menggapai apa yang menjadi goal atau tujuannya. Namun akan menjadi sifat yang merugikan dirinya tatkala sudah ditunggangi oleh hawa nafsu, sehingga akan menjadikan pribadi seorang insan yang tamak. Sifat ini sudah diwanti-wanti oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya 1400 tahun silam. Dari Ibnu ‘Abbas bin Sahl bin Sa’ad, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Ibnu Al-Zubair berkata di Makkah di atas mimbar saat khutbah.
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Maha Menerima taubat siapa saja yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari nomor 6.438).
Inilah yang akan diterima oleh orang yang tidak bisa mengikis sifat ambisius dalam dirinya, tidak pernah puas akan sesuatu yang Allah telah titipkan padanya. Sifat ambisius ini akan senantiasa menghinggapi seorang insan meskipun dia dalam keadaan tua. Akan tetapi sifat ini selalu akan menjadi subur dan muda dalam pribadi yang ditungganginya. Hal ini pun disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam hadisnya. “Setiap manusia pasti akan menjadi tua. Namun jiwanya tetap muda mengenai dua perkara, yaitu ambisius (tamak) akan harta benda dan selalu ingin panjang umur.” (HR Muslim). Semangatnya seorang insan agar terus menerus mengumpulkan harta dan kemewahan dunia lainnya. Semangat seperti ini merupakan embrio dari karakteristik ambisius yang tercela jika sampai membuat lalai dari ketaatan dan hati menjadi sibuk dengan dunia daripada akhirat. Imam Al-Tirmidzi juga meriwayatkan dari Ka’ab bin Malik al-Anshari radhiallahu anhu, beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dikirimkan pada seekor kambing itu lebih berbahaya daripada ambisiusnya (tamak) seseorang pada harta dan kedudukan dalam membahayakan agamanya.” (HR Al-Tirmidzi).
Berdasarkan beberapa keterangan dari hadis-hadis di atas, tidakkah menjadikan kita takut akan sifat tersebut, Rasulullah SAW mengqiyaskan sifat ambisius ini yang berlaku bagi seorang insan lebih ganas dibandingkan serigala yang lapar, belum lagi dengan ancaman dari Allah SWT akan buruknya sifat ini. Maka penting bagi setiap insan dalam memperhatikan sifat ini karena setiap kita berpotensi untuk dihinggapi olehnya, tergantung iman dalam dada yang akan mengiyakan atau menafikan sifat buruk tersebut. Sebagaimana iman bisa betambah dengan ketaatan dan akan berkurang dengan maksiat, maka perlu mewaspadai apa penyebab dari sifat ambisius ini, yaitu cinta akan dunia.
Al-Baihaqi dalam kitab Syu’ab Al-Iman meriwayatkan hadis yang berbunyi “Cinta dunia adalah biang semua kesalahan”. Lantas apa yang akan dilakukan dalam menjauhinya?? Yaitu dengan senantiasa bersyukur atas apa yang Allah sudah berikan dan Allah takdirkan. Bukankah Allah SWT menjanjikan dalam Surah Ibrahim ayat 7 “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” Mensyukuri nikmat Allah SWT adalah sebagai bentuk ketaatan, dan dijanjikan juga oleh Allah SWT tatkala seseorang bersyukur, akan diberikan berupa tambahan, baik tambahan secara kualitas iman maupun sesuatu yang berbentuk material atau nafsu duniawi lainnya. Maka penting bagi setiap insan mensyukuri atas apa yang Allah telah berikan, supaya sifat ambisius ini dapat terkikis sehingga menjadikan insan bertakwa.***
telah terbit di Riau Pos edisi 19 April 2022