uin.suska.ac.id Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang melindungi dan mengawasi segenap jagat semesta. Sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, Islam memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap alam dan seisinya. Kepekaan yang hadir di tengah ke rahmatan tidak dapat dibelah pilih, bahkan menawarkan kasih sayang paripurna pada masyarakat 5.0.
Tawaran Islam melalui rahmatan lil ‘alamin mereformulasi sistem dan gaya hidup yang sehat psikologis dan sehat raga. Sistem dan gaya hidup tidak seimbang yang ditolerir masyarakat modern sebagai representasi transformasi teknologi bebas kendali menjadi keniscayaan tawaran yang bermakna bahwa Islamlah solusinya.
Teknologi informasi dan transformasi ilmu pengetahuan pada prinsipnya adalah sebuah tawaran berharga bagi keumatan. Namun pemanfaatan teknologi bebas nilai telah menggerus tatanan masyarakat yang terbentuk secara alami sejak dulu. Keadaban dan tata nilai cenderung mulai terabaikan, individualitas meroket dan meninggalkan sendi-sendi normatif yang melekat ter gugurkan.
Ilustrasi yang menggambarkan bahwa nilai-nilai normatif mundur, dapat dilihat pada sekumpulan atau komunitas yang kononnya merajut shilaturrahmi, tetapi nyatanya sibuk dg gadget masing-masing. Peristiwa dan fenomenal transformatif dari melajunya teknologi acapkali tidak seimbang dengan nilai agama, norma, susila, dan budaya. Ini menandakan ada sinyalemen negatif yang perlu diluruskan, agar supaya jebakan teknologi tidak mengatur ritme kehidupan psikologis dan fisikal anak manusia.
Catatan penting referensi globalisasi dan teknologi digital telah menimbulkan kecanduan aktif pada generasi abad ini tanpa dapat dibedakan kaum tua, muda, remaja, dan anak-anak yang terlibat pemakaian karya teknologi digital di berbagai sudut negeri.
Dasar pemikiran di atas adalah deskripsi yang disadari, namun belum mampu menjawab tantangan kemodernan, karena kecanduan yang sulit dielakkan. Mahdi el-Gholsaniy menyebut efek sains modern menyisahkan persoalan kemanusiaan seperti stress meningkat dengan tajam. Tidak pelak lagi, era milenium membuat ketergantungan manusia signifikan pada teknologi dan melupakan spiritual. Padahal spiritual dapat menghimpun yang terserak pada elemen-elemen sosial kemasyarakatan.
Spiritualisasi Islam mendorong individu berkomunikasi dengan Tuhan, antara sesama, bahkan hewan dan tumbuh-tumbuhan. Berkomunikasi dan menjalin hubungan baik dengan Tuhan (berhablumminallah), antara individu (hablun minannas), hewan dan tumbuh-tumbuhan(hablun minal ‘alam dapat menimbulkan energi positif pada setiap diri secara sinergis dan simultan. Justeru melampaui jangkauan psikologis untuk bisa menjadikan jiwa tenang dan tenteram. Ketenangan dan ketenteraman adalah wujud nyata dari perolehan kesehatan mental.
Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian di antara elemen-elemen kejiwaan berupa self adjusment, self management, self regulation, sense belonging, sense of crisis, empati, simpati, dan asertif. Apabila individu memeiliki kesadaran dan tanggungjawab terhadap diri sendiri dan lingkungan, maka kesehatan mental paripurna adalah bagian dari kehidupan di sepanjang waktu.
Momentum spiritualisasi Islam dapat digambarkan dalam ibadah yang menghiasi diri individual. Ber spiritualisasi artinya menghadapkan segenap jiwa dan raga kepada Tuhan semesta alam yang di dalam mempunyai karakteristik tertentu menuju pertemuan dengan Sang Khalik ( pencipta alam semesta).
Momentum lain dari spiritualisasi Islam lebih banyak didapat pada bulan Ramadhan. Spiritualisasi Islam melalui Ramadhan menghimpun segala kebaikan dunia dan akhirat. Sebagai bulan maghfirah, Ramadhan menawarkan ampunan yang ditandai dengan dibukanya pintu taubat dan terbelenggunya syaithan-syaithan. Bahkan perilaku syaithan tereliminasi dengan sendirinya, disebabkan pintu-pintu maksiat tertutup oleh amalan Ramadhan yang pahalanya berlipat ganda. Ramadhan membuka kesempatan kepada kaum mukminin untuk mewujudkan rasa solidaritas yang tinggi. Di dalam Ramadhan kaum mukminin berbondong-bondong ke mesjid untuk menunaikan qiyamul lail yang di luar Ramadhan minus dilakukan. Masyarakat sosial yang terhimpun dalam wadah imarah mesjid, menunjukkan kesadaran atas berkah Ramadhan yang tidak dapat dipungkiri oleh siapapun. Bukan hanya itu, pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah dengan mudah menjadi wujud nyata bahwa adanya keinginan memperoleh nilai lebih dari kehadiran syahrusshiyam. Kesadaran dan solidaritas yang muncul pada Ramadhan adalah keniscayaan yang mengurai benang merah antara sesama untuk bersama-sama meraih kebaikan dan rahmatan lil ‘alamin. Semoga bermanfaat, aamiin.
ditulis oleh: Prof.Dr.Dato’ Khairunnas Rajab (Profesor pada Fakultas Psikologi UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU)
Rilis: RiauPos.com tanggal 1 April 2023