web analytics

Kekuatan Syukur

Setiap kita menginginkan kelapangan dalam hidup, kesehatan prima, usaha lancar, teman baik-baik, pasangan dan anak-anak patuh. Untuk mencapai keinginan tersebut segala ikhtiyar dilakukan, yang merasa unggul dalam berpikir mengerahkan pikirannya untuk mencapai sukses, demikian juga yang memiliki skil berusaha sepenuh hati melalui keterampilannya. Namun terkadang kita lupa bahwa kesuksesan dalam bentuk apapun, ia tidak semata-mata ditentukan oleh usaha akan tetapi dibalik kesungguhan kita ada peran Allah dalam memilih dan menentukan.

Tidak bisa disangkal terkadang ada orang yang berusaha sungguh-sungguh namun hasilnya masih memperoleh kerugian, sebaliknya ada yang berusaha sekedar saja akan tetapi berhasil sukses lebih dari orang yang tekun dan ulet. Demikian suatu bukti bahwa keberhasilan tidak semata-mata ditentukan oleh usaha seseorang. Kesadaran adanya campur tangan Allah dalam setiap keberhasilan adalah kata kunci, terlebih ketika mendapat nikmat yang banyak jangan sampai merasa bangga hingga lupa pada pencipta nikmat itu sendiri.

Pengakuan adanya peran Allah dalam setiap nikmat kemudian diikuti dengan perbuatan yang selaras dengan perintah sang pemberi nikmat yaitu Allah SWT adalah Syukur yang sebenarnya. Maka orang yang sadar bahwa nikmat adalah titipan ia senantiasa mempersiapkan pertanggung jabawan kepada yang menitipkan, saatnya berzakat ia membayar zakat, tiba waktunya bersedekah iapun bersedekah, pokoknya nikmat yang ia peroleh selalu digunakan untuk mendekatkan diri pada pemberi nikmat.

Orang yang menyadari nikmat harta sebagai titipan akan berhati-hati dalam mengelola harta, demikian pula siapa yang menyadari jabatan sebagai Amanah, ia akan melaksanakan wewenangnya untuk kemaslahatan bersama, bukan untuk diri sendiri apalagi memperkaya diri. Orang-orang seperti ini adalah orang yang berhak atas izin Allah untuk memiliki nilai tambah, jika berdagang selalu berkembang, jika menjabat senantiasa naik, sesuai janji Allah akan menambah nikmat bagi orang-orang yang bersyukur. Al qurán surat Ibrahim ayat 7 berbunyi :

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Wa idz ta adzdzana rabbukum Lain syakartum laaziidannakum wa lainkafartum inna ‘adzaabi lasyadiid

Artinya : (Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”

Sejarah mencatat banyak iktibar dan pengajaran baik berupa kemuliaan orang-orang yang bersyukur maupun kehinaan orang-orang yang lupa diri. Tersebut seorang yang sukses dalam kekuasaan dan politik, kemudian ia sombong dan angkuh sampai-sampai mengaku diri sebagai tuhan lalu allah hinakan dengan tenggelam di laut merah semua kaum muslimin mengetahui ia bernama fir’aun laknatullah.

Ada yang sukses mengurusi perdagangan dan ekonomi, hartanya banyak berlimpah ruah namun ia pelit dan kikir kemudian Allah hinakan, ia ditelan bumi bersama istana dan harta kekayaannya, namanya terkenal sebagai orang yang hina dan dihinakan Allah ia adalah Qarun murka Allah atasnya.

Sebaliknya ada yang diberi kekuasaan luas ia memerintah manusia, jin, bahkan hewan berada dalam penguasaannya. Namanya terhormat, pangkat jabatan ia miliki, harta benda berkembang pesat. Namun dengan hartanya ia mulia, melalui jabatannya ia semakin dekat kepada Allah. Suatu hari ia ditanya apa kunci kemuliaan dan kesuksesan hidupnya lalu ia menjawab “hadza min fadhli rabbi’’ semua kesuksesan dan kemuliaan ini dari Tuhanku jawabnya. Siapakah orang tersebut ia adalah Nabi Allah Sulaiman alaihissalam. Namanya harum dimana-mana karena kesalehan dan kemuliannya.

Dari kisah di atas kiranya cukup menjadi bahan renungan supaya kita senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat yang ia kurniakan tanpa henti. Maka pantaslah Allah berfirman dalam al Qur’an Surat Luqman ayat 12 berbunyi :

وَلَقَدْ اٰتَيْنَا لُقْمٰنَ الْحِكْمَةَ اَنِ اشْكُرْ لِلّٰهِ ۗوَمَنْ يَّشْكُرْ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ

Walaqad aatainaa luqmaanal hikmata anisykur lillaah wa man yasykur fainnama yasykuru linafsihi waman kafara fainnallaaha ghaniyyun hamiid

Artinya : Sungguh, Kami benar-benar telah memberikan hikmah kepada Luqman, yaitu, “Bersyukurlah kepada Allah! Siapa yang bersyukur, sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri. Siapa yang kufur (tidak bersyukur), sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.”

Paling tidak, tata cara syukur mencakup tiga sisi yaitu pertama, syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas anugerah Allah. Kedua, syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah dan memuji pemberinya. Dan yang ketiga, syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya. Rasulullah SAW memberi contoh sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:

”Jika Rasulullah Saw melaksanakan salat, ia berdiri (lama sekali) sampai kedua kaki (telapak) nya pecah-pecah. Aisyah ra bertanya: Wahai Rasulullah, kenapa engkau berbuat seperti ini padahal dosamu yang terdahulu dan yang akan datang telah diampuni? Lalu ia menjawab: Wahai Aisyah, apakah aku tidak ingin menjadi seorang hamba yang bersyukur” (HR. Muslim)    

Semoga Allah senantiasa memberi taufik dan hidayahnya kepada kita sehingga kita termasuk orang yang bersyukur. Amin ya arhamarraahimien.

Penulis : Dr. Safarin, MA / Ketua Tim Bagian Perencanaan